Lagi-lagi profesor asbun dari Londo ini memprlihatkan ke"lucu'annya. 
Pernyataannya di bawah ini, khususnya paragraf paling akhir, merupakan pelcehan 
terhadap kerja keras para aktivis perempuan selama ini dalam memperjuangkan 
kesetaraan gender sesuai dengan inspirasi Kartini. Mereka berjuang menentang 
poligami, KDRT, trafficking, pelecehan perempuan, kekerasa terhadap perempuan, 
bahkan ketika harus berhadapan dengan teror dan ancaman kekerasan fisik.

Danny Lim jerit-jerit di Belanda bak tuan besar kolonial dengan attitude-nya 
yang sangat patronising, padahal kerjanya cuma nongkrong di depan corong radio 
sambil bergosip tentang Indonesia, dan merasa dirinya sudah lebih hebat dari 
semua orang.

Ke laut aja, Meneer...

manneke


-----Original Message-----

> Date: Tue Mar 20 05:27:40 PDT 2007
> From: "Danny Lim" <[EMAIL PROTECTED]>
> Subject: [mediacare] Re: Pantaskah R.A.Kartini jadi Pahlawan Nsional ?
> To: mediacare@yahoogroups.com
>
> Di Bovenkarspel ada Yayasan Kartini, pengurusnya orang Belanda yang 
> kagum pada perjuangan emansipasi Kartini dulu itu. Di Den Haag 
> seperti telah saya sebutkan, setiap tahun disediakan trophy, namanya 
> Kartini-Trophy, buat perorangan/instansi yang memperjuangkan 
> emansipasi di Den Haag dan sekitarnya. Di Pasar Malam Besar bakal 
> ada tonil solo dimainkan oleh wanita Belanda yang di tubuhnya masih 
> mengalir darah Indonesia. Pemain tonil itu begitu piawai 
> menggabungkan surat-surat Kartini yang banyak dulu itu menjadi 
> sebuah surat baru, yang seakan ditulis sendiri oleh mendiang Kartini.
> 
> Saya tahu Den Haag berkaitan erat dengan Hindia-Belanda, sehingga 
> mendapat julukan Janda India ketika kolonial Belanda harus cao dari 
> Indonesia. Namun bahwa sosok Kartini di Belanda, minimal di Den Haag 
> begitu populer dan dihargai, merupakan surprise buat saya. Saat 
> penyerahan Kartini-Trophy kepada Rahma El-Hamdaoui si orang Maroko, 
> ada sekitar 200 hadirin, semuanya wanita Maroko. Saya tidak melihat 
> wanita Indonesia di situ. Hal ini lebih membuat saya surprise lagi. 
> Bahwa orang Belanda amat menghargai Kartini itu sudah sebuah 
> surprise, namun bahwa wanita Indonesia di Belanda tidak/kurang ada 
> perhatian kepada perjuangan emansipasi Kartini betul-betul abusrd.
> 
> Bagaimana dengan wanita Indonesia di Indonesia? Apakah menghargai 
> Kartini cuma sebatas mengenakan kebaya dan bikin acara masak-memasak 
> saja pada tanggal 21 April?
> 
> Salam hangat, Danny Lim, Nederland
> www.ikenindonesie.nl
> 
> 
> --- In mediacare@yahoogroups.com, Lisman Manurung <[EMAIL PROTECTED]> 
> wrote:
> >
> > Seorang peneliti Jepang pernah menyimpulkan bahwa
> > Kartinilah yang pertama sekali mempunyai empathy atas
> > sebuah nasion dan kemudian saat ini dikenal di dunia
> > dengan nama Indonesia. Mengapa? Dia bisa melukiskan
> > derita petani mskin di Jawa Barat, padahal dia bukan
> > warga Jawa Barat. Orang sekarang hanya bisa bergejolak
> > emosinya kalau penasehat spritualnya dihina orang.
> > Bagi Kartini si petani bukan dewa atau titisan dewa.
> > 
> > Apa yang diajarkan oleh Kartini dan mengapa orang
> > Barat menghargai dia? Sudah pasti tidak semua orang
> > Barat berbondong-bondong menghargai dia. Orang bule
> > yang tetap under estimate bahwa orang Indonesia adalah
> > kumpulan dari orang-orang yang didominasi oleh
> > fatalisme dan terbatas daya empatinya akan menilai
> > Kartini cuma ngigau.
> > 
> > Sampai dengan generasi saat ini, yang tak kurang
> > banyaknya bertitel karena proses nyontek-nyontek  atau
> > ijazah palsu, masih akan belum mampu menangkap makna
> > kekuatan intelektualitas Kartini. Dan repotnya, tanpa
> > memiliki intelektualitas sejati, akan sulitlah 
> > menghargai Kartini. Dia tidak berjuang dengan senjata.
> > Untunglah TNI selalu menghargai dia dengan membuat
> > Balai Kartini.
> > 
> > Jadi Kartini adalah penggagas Indonesia Merdeka.
> > Makanya namanya sealu dijadikan simbol emansipasi,
> > bukan semata-mata emansipasi wanita.
> > --- Danny Lim <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > 
> > > Pak Hoesein,
> > > 
> > > Email ini anda kirim tahun lalu, dan masih tersimpan
> > > rapi di arsip saya. Karena sebentar lagi Indonesia
> > > merayakan Hari Kartini, maka saya ingin menjawab
> > > email pak Hoesein ini, terlambat setahun ngga
> > > apa-apa ya pak :-).
> > > 
> > > Ada kesan kolonial Belanda dulu itu mengangkat kasus
> > > Kartini hanya untuk "memuluskan pergantian
> > > kulitnya", ini terbaca di email pak Hoesein di bawah
> > > ini (maaf bila saya salah interpretasi). Namun
> > > melihat kenyataan bahwa di Belanda, Kartini
> > > dijunjung tinggi sampai sekarang terutama di Den
> > > Haag, tentu tesis pak Hoesein pantas diragukan. Maaf
> > > ya pak, tapi di website saya www.ikenindonesie.nl
> > > ada 2 tulisan sebagai bukti nyata, bahwa Kartini di
> > > Belanda dijunjung tinggi sebagai pejuang emansipasi
> > > di Hindia-Belanda dulu sampai sekarang. Maksud saya,
> > > bila pengangkatan kasus Kartini hanya lips service
> > > kolonial Belanda, mana mungkin Pemda Den Haag di
> > > tahun 2007 ini sampai spesial menyediakan trophy
> > > Kartini untuk perorangan/organisasi di Den Haag yang
> > > berjuang dalam bidang emnasipasi ala Kartini dulu.
> > > FYI. Yang meraih Kartini-Trophy tahun 2007 ini
> > > adalah seorang wanita Maroko bernama Rahma El
> > > Hamdaoui yang berjuang membela emansipasi di sebuah
> > > kampung bernama Schilderswijk di Den Haag.
> > > 
> > > Sebuah diskusi yang menarik dan bermanfaat, pak
> > > Hoesein.
> > > 
> > > Salam hangat, Danny Lim, Nederland
> > > 
> > >   ----- Original Message ----- 
> > >   From: HOESEIN RUSHDY 
> > >   To: [EMAIL PROTECTED] ;
> > > [EMAIL PROTECTED] ; mediacare@yahoogroups.com
> > > ; [EMAIL PROTECTED] 
> > >   Sent: Tuesday, April 25, 2006 1:31 AM
> > >   Subject: [KincirAngin] Pantaskah R.A.Kartini jadi
> > > Pahlawan Nsional ?
> > > 
> > > 
> > >   Belakangan ini muncul diskusi tentang jasa-jasa
> > > kartini. Tentu saja ada yang mendukung dan ada yang
> > > mempertanyakan. Saya rasa banyak sudah orang yang
> > > mengetahui siapa sebenarnya Kartini itu. Bukankah
> > > banyak buku yang menginformasikan tokoh wanita ini
> > > bahkan pernah ada film Kartini yang diperankan Yeni
> > > Rachman dan Bambang Hermanto yang memerankan
> > > suaminya R.Adipati Arya. Tapi rupanya tetap saja
> > > kurang jelas. Pokok permasalahan adalah dalam hal
> > > pantas tidaknya beliau bergelar Pahlawan Wanita yang
> > > bergerak dibidang perjuangan emansipasi wanita
> > > Indonesia. Mungkin ada beberapa pendekatan yang bisa
> > > membantu menerangkannya. Pertama adalah pendekatan
> > > waktu. Kartini hidup dalam periode zaman perubahan
> > > diawal abad ke 20 yang dikenal sebagai zaman politik
> > > etis . Zaman itu adalah dekade keemasan kaum liberal
> > > Belanda. Tokoh-tokoh pejuang swasta non Pemerintah
> > > menguasai kegiatan bidang sosial dan politik. Para
> > > pejuang perlawanan kolonial di Hindia, baru saja
> > > menyadari apa yang terjadi dalam perubahan zaman
> > > ini. Pemberontakan fisik baru saja berahir dia Aceh
> > > (menyerahnya P.Polim pada tahun 1903) dan usaha
> > > penyerangan oleh Sultan Daud Syah terhadap Garnisun
> > > Belanda di Banda Aceh, yang gagal pada tahun 1907.
> > > Mantan Panglima perang Belanda di Aceh, kemudian
> > > Panglima KNIL, van Heutz kemudian menjadi Gubernur
> > > Jenderal (1904-1909). Figur perlawanan kemudian
> > > beralih pada pejuang organisasi sosial dan politik
> > > dalam memperjuangkan kondisi seimbang antara
> > > penjajah dan yang dijajah. Sifatnya  antara lain
> > > adalah perjuangannya emansipasi  untuk menuntut
> > > persamaan hak dimuka hukum. Ini termasuk kaum
> > > wanita. Apa yang diusahakan dan dikerjakan Kartini
> > > saat itu amatlah dirasakan peranan dan manfaatnya
> > > dan amat genuine (asli). Hampir dikatakan belum ada
> > > orang sebelumnya yang berjuang dibidang itu.
> > > Pendekatan kedua adalah Program pemerintah Belanda
> > > sendiri, Bagaikan bertemu teman searah dan setujuan
> > > (bagaikan tumbu ketemu tutup kata orang jawa). Tokoh
> > > Belanda van Deventer adalah pejuang politik etis
> > > (penasihat Pemerintah dan anggota parlemen Belanda) 
> > > yang handal dan Abendanon adalah direktur pendidikan
> > > etis yang pertama. Bukan hal yang aneh karena itu
> > > adalah prinsip, bahwa pendidikan harus dimulai di
> > > Hindia dan awalnya adalah kaum elite Indonesia.
> > > Istri Abendanon adalah sahabat pena Kartini. Berarti
> > > bukan hal kebetulan kalau simpati kaum liberal
> > > Belanda tertuju pada tokoh emansipasi wanita
> > > Indonesia keturunan ningrat ini. Isi surat Kartini
> > > amat cocok dalam kampanye politik etis di Jawa dan
> > > juga merupakan integarsi nyata dari program-program
> > > pendidikan yang dijalankan. Bukankah pendidikan
> > > wanita amat terkebelakang saat itu. Bagaikan cerita
> > > memelas tentang wanita Indonesia sendiri, ketika
> > > surat-surat Kartini diterbitkan dinegeri Belanda
> > > dengan judul : "Door duisternis tot licht" Dan dalam
> > > hidupnya Kartini yang sempat mengecap pendidikan
> > > sekolah dasar Eropah, tidak bisa melanjutkannya
> > > karena harus menikah dan mematuhi adat. Meskipun ada
> > > beasiswa untuk itu. Dengan jujur dan tulus, dia
> > > memohon agar beasiswa untuk masuk HBS, selanjutnya
> > > diberikan kepada Agus Salim seorang pemuda Riau yang
> > > cerdas. Pendekatan ketiga, sesungguhnya harga diri
> > > dan martabat wanita Indonesia saat itu belum wajar.
> > > Bahkan belum mencapai titik optimal sampai sekarang.
> > > Kartini menilai bahwa pendidikan adalah salah satu
> > > jalan terbaik. Maka berdatanganlah sumbangan
> > > pemikiran dan dana, sehingga diwilayahnya sendiri
> > > Kartini mampu mendirikan sekolah, bukan lagi untuk
> > > kaum elite, tapi bagi rakyat kebanyakan. Belakangan
> > > kekuatan swasta di Indonesia dan di Belanda,
> > > berhasil mengumpulkan uang dan mendirikan sekolah
> > > Kartini. Kerja sama bahu membahu antara masyarakat
> > > Belanda dan Indonesia saat itu merupakan contoh
> > > nyata suatu bagian dari perjuangan kaum etis yang
> > > disebut "Een eeresculd" (suatu hutang kehormatan)
> > > yang menjadi kenyataan bukan hanya sekedar mimpi.
> > > Jutaan Gulden telah dimanfaat oleh kaum etis untuk
> > > pembangunan program edukasi, irigasi dan emigrasi
> > > demi mensejahterakan rakyat pribumi. Jangan lupa
> > > penangangan masalah kesehatan juga bagian yang tidak
> > > terpisahkan dalam program tersebut. Pendidikan
> > > dokter Jawa yang telah dimulai tahun 1856, pada
> > > tahun 1900 -1902 dikembagkan menjadi STOVIA (School
> > > tot opleiding van Inlandsche Artsen) yang lebih
> > > tinggi nilainya.
> > >   Melihat diatas kita bertanya apakah sejak
> > > permulaan abad ke 20 artinya kolonialisme punah ?.
> > > Ternayat tidak. Mereka cuma ganti kulit.
> > > Kolonialisme Belanda kini menemukan benda unik
> > > lainnya yang amat pantas untuk diexploitir dari
> > > negeri jajahanya. Benda cair tersebut adalah minyak.
> > > Belanda tidak salah mengira, karena minyak adalah
> > > komoditi handal untuk memanjukan Nederland. Pada
> > > tahun 1883 AJ Zijler mendapat hak konsesi didaerah
> > > Langkat. Tahun 1890 dia mendirikan Koninklijke
> > > Nederlandsche Maatschappij  tot Exploitatie van
> > > Petroleum bronen  in Nederlandsch Indie. Pada tahun
> > > 1900-1905 perusahaan ini berhasil mengexpor minyak
> > > dalam jumlah besar dari berbagai daearah di Hindia
> > > (Sumatera, Kalimantan dan Jawa) keseluruh Asia.
> > > Mulai dari pelabuhan Cina di timur sampai pelabuhan
> > > India di barat. Usaha dibidang pertambangan ini
> > > dilanjutkan dengan kegiatan penyedotan hasil tambang
> > > lainnya sepertti Batu Bara, Emas, Perak, manggan,
> > > Timah dan masih banyak lagi.........
> > > 
> > > 
> > >
> > -------------------------------------------------------------------
> -----------
> > > 
> > 
> > 
> > 
> >  
> > 
> _____________________________________________________________________
> _______________
> > Never miss an email again!
> > Yahoo! Toolbar alerts you the instant new Mail arrives.
> > http://tools.search.yahoo.com/toolbar/features/mail/
> >
> 
>

Kirim email ke