Saya suka heran kok tiap kali kita bicara tentang kritik internasional tentang pemimpin korup di negeri ini, selalu disangkut-pautkan dengan "harkat dan martabat bangsa." Betul-betul tak mampu membedakan mana individu dan mana negara, dan masih berpikir dengan gaya feudal: raja dan negara adalah tunggal. Nah, kalo Jakgung-nya aja ikut-ikutan pakai paradigma berpikir seperti ini, gimana mau menghrapakan pengusutan yang serius dan all out?
manneke -----Original Message----- > Date: Mon Sep 24 01:22:38 PDT 2007 > From: "Merapi 08" <[EMAIL PROTECTED]> > Subject: [mediacare] * Jakgung Request ke Bank Dunia Soal Soeharto etc > To: mediacare@yahoogroups.com > > * Jakgung Request ke Bank Dunia Soal Soeharto etc > Jawapos - Senin, 24 September 2007 > > JAKARTA - Jaksa Agung (Jakgung) Hendarman Supandji tetap optimistis > bisa melacak aset-aset negara yang diduga hasil korupsi mantan > Presiden Soeharto di luar negeri. Untuk itu, pemerintah segera > mengajukan request ke Bank Dunia untuk menelusuri aset-aset tersebut. > > "Secepatnya kita mengajukan request ke Bank Dunia. Ini agar harta > negara yang diduga ditransfer mantan Presiden Soeharto ke luar > negeri bisa segera dilacak," ujar Hendarman usai berbuka puasa di > kediaman Menkes Sabtu (22/9). Menurut dia, pemerintah mengajukan > request karena mekanismenya memang harus meminta izin ke Bank Dunia. > > Hendarman mengatakan, pelacakan aset Soeharto tersebut sangat > penting karena daftar yang dirilis The Stolen Asset Recovery (StAR) > Initiative tidak detail. Datanya sebatas asumsi bahwa sejumlah > pejabat tinggi dunia, termasuk Soeharto, menggelapkan pajak dan > mengumpulkan uang suap. > > Ketua Umum Gerakan Masyarakat Peduli Harta Negara (Gempita) Albert > Hasibuan mendukung upaya Kejaksaan Agung menindaklanjuti laporan > StAR Initiative. Lembaga itu dibentuk PBB dan Bank Dunia terkait > aset mantan Presiden Soeharto di sejumlah bank di luar negeri. > Sebab, isi dokumen tersebut bisa menjadi petunjuk awal terjadinya > penghimpunan uang haram semasa kepemimpinan Soeharto. > > Menurut Albert, kejaksaan harus menjadikan dokumen Bank Dunia > sebagai bahan penyelidikan. Itu terutama untuk memperkuat pembuktian > kasus perdata atas berbagai dugaan korupsi Soeharto. > > "Kasus (pidana) Soeharto memang telah dihentikan. Tetapi, sekarang > ada upaya perdata untuk mengembalikan kerugian negara. Nah, dokumen > Bank Dunia itu harus dimanfaatkan," kata Albert yang dihubungi koran > ini kemarin. > > Albert mengklaim, sebagian isi dokumen Bank Dunia, termasuk Prakarsa > PBB dalam StAR Initiative, merupakan masukan Gempita. Isinya pernah > dilaporkan ke kejaksaan di era Jaksa Agung Andi M. Ghalib. "Tetapi, > tidak berlanjut dalam proses hukum sampai ada perkembangan program > StAR Initiative," ujar Albert. Gempita, menurut Albert, memaklumi > kuatnya intervensi politis kala itu sehingga masukannya tidak > bergulir di meja hijau. > > Ditanya tentang isi pengaduan Gempita ke kejaksaan, Albert menjawab, > sebagian berisi aset Soeharto di luar negeri. "Ada di Selandia Baru. > Yang lain aset properti di London, Inggris," jelasnya. > > Dari penelusuran koran ini, kantor berita AFP pada 26 April 2000, > pernah memberitakan kesediaan Menlu Selandia Baru Phill Goff > membantu mengamankan aset keluarga Soeharto yang disimpan di > negaranya. Soeharto melalui putranya, Tommy Soeharto, pernah > memiliki Hotel Alpine senilai jutaan dolar AS di South Island, > Selandia Baru. Pada 2000, keluarga Soeharto menjual properti itu > kepada seorang warga Singapura. > > Di tempat terpisah, mantan Jaksa Agung Andi M. Ghalib menolak > mengomentari informasi terkait kasus korupsi Soeharto itu. Termasuk > dokumen Bank Dunia berisi aset Soeharto di luar negeri. "Ini masalah > sensitif, masalah pemimpin bangsa. Saya tidak bisa bicara asal- > asalan. Ini terkait harkat dan martabat bangsa," kata Andi yang > dihubungi koran ini tadi malam. > > Ketua jaksa pengacara negara (JPN) gugatan kasus Soeharto, Dachmer > Munthe, mengatakan, kejaksaan siap menindaklanjuti dokumen Bank > Dunia sebagai materi pembuktian perdata kasus korupsi Yayasan > Supersemar. "Sepanjang ada relevansinya, mengapa tidak? Kalau ada > kaitannya, tentu akan ditindaklanjuti di persidangan. Kami justru > merasa terbantu dalam proses pembuktian," terang Dachmer kemarin. > Meski demikian, Dachmer mengaku belum menerima instruksi jaksa agung > untuk menindaklanjuti dokumen Bank Dunia tersebut. > > Sementara itu, Direktur Perdata pada Jaksa Agung Muda Perdata dan > Tata Usaha Negara (Datun) Yoseph Suardi Sabda mengatakan, perlu > kajian mendalam terhadap data Bank Dunia sebelum menjadikannya > sebagai materi pembuktian di persidangan. "Dalam kajian tersebut, > harus diidentifikasi kasus hukumnya terlebih dahulu," jelas Yoseph. > > Dia menambahkan, jika hanya melansir data dari media massa dan LSM, > kejaksaan sulit mengembalikan aset Soeharto. Sebab, data tersebut > masih mentah dan belum dapat disebut fakta yuridis. "Bank Dunia dan > PBB seharusnya merinci lebih detail jumlah dan di mana harta > tersimpan serta mengidentifikasi pelanggaran hukumnya. Dengan > demikian, harta kekayaan itu dapat dikembalikan ke negara," ujarnya. > > Todung M. Lubis, ketua dewan pengurus Tranparency International > Indonesia (TII), mengatakan, sebagian dokumen Bank Dunia merupakan > hasil temuan kantor pusat Transparency International (TI) di Berlin, > Jerman. Namun, Todung yang menjadi pengurus perwakilan di Indonesia > mengatakan tidak pernah tahu isi temuan TI tersebut. "Saya belum > baca, tetapi idealnya kejaksaan memang harus menindaklanjuti," kata > Todung. > > Kerja Sama Bilateral > > Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional (HPI) Deplu Eddy Pratomo > mengatakan, pemerintah masih harus bekerja keras jika ingin > membongkar kasus dugaan korupsi yang dilakukan mantan Presiden > Soeharto. Pasalnya, daftar yang dirilis StAR Initiative hanya > sebatas penguatan kapasitas. Itu pun tidak spesifik pada kasus > Soeharto. > > Meski begitu, dia menambahkan, peluang menarik aset negara yang > diduga dilarikan mantan Presiden Soeharto ke luar negeri masih > terbuka. Caranya, pemerintah harus membuat perjanjian bilateral > dengan negara tempat aset tersebut diduga disimpan. > > "Kita harus membuka kerja sama dan menyepakati MLA (Mutual Legal > Assistance) dengan negara tempat diduga aset negara dilarikan," > jelas Eddy Pratomo di Jakarta kemarin. > > "Bentuknya nanti sebatas pelatihan teknis tentang penelusuran dan > pengusutan aset negara yang diduga dikorupsi pejabat maupun mantan > pejabat negara," ujarnya. > > Bukan hanya itu. Data tentang dugaan pelarian aset hasil korupsi > juga harus dikumpulkan pemerintah setempat. > > "Tapi, pelatihan itu tetap kita butuhkan karena mungkin mereka (PBB, > Red) menganggap aparat penegak hukum kita masih lack of expertise, > terutama dalam hal pelacakan aset negara di luar negeri," paparnya. > (agm/nue) > =================== > http://www.tempointeractive.com/hg/nasional/2007/09/24/brk,20070924- > 108256,id.html > > * Sidang Soeharto Diwarnai Intervensi > Senin, 24 September 2007 | 14:49 WIB > > TEMPO Interaktif, Jakarta:Sidang gugatan perdata pemerintah terhadap > Yayasan Supersemar dan bekas presiden RI, Soeharto digelar di > Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (24/9). > > Dalam persidangan yang dipimpin hakim Ketua Wahjono diwarnai dengan > adanya gugatan intervensi dari para penerima beasiswa. Namun, > pemerintah yang diwakili oleh tim jaksa pengacara negara menganggap > bahwa gugatan intervensi tidak tepat. > > "Gugatan intervensi salah kaprah," ujar Ketua tim Jaksa Pengacara > Negara, Dachamer Munthe, usai persidangan di Jakarta, Senin (24/9). > > Kejaksaan Agung melayangkan gugatan perdata kepada penguasa orde > baru Soeharto sebagai tergugat II dan Yayasan Supersemar tergugat I. > Dalam gugatannya, kejaksaan menuntut ganti rugi materil sebesar US$ > 425 juta dan Rp 185 Miliar, sedangkan tuntutan imateril yang > diajukan kejaksaan senilai Rp 10 Triliun. > > Saat persidangan berlangsung, Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima > Beasiswa Supersemar (KMA-PBS) membacakan permohonan untuk melakukan > gugatan intervensi dalam kasus perdata Yayasan Supersemar dan > Soeharto. > > Muhammad Yuntri, kuasa hukum penerima beasiswa, menyatakan mereka > secara emosional yang cukup kuat dengan yayasan supersemar. Sebab, > kata dia, KMA-PBS merupakan bagian dari laporan tertulis dari > Yayasan Supersemar, baik dari segi keuangan maupun non keuangan. > > "Kami pasti tertulis dalam laporan yang dijadikan dasar bukti > kejaksaan dalam menggugat yayasan Soeharto," ujarnya. > > Menurut Yuntri, Yayasan Supersemar merupakan lembaga sebagai publik. > Sehingga, gugatan intervensi bertujuan agar semua fakta hukum dan > putusan pengadilan tidak merugikan para penerima beasiswa. > > "Kami tidak berpihak pada iapaun, namun kami amati juga keduanya, > yang merugikan kami akan menjadi lawan kami," katanya. Yuntri > menambahkan, KMA- PBS, diklaim mewakili satu Juta penerima beasiswa. > > Menanggapi hal itu, Dachamer Munthe mengatakan jika gugatan yang > dilayangkan oleh pemerintah tidak akan mengganggu stabilitas > pemberian beasiswa. "Hal itu jelas dipikirkan," ujarnya. > > Dari awal, kata Dachmer, objek gugatan itu adalah pelanggaran hukum > yang dilakukan oleh penguasa orde baru,Soeharto. Pemerintah > berencana untuk membersihkan hak penerima beasiswa dari penyimpangan > dananya. "Namun terserah mereka dan keputusan hakim nantinya," > ujarnya. > > Sementara itu, pengacara Soeharto, Mohammad Assegaf, menyatakan sah > saja jika nanti hakim memutuskan bahwa pihak intervensi bisa masuk > dalam struktur gugatan. Bahkan, menurut dia, intervensi menunjukkan > betapa Yayasan ini sangat dicintai oleh masyarakat. "Kami akan > melihat dulu arah intervensinya," katanya. > > Sandy Indra Pratama > > ? Sidang Soeharto Diwarnai Intervensi > ==================== > * Kasus BPPC Tak Ditarget Tiga Bulan > Kompas - Senin, 24 September 2007 > > Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman, pekan > lalu, menyatakan, sejumlah perkara dugaan korupsi ditargetkan bisa > dilimpahkan ke pengadilan selambat-lambatnya tiga bulan ke depan. > Perkara itu adalah dugaan korupsi dalam pemberian kredit Bank > Mandiri kepada PT Oso Bali Cemerlang, pengambilalihan aset kredit PT > Kiani Kertas oleh Bank Mandiri, dugaan korupsi di proyek Otorita > Asahan, penjualan dua kapal tanker raksasa atau very large crude > carrier, dan pengucuran kredit CBC Mandiri dalam pembelian kapal. > > Dugaan korupsi di Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) tak > termasuk dalam daftar perkara yang ditargetkan selesai dalam tiga > bulan itu. Padahal, dalam dugaan korupsi dana Kredit Likuiditas Bank > Indonesia (KLBI) di BPPC itu, Hutomo Mandala Putra sudah ditetapkan > sebagai tersangka. > > Anggota Komisi III DPR, T Gayus Lumbuun, Sabtu (22/9), berpendapat, > mestinya jaksa memberi perhatian besar pada dugaan korupsi dana KLBI > Rp 175 miliar oleh pengurus BPPC. "Soal cengkeh itu terkait > kepentingan rakyat dan ekonomi nasional. Kejaksaan Agung harus fokus > menangani kasus korupsi," kata anggota Fraksi Partai Demokrasi > Indonesia Perjuangan itu. > > Gayus juga mengingatkan rencana Kejagung memeriksa Nurdin Halid, > mantan Direktur Utama Pusat Koperasi Unit Desa Hasanuddin, dalam > perkara dugaan korupsi di BPPC itu. (idr) > ============================== > KOMPAS - Senin, 24 September 2007 > > Apakah Pengadilan Itu? > Satjipto Rahardjo > > Putusan Mahkamah Agung yang menghukum majalah Time untuk > membayar ganti rugi kepada mantan presiden Suharto sebesar Rp 1 > triliun menggugah pikiran kita untuk mempertanyakan "apakah > sebenarnya pengadilan itu"? > > Apakah pengadilan itu sebuah gedung yang megah? Apakah > pengadilan merupakan tempat berhimpun sejumlah orang arif dan > bijaksana? Apakah di pengadilan keadilan diberikan? Apakah > pengadilan merupakan bursa putusan? Ataukah pengadilan merupakan > tempat jual-beli perkara? Atau apa? > > Nurani pengadilan > > Pada 6 Juni 2000 Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membuat > putusan yang menolak gugatan mantan Presiden Soeharto terhadap > majalah Time, yang menurut pendapatnya telah mencemarkan nama baik > dengan mengumumkan sejumlah besar kekayaannya di dunia. Putusan PN > itu dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, 16 > April 2001. > > Ada sebuah adegan kecil, yang dituturkan Hamid Awaludin, saat > Ketua Majelis PN Jakarta Pusat Sihol Sitompul usai membacakan > putusannya. Sesudah mengetokkan palu, ia menengok ke salah seorang > anggota tim pengacara Soeharto, seraya menggelengkan kepala, > berkata, "I am sorry, I cannot help you." (Awaludin, 2001). > > Putusan itu dielu-elukan masyarakat sebagai tonggak sejarah > kebebasan pers di negeri ini. Memang banyak hal luar biasa dilakukan > Majelis?Sihol Sitompul, Endang Soemarsih, dan Endang Sri Murwati? > yang menolak semua gugatan mantan Presiden Soeharto itu. > > Tujuh tahun kemudian (31/8/2007) Mahkamah Agung mengabulkan > kasasi yang diajukan Soeharto serta Time harus membayar Rp 1 triliun > dan meminta maaf. > > Berdasarkan pengamatan terhadap berbagai putusan pengadilan > itu, saya sulit mengatakan, pengadilan kita benar-benar memiliki > nurani (conscience of the court). Saya tidak melihat adanya garis > pikiran yang jelas yang dapat disebut nurani pengadilan. > > Mafia pengadilan > > Pada hemat saya, reformasi pengadilan tidak hanya berhenti > pada usaha memberantas mafia di pengadilan. Seandainya suatu saat > mafia dan korupsi di pengadilan bisa ditaklukan, lalu apa? Adakah > reformasi selesai sampai di situ? Masih ada agenda besar, antara > lain membuat pengadilan menjadi suatu lembaga dan kekuasaan yang > benar-benar berwibawa karena memiliki nurani. > > Ketika Purwoto S Gandasubrata dilantik sebagai Ketua MA tahun > 1993, saya berharap agar kita mempunyai pengadilan yang memiliki > nurani ("Pengadilan-pengadilan Purwoto", Kompas, 4/1/1993). Saya > berharap agar Ketua MA yang baru dapat berperan sebagai pemimpin > yang membawa berbagai pengadilan Indonesia menuju pengadilan yang > berwibawa dan memiliki nurani. Namun, rupanya jalan masih amat > panjang dan sekian puluh tahun kemudian harapan itu belum juga > terpenuhi. > > Amat bagus jika kita mendengarkan kata-kata seorang Hakim > Agung Amerika legendaris, Oliver Wendell Holmes (Holmes, 1963). > Hukum itu bukan logika, demikian tutur Holmes, tetapi kuyup dengan > pengalaman sang hakim dalam berinteraksi dengan masyarakatnya. > > Pengalaman itu tidak dapat diwadahi dalam skema-skema logika > karena ia bukan buku matematika. Seorang hakim hendaknya dapat > merasakan berbagai desakan dari suasana keadaan (time) tempat ia > berada. Desakan itu dapat datang dari teori moral dan politik yang > dominan, institut publik, baik disadari maupun tidak. Sang hakim > bahkan dapat berbagi sangkaan (prejudices) bersama-sama dengan > masyarakatnya. Sekalian hal itu lebih menentukan dalam pengambilan > putusan daripada penggunaan silogisme. > > Pengalaman > > Apa yang dikemukakan Holmes itu didasarkan pada pengalamannya > selama puluhan tahun menjadi hakim. Pengalaman itu juga dialami para > hakim kita. Di sinilah pengambilan putusan oleh hakim menjadi > sesuatu yang bersifat universal. Dipadatkan secara bernas, Holmes > mengajak kita untuk merenungkan, pengambilan putusan itu tidak hanya > menggunakan logika dan rasio, tetapi melibatkan semua rasa-perasaan > manusia sang hakim. > > Hakim yang baik akan memasang telinganya sedemikian rupa > sehingga dapat mendengar degup jantung bangsanya yang berbicara > tentang penderitaan, cita-cita, serta harapan-harapannya. Hakim > diharap dapat menyuarakan hal-hal itu, yang sering disebut > sebagai "suara-suara yang tidak terdengar". Inilah yang dimaksud > dengan nurani pengadilan. Ia tidak mudah untuk diwadahi dalam kode > etik biasa karena sudah menyentuh ranah perasaan yang mendasar. > > Bagaimanapun, pengadilan di negeri ini adalah milik kita juga. > Oleh karena itu, kita semua ikut bertanggung jawab untuk menjadikan > pengadilan kita benar-benar sebagai rumah keadilan yang bernurani > dan penuh wibawa. > > Satjipto Rahardjo Guru Besar Emeritus Sosiologi Hukum > Universitas Diponegoro, Semarang > ========================== > > Senin, 24 September 2007 > > Aset Soeharto > Pengumuman PBB Harus Diklarifikasi > > SOLO, KOMPAS - Meskipun penelusuran aset mantan Presiden > Soeharto bukan perkara mudah, pemerintah harus mengklarifikasi > pengumuman Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Bank Dunia mengenai aset > negara sebesar 15 miliar-35 miliar dollar AS yang diduga dikorupsi > Soeharto dan dilarikan ke luar negeri. > > Info tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan pemerintah untuk > mengembalikan aset-aset negara yang telah dikorupsi para koruptor. > > "Saya berkali-kali menyampaikan bahwa ini momentum yang besar > bagi pemerintah untuk membuktikan komitmen memberantas korupsi dan > mengembalikan aset-aset negara yang dikorupsi para koruptor. Tapi > itu memang harus dibuktikan bahwa memang telah terjadi pencurian > sebesar itu," ujar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) > Hidayat Nur Wahid kepada pers, Sabtu (22/9) di sela-sela acara > Safari Ramadhan di Kota Solo, Jawa Tengah. > > Klarifikasi atas pengumuman PBB dan Bank Dunia sangat penting. > Menurut Hidayat, rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu > Presiden Bank Dunia sangat tepat. Dia berharap, bisa diperoleh data > yang akurat dari pertemuan itu sehingga bisa dilanjutkan dengan > eksekusi. > > "Tapi kalau ternyata data-datanya tidak akurat, saya kira > Indonesia harus membersihkan namanya karena telanjur dikesankan > mempunyai mantan pemimpin yang menjadi pencuri kekayaan negara yang > terbesar di dunia. Ini tentu sangat jelek bagi (citra) Indonesia," > katanya. > > Hidayat menegaskan, demi kebaikan bangsa Indonesia, baik yang > terkait dengan pemberantasan korupsi maupun pencitraan bangsa, > pemerintah harus segera melakukan klarifikasi total dengan data yang > maksimal. (SON) > > Mailing list: http://groups.yahoo.com/group/mediacare/ Blog: http://mediacare.blogspot.com http://www.mediacare.biz Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/mediacare/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/mediacare/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/