NOTE: Aku mohon maaf bila posting ini menyinggung perasaan atau kurang berkenan 
di hati,
terutama---bisa jadi---kepada teman-teman non-Muslim.


[HALAMAN GANJIL] 

BERHUBUNGAN LIMA KALI SEHARI
----------------------------
---Anwar Holid


: jika esai ini gagal jadi renungan, tentu ia berubah jadi propaganda.



Karena Islam mewajibkan pemeluknya (Muslim) shalat lima kali sehari---bahkan 
sangat disarankan
lebih dari itu---tentu wajar bila muncul kesimpulan bahwa hubungan antara 
pribadi (persona) dengan
Allah (i.e. Tuhan) mestinya sangat dekat dan intim, karena kedua belah pihak 
membangun hubungan
sangat sering dan erat. Bayangkanlah bila seorang lelaki menghubungi seorang 
perempuan lima kali
sehari bahkan lebih dari itu (dan sebaliknya); dijamin mereka lama-lama saling 
tertarik, tambah
akrab, dan kemungkinan saling mencintai merupakan keniscayaan. Kecuali salah 
satu tak cocok atau
menolak, pihak yang berhubungan lima kali sehari bisa dipastikan berakhir 
dengan jatuh cinta.
Kalau sudah berusaha keras tetap saling menolak atau tak cocok, lebih baik 
hubungan dihentikan,
karena pasti itu berarti bertepuk sebelah tangan. Begitu juga bila ada seorang 
suami yang jadi
week-end husband dan setiap hari dia mengirim instant messenger via Internet ke 
gadis kenalannya
alih-alih pada istrinya yang tinggal di rumah di lain kota; dijamin dalam tiga 
belas hari kemudian
mereka jadi pasangan selingkuh kalau bukan siap-siap mengadakan pertemuan buat 
zina, dan tunggulah
sebentar kemudian gadis itu jadi madu perkawinan.

Baru-baru saja hal ini terpikir olehku. Bila Islam mewajibkan pemeluknya shalat 
lima kali sehari,
tentu ada sesuatu yang luar biasa penting dari hal itu. Kenapa seorang Muslim 
mesti menghubungi
Tuhan lima kali sehari, sementara untuk makan saja tak ada aturan khusus? 
Menurut sebuah adagium,
Muslim hanya perlu makan begitu lapar namun harus berhenti sebelum kenyang. 
Sangat sederhana dan
fleksibel. Lain dengan shalat: kamu harus mengingat, memuja, menyembah, 
berserah diri lima kali
sehari. Sangat keras dan sudah sepantasnya ditegakkan begitu panggilannya 
berkumandang. Aku pernah
dapat spam yang mengibaratkan shalat itu merupakan jadwal keberangkatan 
pesawat. Bila terlambat
satu detik saja, pesawat sudah terbang meninggalkanmu. Tiada maaf bagimu meski 
kamu punya tiket
terbang, dan tiket itu akhirnya usang, nggak bisa diuangkan. Mereka malas 
menunggu kamu yang
barangkali terlambat karena menolong nenek-nenek keserempet motor ugal-ugalan. 
Toleransinya nol.
Sementara kesalahan ada di pihakmu. Karena itu tunaikanlah shalat tepat waktu, 
siapa tahu kamu
terlambat mengerjakan sedetik saja gara-gara didahului oleh kedatangan malaikat 
Izrail. Kalau
sudah begitu fatal; kamu kalah selangkah mengerjakan amal baik.

Kenapa Muslim perlu berhubungan dengan Tuhan sesering itu? Pertanyaan ini juga 
masih merupakan
tanda tanya besar buat aku sendiri dan harus terus dijadikan semangat untuk 
eksplorasi. Sejauh ini
aku mengerjakan shalat dengan kesadaran umum, bahwa itu sebuah kewajiban. Kalau 
aku gagal
mengerjakan kewajiban, aku berdosa, dan kalau berdosa, besar kemungkinan aku 
saat di akhirat nanti
masuk neraka. Dan alangkah sulit mengelak dari dari kubang neraka kecuali aku 
diberkahi kasih
sayang Tuhan. Lain itu tidak ada. Shalat adalah shalat, dan kalau aku entah 
kebetulan atau sengaja
meninggalkan kewajiban itu, paling timbul kegelisahan sebentar untuk kemudian 
tenggelam dalam arus
dunia. Dalam hal menunaikan shalat, kaum Muslim Syiah punya konsep menarik, 
yaitu shalat yang
gagal ditunaikan harus dibayar lain waktu. (Konsepnya mirip kewajiban membayar 
puasa Ramadhan).
Kita boleh bayar shalat yang ditinggalkan itu baik pada waktu shalat berikutnya 
atau pada waktu
yang sama di lain hari. Memang betul setiap kali selesai menunaikan shalat 
seorang Muslim lega
atau tenang, tapi tampaknya ada sesuatu yang lebih luhur atau ilahiah dari itu 
semua. Apakah itu,
silakan renungi bersama dan bagikan pada kita semua bila Anda temukan khazanah 
jawabannya. Aku
sendiri akan dengan hati menerima wawasan itu.

Selain semata-mata mesti taat atau berserah diri, bisa jadi Muslim wajib shalat 
lima kali sehari
karena dia harus senantiasa menumbuhkan perasaan bertuhan atau butuh Tuhan. 
Bayangkan saja; sejak
bangun dini hari, kira-kira pukul 04.30 BBWI, dia harus subuhan; tengah hari 
ketika pukul 12.00
siang dia harus shalat zhuhur; kemudian menjelang sore, kira-kira pukul 15.15, 
datang waktu ashar;
begitu matahari tergelincir pada pukul 18.00-an maghrib datang; dan isya jadi 
penutup shalat
ketika malam menjelang. Di antara waktu itu, entah siang apalagi tengah malam 
dan sesudahnya,
seorang Muslim akan sangat dimulaikan bila mau menunaikan shalat tambahan, 
namanya shalat sunnah.
Gila, ternyata hidup seorang Muslim dikungkung oleh berbagai jenis shalat dan 
alangkah lambat
kesadaran itu muncul dalam diriku! Kalau bukan hendak mendekatkan diri antara 
makhluk yang fana
dengan pencipta yang Mahamulia, satu sama lain, apalagi coba maksud shalat?

Pada dasarnya, shalat itu doa. Kalau bukan permintaan atau permohonan, doa itu 
harapan. Semua
bacaan shalat kalau bukan berisi puja-puji kepada Allah dan penegasan berserah 
diri, sisanya
adalah doa-doa manusia kepada Tuhan yang Mahakuasa. Doa waktu shalat jenisnya 
macam-macam,
termasuk mohon keselamatan, ampunan, menguatkan iman, bahkan rezeki. Kepada 
sang Maha Pencipta dan
Mahakuasa, semua makhluk boleh minta apa saja. Jangankan seorang lelaki hendak 
minta istri kedua
atau ketiga, Sulaiman saja berdoa seperti ini: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan 
anugerahkanlah
kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang pun sesudahku, sesungguhnya 
Engkaulah Yang Maha
Pemberi." Seseorang minta kerajaan (tentu saja lengkap berikut seluruh isi, 
beserta warga negara
dan kekuasaan) pun dikabulkan, apatah lagi cuma sekadar Honda City atau 
ketenangan batin.
Kehidupan, oksigen, matahari, hari cerah, dan lain-lain juga sudah disediakan 
gratis oleh
Tuhan---tanpa perlu diminta. Apa bedanya Anda dengan Sulaiman, selain bahwa 
Sulaiman anak Raja
Daud dan Anda barangkali anak pungut? Tuhan tak membedakan makhluk berdasar 
keturunan. Apalagi
setelah shalat; wah, seorang manusia betul-betul dibebaskan mau bilang apa saja 
pada Tuhan. Entah
memanjatkan syukur, meminta petunjuk, menyadarkan diri sendiri, menenangkan 
pikiran, kesembuhan,
mendoakan orang lain, menenteramkan hati yang gelisah, melegakan beban di hati, 
termasuk mengadu
dan kembali berdoa terus-menerus. Apalagi harapan seorang manusia yang paling 
luhur yang dilarang
dipanjatkan kepada Tuhan? Kepada Allahlah manusia diperkenankan meminta; dan 
Tuhan sendiri sudah
menyatakan diri sebagai tempat meminta. Karena aku tak tahu, barangkali hanya 
meminta mukjizat
yang dilarang.

Jadi jelas ada alasan besar kenapa seorang Muslim wajib menghadap Tuhan. 
Membosankan memang.
Bayangkan saja bila Anda, seorang bawahan, rutin harus terus-menerus menghadap 
atasan lima kali
sehari. Boleh jadi Anda dimarah-marahi, ditegur, diperingati, diberi tugas, 
diminta
pertanggungjawaban oleh atasan; tapi ketika hendak dipromosikan, diselamati, 
diberi bonus, dipuji,
Anda juga diminta bertemu dengan atasan. Mungkin lain efeknya bila shalat kita 
ibaratkan sebagai
bersetubuh lima kali sehari dengan pasangan sah kita. Rasanya akan 
senang-senang saja. 

Kalau begitu ceritanya, tak ada alasan untuk menghindar dari Dia: dalam keadaan 
sulit atau lega,
seorang Muslim harus tetap bertemu Tuhan. Mau dalam keadaan babak belur atau 
jengkel, difitnah,
dijelek-jelekkan, kalah, apalagi berdosa... Muslim harus kembali menunaikan 
shalat. Mau bersyukur,
bertobat, melepaskan beban batin, membersihkan kotoran hati... hal-hal sejenis 
itu boleh dilakukan
setelah shalat. Seorang Muslim diharamkan cari alasan menghindari shalat. 
Meninggalkan shalat itu
toleransinya nol---kecuali dia mabuk; sedangkan mabuk hukumnya haram. Jadi mau 
kita terpaksa,
sempit waktu, khawatir dianggap munafik atau ingin dipuji... lakukankah 
kesempatan itu. Sekadar
menghadapkan wajah pada Tuhan dan kalau sempat tersenyumlah: halo Tuhan, ini 
aku, aku hendak
menghadap engkau. Berkahilah aku; terima kasih hari ini engkau telah 
menyelamatkan aku dan
selamatkanlah aku di masa depan. 

Aku pernah dengar ada seorang Muslim menyerahkan semua yang dia dapat dalam 
kehidupan ini kembali
pada Tuhan, dia lakukan terutama setelah shalat, entah peristiwa itu membuatnya 
sulit dan sesak
maupun senang. Apa hal seperti itu menarik kita ketahui? Bisa jadi, menariknya 
ialah shalat bisa
dijadikan ukuran kedekatan seseorang dengan Tuhan. Apa menariknya orang dekat 
dengan Tuhan? Wah...
ya itu tadi. Setidaknya bila dekat dengan Tuhan, andai malas mengaitkan shalat 
dengan hal gaib,
supranatural, atau mistik, dia bisa meminta ketenangan atau apa saja. Shalat 
boleh dijadikan
alasan sebagai terapi, latihan mental, disiplin, memohon petunjuk, kerinduan 
berhubungan dengan
Tuhan, menguatkan usaha, minta hujan, memohon keselamatan, atau melumerkan 
kekerasan hati calon
istri atau mertua. Tambahi lagi menurut Anda. Itu semua merupakan efek dari 
kewajiban lima kali
sehari yang ditunaikan sebisa mungkin, dengan tulus, atas nama Tuhan yang Maha 
Pengasih dan
Penyayang.

Shalat mengakibatkan seorang Muslim sebentar-sebentar harus berhubungan dengan 
Tuhan. Bayangkan
bila seorang Muslim betul-betul konsisten berhubungan dengan Tuhan. Tentu 
waktunya penuh terisi
oleh pikiran tentang Allah. Celah memikirkan selain Tuhan tertutup. Ini mirip 
sekali dengan orang
yang sering-sering rutin chatting dengan seseorang tertentu; lama-lama 
pikirannya terkuras hanya
memikirkan dia, dia mempersembahkan banyak hal untuk dirinya, termasuk rela 
melakukan apa pun
untuk dirinya. Jelas dia bakal terbimbing dalam jalan lurus Allah, yang dalam 
Islam dinamai 'sirat
al-mustakim.' Dirinya meluap-luap oleh Allah; cukuplah Allah memuaskan dirinya, 
sedangkan dunia
dengan segala isi dan peristiwa jadi tempat bercocok tanam amal baik yang bakal 
dipanen pada hari
kemudian; tempat dia menjalankan 'sirat al-mustakim.' Optimismenya pelaku 
shalat terhalang dari
keburukan atau adat dan akhlak jelek. Coba hentikan dulu sinisme klise seperti 
ini: Banyak tuh
orang yang rutin shalat tapi korup, tetap zina, mengabaikan anak yatim, tega 
menyiksa orang lain,
atau berbohong pada publik dan orang lain, tak menolong orang miskin. Benar, 
memang ada orang
Muslim seperti itu. Tapi itu cerita lain. Nanti akan dibahas khusus, bila 
mampu, dalam tulisan
lain. Tulisan ini ingin fokus pada maksud 'menunaikan shalat.' 

Karena sebentar-sebentar orang harus berhadap-hadapan dengan Tuhan, tumbuh 
sejenis penasaran dalam
dirinya, kenapa aku harus senantiasa condong pada Dia, bukankah aku bebas 
melakukan apa pun yang
aku inginkan? Oh, ternyata hubungan itu mendorong aku berbuat kebaikan, malu 
bila melakukan
keburukan. Kebaikan makin membuat aku merasa akrab dengan Dia sementara 
keburukan membuat aku
gelisah, bersalah, asing, jauh. Shalat tampak akan membuat orang terus ada 
dalam 'gelombang'
Tuhan, terpantau dalam jalan Dia, diperingati, kemudian gelombang itu melebar 
dalam rentang amat
luas, membuat orang leluasa mengerjakan amal baik.

/*/

Wah! Di luar dugaan aku bisa sedikit sukses menulis tentang shalat, meski 
sesekali luput aku
tegakkan (misal karena ketiduran atau merasa malas mencari tempat dan akhirnya 
terabaikan). Sambil
menulis ini, pikiranku bertanya-tanya, ada berapa banyak arsip tentang shalat 
dalam folderku...
Aku selidik, ternyata hanya satu dua. Kalah jauh dengan arsip tentang perbukuan 
atau album musik.
Ini tentu terjadi karena keyakinan bahwa sebagai seorang Muslim aku merasa 
sudah tahu luar-dalam
tentang shalat. Hapal dalam kepala; mungkin mendarah daging. Bisa jadi begitu. 
Secara mendasar,
setiap Muslim aku yakin pasti tahu kewajiban dan keutamaan shalat. Kok yakin? 
Ya iyalah, sebab aku
tahu shalat itu nomor dua. Loh kok? Maksudnya nomor dua setelah syahadat, 
menyatakan diri sebagai
Muslim.

Berkenaan tentang shalat ini kaum Muslim punya slogan yang mudah sekali 
ditemukan baik dalam
bentuk stiker atau grafiti, di mobil angkot atau gerobak tukang pulung, 
bunyinya: SHALATLAH,
SEBELUM KAMU DISHALATKAN. Kalau kita sulit menemukan slogan itu di hotel, mobil 
sedang dan mewah,
spanduk, di tengah-tengah keriaan acara televisi, bisa jadi itu tanda orang 
makin malas
berakrab-akrab dengan Tuhan. Ya... begitu deh.[]1:30 31/07/2007



Menulis adalah sejenis doa yang terus membantuku mencapai dan menaklukkan hidup 
tanpa merasa ditaklukkan olehnya.
---© Kate M. Brausen
Esai, fiksi, resensi, dan lebih banyak hal ada di 
http://halamanganjil.blogspot.com 

/*/

Anwar Holid, eksponen TEXTOUR, Rumah Buku Bandung. Penyunting di sebuah 
penerbit.

Kontak: Jalan Kapten Abdul Hamid, Panorama II No. 26 B Bandung 40141 | Tel.: 
(022) 2037348 | SMS: 08156140621 | E-mail: [EMAIL PROTECTED]


       
____________________________________________________________________________________
Moody friends. Drama queens. Your life? Nope! - their life, your story. Play 
Sims Stories at Yahoo! Games.
http://sims.yahoo.com/  

Kirim email ke