CONSORTIUM NGO NORTH SUMATERA:
  Alasan Keamanan Mengada-ada
   
   
   
  Menyikapi proses pilkada Aceh Tenggara yang tertunda-tunda, Consortium NGO 
North Sumatera menilai bahwa ada rekayasa dari kelompok kepentingan tertentu  
sehingga KIP Aceh Tenggara terlambat untuk menyelesaikan tugasnya. Bahkan 
alasan keamanan yang tidak kondusif dari Kapolres Agara terkesan mengada-ada.
   
  Menurut Direktur Consortium NGO North Sumatera R. Hendy Handoyoko, proses 
penghentian Rapat Pleno KIP Aceh Tenggara terkesan dipaksakan. Yang mana hal 
ini dapat dilihat dari kondisi dilapangan saat Kapolres Aceh Tenggara meminta 
KIP Aceh Tenggara untuk menghentikan Rapat Plenonya. Permintaan Kapolres Kepada 
KIP Aceh Tenggara agar menghentikan Rapat Plenonya karena situasi keamanan yang 
tidak kondusif akibat adanya aksi unjuk rasa dari 30 orang yang menuntut 
Penghentian Penghitungan Suara, sementara sehari sebelumnya juga ada unjuk rasa 
dengan jumlah massa yang lebih besar dan tuntutan yang sama, Kapolres Agara 
tidak meminta KIP Aceh Tenggara untuk menghentikan Rapat Plenonya.
  “alasan tersebut terkesan mengada-ada. Sangat tidak logis jika Kapolres   
mengatakan situasi keamanan tidak kondusif hanya karena demo puluhan orang. 
Anehnya, informasi situasi keamanan di dapat dari KIP NAD yang tidak punya 
kredibilitas sebagai lembaga keamanan. Ada apa dengan KIP NAD dan Kepolisian?” 
tanya Tungul.
   
  Lebih lanjut Tunggul C.E. Butar butar menyatakan bahwa secara HAM, penghetian 
Rapat Pleno KIP Aceh Tenggara sudah menunjukkan adanya Diskriminasi. Karena 
penghentian tersebut sudah mengabaikan Hak-Hak dari Warga masyarakat yang 
menginginkan agar KIP Aceh Tenggara meneruskan Rekapitulasi dan Perhitungan 
serta mengumumkan perolehan suara para Kandidat.
   
  Mantan aktivis mahasiswa 98 ini, sangat sepakat dengan pernyataan Gubernur 
NAD yang mengatakan bahwa Kekisruhan Pilkada Aceh Tenggara harus diselesaikan 
secara bermartabat. Namun Tunggul menyampaikan bahwa bermartabat yang 
dimaksudkan adalah dengan menegakkan keadilan, kejujuran dan demokrasi diatas 
segalanya. 
   
  Demikian juga halnya, Tunggul juga sependapat dengan Kapolda NAD yang 
menyatakan di media massa bahwa Pilkada di Agara cukup menyedihkan.
   
  “memang sewajarnya  jika Kapolda NAD malu dan sedih melihat tersendatnya 
Pilkada di Agara, terlebih-lebih Pak Kapolda harus malu dan sedih jika melihat 
aparatnya tidak mampu mengatasi keamanan untuk mewujudkan keberlangsungan 
Pilkada” ujar Tungul.
   
  Menyikapi Aksi Demo yang dilakukan oleh ribuan Warga Aceh Tenggara pada hari 
rabu (11/4) yang menginginkan agar KIP Aceh Tenggara melanjutkan Rekapitulasi 
dan Perhitungan Suara Hasil Pilkada Aceh Tenggara, Herry Rosiyadi (Koordinator 
Tim Pemantau dari Consortium NGO North Sumatera)  menyatakan bahwa hal tersebut 
merupakan akumulasi dari mandeknya proses Demokrasi yang berjalan di Aceh 
Tenggara.
   
  “Rakyat sudah jenuh menunggu dan kejenuhan itu mereka salurkan dengan 
melakukan demo untuk menyampaikan aspirasinya ke Lembaga-lembaga yang terkait 
melalui demo ke Kantor DPR Kabupaten Aceh Tenggara”  kata Tunggul.
   
  Oleh karenanya sangat diharapkan kesigapan dari Lembaga-lembaga tersebut 
untuk menyahuti aspirasi dari warga Aceh Tenggara, sebab aspirasi yang 
disampaikan oleh warga tersebut merupakan kepedulian mereka terhadap 
pembangunan demokrasi di Aceh Tenggara. Untuk itu Menurut Herry Rosiyadi, 
Konsortium NGO North Sumatra sangat mendukung hasil temu pendapat KIP Agara, 
Panwaslih Agara  dan  Muspida Plus yang menyepakati akan tetap melanjutkan 
sidang pleno rekapiltulasi.
   
  “semakin    cepat   rekapitulasi dilaksanakan maka semakin cepat  proses 
demokrasi berjalan di Aceh Tenggara” tegas Tunggul.
   

Kirim email ke