Para pembela Abu Bujana harusnya berfikir donk...bagaimana rasanya menjadi anak 
anak dari koraban BOM BOM yang telah dirancang oleh Abu Bujana dan kawan 
kawannya. Berapa orang korban yang telah jatuh?, sehingga berapa pula anak anak 
yang kehilangan Keluarganya bisa Ibu, Bapak atau Anak itu sendiri ?, lebih 
fatalnya lagi mereka adalah orang orang yang tidak bersalah. Di Indonesia kan 
bukan sedang ada perperangan sehingga meledakan tempat public berarti banyak 
korban korban yang berjatuhan tidak BERSALAH.
  Kok...? FPI tidak membelanya kenapa ? korban yang berjatuhan juga ada yang 
muslim kan ?
  Kalau urusannya HAM lah NGEBOM sembarangan tempat kan juga melanggar HAM ? 
memangnya keturunannya Abu Bujana aja yang harus dikasihani ????..Istrinya saja 
mendramatisir saat menjenguk Abu Bujana dengan membawa semua anak anaknya ke 
kantor Polisi dan diliput oleh beberapa media yang ditayangkan terkesan 
mengenaskan....tapi kita juga harus melihat ke belakang, apa yang telah 
dilakukan oleh Abu Bujana dkk. ?, seharusnya untuk mengimbangi berita tersebut 
harus pula ditayangkan kejadian PEMBOMAN yang lalu sehingga sama sama menyayat 
hati pemirsa atau keluarga para korban berbondong bondong juga datang ke 
Polisi...jadi pemberitaan jangan hanya sepihak...hanya TUHAN lah yang paling 
tahu jalan apa yang paling benar ...
   
  Salam
   
  
ferdian setiono <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
            pelanggar HAM teriak pelanggaran HAM terhadap dirinya?
  

  ----- Original Message ----
From: Handy <[EMAIL PROTECTED]>
To: mediacare@yahoogroups.com
Cc: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, June 20, 2007 10:49:58 AM
Subject: [mediacare] Abu Dujana pantas ditembak

  Adalah pantas apabila Teroris sekelas Abu Dujana Ditembak. 

Tim Pengacara Muslim yang menuntut Den 88 tidak beralasan. Keterangan yang 
mengatakan bahwa Den 88 menembak Abu Dujana dihadapan anak2 nya adalah 
melanggar HAM terutama perlindungan anak.

Yang seharusnya dituntut ke Komisi Perlindungan Anak adalah Abu Dujana sendiri.

Dengan otak serangkaian pengeboman seperti di Bali dan  Hotel JW Marriot. 
Berapa banyak anak-anak2 yang kehilangan ayahnya yang menjadi korban pengeboman 
biadab ???

Berapa banyak anak2 yang meringis melihat ayahnya kehilangan kakinya yang dia 
ketahui pergi untuk bekerja namun, ketika pulang dengan tubuh yang cacat ??


Ayolah Tim Pengacara Muslim, kalian juga semua berfikir jangan cuma ngomong 
tapi otak gak ada.


Salam, Handy


----- Original Message ----
From: rahmad budi <[EMAIL PROTECTED]>
To: mediacare@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, June 19, 2007 8:50:48 PM
Subject: Re: [mediacare] Abu Dujana - 'Bapak Disuruh Jongkok, Terus Ditembak'

Itu praktik yang biasa

Di tayangan program kriminal televisi Anda pasi sering melihat penjahat 
berhasil ditembak polisi 
setelah mencoba usaha melarikan diri. 
Bagaimana cerita sebenarnya?
Sungguh polisi-polisi kita adalah para penembak jitu bagaikan Hunter di serial 
televisi tahun 80-an. 

Banyak penjahat yang ditangkap, lalu dibawa untuk menunjukkan di mana rumah 
teman-temannya, 
lalu di tengah jalan para penjahat itu entah bagaimana bisa kabur.
Lalu tiba-tiba muncul di televisi berjalan pincang karena pahanya tertembus 
mimis. 
Polisi bilang, penjahat ini mencoba melarikan diri.

Kepada pers, polisi mengatakan mereka telah memberi dua kali tembakan 
peringatan.
tembakan ketiga baru ditujukan ke kaki penjahat yang sedang belari!

Bayangkan betapa hebatnya bisa menembak kaki yang sedang bergerak cepat itu.

Atau mungkin urutannya berubah?
Penjahat disuruh telungkup.
Lalu tembakan pertama ke kaki
tembakan kedua dan ketiga baru ke udara. 

Atau jangan-jangan ada tarifnya juga
Mau bayar berapa?
Dua juta untuk peluru di betis
Satu juta untuk peluru di paha
Kalo cuma Rp 500 ribu peluru di lutut
Makin mahal sakitnya makin berkurang

Yang pernah liputan metropolitan pasti tahu cerita-cerita seperti itu.
Kata polisi, yah, residivis kagak kapok-kapok.
Biar kapok perlu ditembak.
Kalo sudah bosan, matiin saja.
Tokh mereka beban masyarakat.






On 6/19/07, edi santoso <[EMAIL PROTECTED] co.id> wrote:
Kutipan dari Republika, kita bisa membayangkan trauma istri dan anak dari Abu 
Dujana.  

salam jujur
santo



19 Juni 2007 
'Bapak Disuruh Jongkok, Terus Ditembak' 
dri 

JAKARTA -- Perjalanan bersama ayah dan dua adiknya, Sabtu (9/6) siang itu, 
tampaknya menjadi pengalaman paling traumatis dalam hidup Sidiq Abdullah Yusuf 
(8 tahun). Sidiq melihat sang ayah --Yusron Mahmudi alias Abu Dujana yang 
ditetapkan Polri sebagai tersangka teroris-- ditembak dari jarak dekat oleh 
anggota Detasemen Khusus 88 (Antiteror) Mabes Polri. 
''Bapak disuruh turun dari motor, disuruh jongkok, terus ditembak dari 
belakang,'' ujar Sidiq pelan, ketika datang ke Mabes Polri bersama ibunya, Sri 
Mardiyati (35 tahun), dan rombongan keluarga, Senin (18/6). 
Sidiq berkisah, siang itu Yusron bersama dia serta dua adiknya, Salman Faris 
Abdul Rahman (6 tahun) dan Hilma Sofia (2,5 tahun), pergi untuk menonton 
pemilihan kepala desa di lapangan Desa Kebarongan, Kec Kemrajen, Kab Banyumas, 
Jateng. Sekitar 100 meter dari rumah, di suatu perempatan, kata Sidiq, sepeda 
motor ayahnya tiba-tiba dipepet pengendara sepeda motor lainnya. 
Ketiganya pun secara bersamaan terjatuh dari motor. Bahkan, Hilma yang saat itu 
membonceng di depan Yusron, sempat tertindih motor. ''Habis itu, aku dipegangi 
oleh orang itu,'' ujar Sidiq yang tampang polosnya menyiratkan trauma belum 
hilang darinya. Hanya kalimat-kalimat pendek yang bisa dikutip wartawan dari 
mulut Sidiq. 
Pengakuan Sidiq kepada Tim Pengacara Muslim (TPM) tak kalah mencengangkan. 
Menurut Qadhar Faisal, salah satu kuasa hukum keluarga Yusron, tidak hanya 
Sidiq yang melihat ayahnya ditembak dari jarak dekat. Dua adik Sidiq, kata 
Qadhar, juga ikut melihat ayah mereka tak berdaya ditembus timah panas, sebelum 
akhirnya mereka masuk kembali ke rumah. ''Saat lari, Sidiq mendengar empat kali 
tembakan, Salman tiga kali,'' kata Qadhar. 
Sri Mardiyati yang kemarin datang ke Mabes Polri sambil menggendong Hilma, 
menambahkan, tak lama setelah tiga anaknya sampai di rumah, beberapa petugas 
menjemput keluarganya. Lalu, mereka dibawa ke sebuah hotel di Yogyakarta. Sejak 
saat itu, Mardiyati dan anak-anaknya tidak pernah lagi bertemu Yusron. 
''Saya tidak kenal Abu Dujana, suami saya bernama Yusron atau dikenal Ainul 
Bahri,'' tegas Mardiyati ketika wartawan menanyakan sejauh mana kedekatannya 
dengan Abu Dujana. 
Dia yakin, proses penangkapan polisi terhadap suaminya yang dianggap tersangka 
teroris, hanyalah rekayasa untuk memuaskan dunia Barat. Suaminya, kata 
Mardiyati, hanyalah pengrajin tas biasa. ''Saya menyangkal semua yang diekspose 
media.'' 
Merasa proses penangkapan Yusron melanggar HAM, Qadhar akan mempraperadilankan 
Kapolri, Jenderal Sutanto, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Surat gugatan 
praperadilan akan didaftarkan pada Rabu (20/6). 
Pelanggaran HAM, katanya, terjadi karena ketika ditembak, Yusron tidak memegang 
senjata, tak mencoba melarikan diri, tidak melawan, dan bukan pelaku tindak 
pidana. Terlebih, penembakan Yusron disaksikan langsung ketiga anaknya. 
Sebelumnya, Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Bambang Hendarso Danuri, menegaskan 
tidak ada rekayasa dalam proses penangkapan teroris. Bambang mengatakan, bisa 
mempertanggungjawab kan aksi penggerebekan teroris secara hukum. 


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republik a.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republik a.co.id/Cetak_ detail.asp? 
id=297115&kat_id=3





Web:
http://groups.yahoo.com/group/mediacare/

Klik: 

http://mediacare.blogspot.com

atau

www.mediacare.biz

====================
Untuk berlangganan MEDIACARE, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Yahoo! Groups Links









  
---------------------------------
  The fish are biting.
Get more visitors on your site using Yahoo! Search Marketing.  

         

       
---------------------------------
Got a little couch potato? 
Check out fun summer activities for kids.

Kirim email ke