Penjelasan Muhammadiyah Sulsel tentang 1 Syawal 1428 H Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh warga masyarakat yang mempertanyakan alasan Muhammadiyah menetapkan tanggal 1 Syawal 1428 H secara tersendiri yakni tanggal 12 Oktober 2007 dan tidak mengikuti penetapan yang dilakukan pemerintah, maka Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan memberikan penjelasan sebagai berikut :
Berdasarkan maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 03/MLM/I.0/E/2007 tanggal 05 Ramadhan 1428 H / 17 September 2007 M, telah menetapkan bahwa hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1428 H jatuh pada hari Jum'at tanggal 12 Oktober 2007 M. Hal ini sesuai dengan hisab hakiki wujudul-hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Hasil hisab awal Syawal 1428 Hijriyah adalah ijtimak menjelang Syawal 1428 H terjadi pada hari Kamis tanggal 11 Oktober 2007 M pukul 12:02:29 WIB. Tinggi hilal pada saat terbenam matahari di Yogyakarta berada pada posisi lintang sama dengan minus tujuh derajat empat puluh delapan menit dan pada bujur seratus sepuluh derajat dua puluh satu menit bujur timur sama dengan plus nol-nol derajat tiga puluh tujuh menit tiga puluh satu detik, artinya hilal sudah wujud. Sementara pada saat matahari terbenam tanggal 11 Oktober 2007 M (hari Kamis), wilayah Indonesia terlewati oleh garis batas wujudul-hilal sehingga wilayah Indonesia terbagi menjadi dua bagian. Bagian sebelah barat garis tersebut hilal sudah wujud, sedangkan bagian sebelah timur hilal belum wujud. Berdasarkan hasil hisab tersebut dan sesuai dengan metode penentuan awal bulan yang dipedomani oleh Muhammadiyah, maka tanggal 1 Syawal 1428 H jatuh pada hari Jum'at tanggal 12 Oktober 2007 M, dan berdasarkan prinsip kesatuan wilayatul-hukmi atau kesatuan wilayah hukum dalam satu negara, maka wilayah yang belum wujudul-hilal dapat mengikuti wilayah yang sudah wujudul-hilal. Dasar penetapan awal bulan yang dipedomani Muhammadiyah adalah hisab hakiki wujudul-hilal dengan kriteria; 1. Menurut perhitungan hisab, telah terjadi ijtimak; 2. Ijtimak terjadi sebelum magrib (sebelum matahari terbenam); 3. Pada saat terbenam matahari, Bulan berada di atas ufuk, Bulan belum terbenam. Bila ketiga kriteria itu terpenuhi, maka malam itu dan keesokan harinya dinyatakan sebagai Bulan baru; dan bila mana tidak terpenuhi, maka malam itu dan keesokan harinya dinyatakan sebagai hari terakhir bulan berjalan dan bukan Bulan baru. Dalil-dalil syar'i penetapan ketiga kriteria dan metode di atas adalah : a. Surat Yasin ayat 39 dan 40 yang artinya : Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua (39). Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang; dan masing-masing beredar pada garis edarnya (40). Cara memahami ayat-ayat tersebut adalah bahwa; menurut ayat 39, Allah menentukan bahwa Bulan dalam perjalanannya mengelilingi bumi melalui manzilah-manzilah hingga sampai manzilah terakhir di mana Bulan kembali sebagai al-'urjun al-qadim. Keadaan itu terjadi di sekitar saat terjadinya ijtimak. Sebelum ijtimak disebut bulan mati semakin lama semakin mengecil, sedangkan sesudahnya disebut bulan sabit semakin lama semakin besar. Ijtimak sendiri tidak otomatis dapat dijadikan ukuran penetapan bulan baru karena perbandingan ukuran piringan Bulan dan piringan Matahari tidak tetap, melainkan berubah-ubah. Oleh karena itu, diperlukan unsur lain untuk menentukan awal bulan baru, yaitu pernyataan bagian pertama ayat 40. Penggalan pertama ayat ini menyatakan bahwa tidak mungkin Matahari mengejar Bulan. Dari astronomi diketahui bahwa gerak semu matahari dalam perjalanan tahunannya jauh lebih lambat dibandingkan gerak bulan dalam perjalanan bulanannya yang keduanya sama-sama bergerak dari arah Barat ke Timur. Bulan menempuh jarak lebih dari 13,2 derajat, sedangkan Matahari kurang dari 01 derajat, sehingga Bulanlah yang lebih cepat, dan tidak ada kemungkinan bagi Matahari mengejar apalagi mendahuluinya. Bagian awal ayat 40 dengan dihubungkan kepada ayat 39 memberikan pengertian bahwa Bulan Baru mulai ketika Bulan telah mendahului Matahari dalam gerak mereka dari Barat ke arah Timur. Saat Matahari terkejar oleh Bulan itulah dalam astronomi disebut dengan ijtimak. Meskipun ijtimak dapat dipedomani sebagai saat pergantian dua bulan yang berurutan, namun sangat sulit untuk diterapkan, karena ia bisa terjadi kapan saja. Oleh karena itu diperlukan unsur lain yang dapat dijadikan ukuran konkrit berupa garis yang menyatakan Bulan telah mendahului Matahari. Bagian akhir ayat 40 yang menggambarkan pergantian siang dan malam, memberikan pedoman untuk menentukan garis yang menandai apakah Bulan telah mendahului Matahari (telah berada di sebelah timur Matahari) atau belum. Dengan kata lain apabila pada saat pergantian malam dan siang yaitu saat terbenamnya Matahari, Bulan telah mendahului Matahari (bulan berada di atas ufuk), maka itulah saat Bulan baru tanpa memperhitungkan berapa tingginya di atas ufuk; yang penting adalah meyakini apakah pada pertukaran siang kepada malam Bulan sudah berkedudukan di sebelah timur Matahari (bulan berada di atas ufuk). b. Menurut hadis Nabi saw. bulan itu adalah 29 hari atau menurut hadis lain bulan itu kadang-kadang 29 hari dan kadang-kadang 30 hari. Dalam beberapa hadis beliau bersabda yang artinya : Pertama, "Sesungguhnya bulan itu adalah 29 hari". (HR al-Bukhari, Muslim dan Ummu Salamah). Kedua, "Sesungguhnya kami adalah umat yang tidak bisa baca-tulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu begini begini. Maksud beliau bulan itu kadang-kadang 29 hari dan kadang-kadang 30 hari". (HR al-Bukhari dan Muslim). Ketiga, "Bulan itu ada yang 29 hari dan ada yang tiga puluh hari. Apabila kamu melihat hilal berpuasalah dan apabila kamu melihatnya beridulfitrilah. Jika kamu tertutup awan, maka genapkanlah bilangan 30 hari". (HR an-Nasa'i dari 'Abdullah Ibn 'Umar). Dari ketiga hadis di atas disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Bahwa menurut ketentuan Nabi saw. bulan itu adalah masa Bulan benda langit (moon) mengelilingi bumi dari ijtimak ke ijtimak, yang menurut ilmu pengetahuan lamanya rata-rata 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik, dan oleh karena itu peristiwa ijtimak menjadi penting sebagai salah satu unsur mutlak kriteria penentuan awal bulan. 2. Bahwa rukyat bukanlah kriteria yang mutlak untuk menentukan awal bulan, karena perintah rukyat itu disertai dengan 'illat yang disebutkan oleh Pembawa Syariah sendiri; 'illatnya adalah keadaan umat waktu itu yang masih ummi, dalam arti belum banyak mengenal baca-tulis dan perhitungan (hisab) astronomi. Oleh karena itu mereka menggunakan sarana yang tersedia bagi mereka pada zamannya untuk menentukan permulaan bulan baru, yaitu melihat anak bulan secara visual yang dapat memastikan bagi mereka telah masuknya bulan baru. Dalam suatu peradaban yang telah mencapai kemajuan tinggi dalam astronomi dan perkembangan ilmu pengetahuan telah dapat memberikan akurasi perhitungan yang amat meyakinkan seperti sekarang ini, maka 'illat keadaan umat yang masih ummi itu tidak ada lagi, dan karenanya rukyat visual tidak berlaku lagi dan yang digunakan adalah hisab karena dapat memberikan kepastian lebih tinggi, dan sesuai kaidah fikih Al-hukmu yaduru ma'a 'illatihi wujudan wa 'adaman, yakni ketentuan hukum itu berlaku menurut ada atau tidak adanya 'illatnya. Atas dasar itu pula, seperti ditegaskan Muhammad Rasyid Ridla dan Musthafa Ahmad az-Zarqa, rukyat bukan bagian dari ibadah puasa, melainkan hanya suatu cara teknis untuk menentukan awal bulan Qamariah, dimana bila ditemukan cara yang lebih akurat dan meyakinkan, maka rukyat tidak diperlukan. Semangat hadis-hadis rukyat itu secara keseluruhan sesungguhnya adalah memastikan bulan baru telah masuk dan bukan soal rukyatnya sendiri karena bila cuaca mendung rukyat tidak mungkin dilakukan. Bila cara lain, seperti hisab, dapat memberikan kepastian, maka cara itu lebih utama sebagaimana ditegaskan oleh Syeikh Yusuf al-Qaradlawi. Berkaitan dengan kemungkinan terjadinya perbedaan antara Muhammadiyah dengan Pemerintah maupun organisasi Islam lainnya, maka Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan menghimbau kepada seluruh umat Islam agar dalam melaksanakan ibadah shalat Idul Fitri 1 Syawal 1428 Hijriyah dengan menggunakan keyakinan. Jika yakin tanggal 12 Oktober 2007, maka shalatlah pada tanggal tersebut. Jika memang nanti lebih yakin pada tanggal 13 Oktober 2007, maka shalatlah pula pada tanggal tersebut sesuai keyakinannya. Namun jangan sampai ada umat Islam yang sudah tidak berpuasa pada tanggal 12 Oktober 2007 tetapi shalatnya pada tanggal 13 Oktober 2007. Dengan kata lain bahwa apabila akan ikut shalat idul fitri pada tanggal 13 Oktober 2007, maka tetap wajib berpuasa hingga tanggal 12 Oktober 2007 atau menggenapkan puasanya menjadi 30 hari. Demikian pula kami himbau kepada seluruh pejabat pemerintah agar memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada warga masyarakat dan para pegawainya untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya. Dalam hal adanya perbedaan dalam penentuan ini, seyogiyanya pemerintah tidak berpihak kepada salah satu metode yang digunakan. Akan jauh lebih baik dan elegan, jika pemerintah bersikap adil dan hanya memfasilitasi pihak-pihak yang berbeda untuk menyampaikan dan mensosialisasikan hasil temuan atau perhitungannya tentang penentuan tanggal Idul Fitri. Kemudian membiarkan masyarakat lebih dewasa dalam meyakini dan memilih pilihannya dalam melaksanakan shalat Id Fitri 1428 H khususnya, demikian pula untuk masa-masa yang akan datang. Dalam menghadapi shalat Idul Fitri ini, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan telah menginstruksikan kepada seluruh Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah di seluruh Sulawesi Selatan untuk mempersiapkan pelaksanaan shalat Idul Fitri 1 Syawal 1428 H yakni pada hari Jum'at tanggal 12 Oktober 2007 M. Selain itu, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan telah menyampaikan sikap Muhammadiyah ini kepada Gubernur Sulawesi Selatan, serta melakukan koordinasi dengan aparat kepolisian tentang pelaksanaan shalat id. Makassar, 21 Ramadhan 1428 H, 03 Oktober 2007 M Ketua, Drs KH Baharuddin Pagim Sekretaris, Drs HM Alwi Uddin MAg ____________________________________________________________________________________ Be a better Globetrotter. Get better travel answers from someone who knows. Yahoo! Answers - Check it out. http://answers.yahoo.com/dir/?link=list&sid=396545469