*"Hukuman Mati Bukanlah Solusi, Pemerintah Harus Segera Melakukan Moratorium."*
*Release untuk Menyambut Hari Anti Hukuman Mati Sedunia pada Tanggal 10 Oktober 2007* Pers Release : No.01/ELSAM/X/07 Pada tanggal 21 September tahun 2006 lalu Indonesia kembali melakukan eksekusi mati terhadap tiga orang terpidana (kasus Tibo dkk) di Sulteng. Sebelumnya juga di Medan pada tanggal 5 Agustus 2004 Ayodha Prasad di eksekusi. Dan pada tanggal 1 Oktober 2004. Saelow Praset dan Namsong Sirilak juga di eksekusi mati. Eksekusi terhadap Ayodha di tahun 2004 tersebut merupakan sebuah kejutan karena sebelumnya hampir selama 3 tahun Indonesia bisa dikatakan absen melakukan eksekusi mati, walaupun pada saat itu ada kurang lebih 50-an terpidana telah diputus dengan pidana mati. Hampir saja Indonesia masuk kategori sebagai negara *abolisionist de facto*, negara yang menolak praktek hukuman mati secara defakto. Eksekusi Ayodha Prasad ini kemudian membuka kembali praktek hukuman mati tersebut di Indonesia. Kita kembali lagi menjadi negara *retenionist*, negara yang melanggengkan hukuman mati. *Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)* melihat bahwa bahwa di tahun 2007 ini maupun di beberapa tahun belakangan, ancaman hukuman mati semakin dianggap sebagai pilihan yang manjur sebagai alat pemecah masalah kejahatan yang semakin berkembang. Hukuman mati semakin sering dijatuhkan kepada para terpidana baik dari kejahatan terorisme, narkotika, pembunuhan berencana, bahkan adanya permintaan untuk menerapkan hukuman mati dalam beberapa penanganan kasus tertentu misalnya kasus illegal logging dan korupsi. Disamping itu terlihat pula semakin meningkatnya jumlah penolakan grasi dari para terpidana mati yang di tolak oleh para Presiden RI. *ELSAM* menilai bahwa masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa dianggap sebagai penerus kebijakan pro hukuman mati yang diwariskan dari masa pemerintahan Presiden Megawati. Di masa Megawati hukuman mati yang sudah absen selama 3 tahun pasca reformasi kembali dipraktekkan secara luas. *ElSAM* melihat bahwa di tahun 2007 ini kondisi kebijakan hukuman mati juga tidak menuju pada perkembangan yang positif dan menguntungkan bagi penegakan hak asasi manusia. Tidak ada upaya yang signifikan oleh pemerintah maupun negara untuk mengurangi praktek hukuman kejam ini, apalagi menghilangkannya. Ini terlihat, dari makin banyaknya rencana-rencana agresif pemerintah untuk melakukan eksekusi mati terhadap beberapa orang yang menunggu untuk eksekusi. *ELSAM* juga merasa prihatin melihat kebijakan hukuman kejam ini juga menimbulkan dampak dalam praktek-praktek penegakan hak asasi manusia lainnya. *ELSAM* melihat bahwa antrian terpidana hukuman mati yang menunggu eksekusi mati semakin besar jumlahnya dan telah mengalami nestapa yang cukup lama di penjara. Mereka yang telah menjalani hukuman penjara yang lama karena menunggu eksekusi merupakan kebijakan salah urus dari pemerintah. * ELSAM* mengusulkan bahwa orang-orang yang telah dipenjara untuk untuk menunggu eksekusi ini haruslah dibebaskan dari hukuman mati, sebaiknya hukuman mereka diubah menjadi hukuman seumur hidup. * * *Hasil Kajian dan Monitoring ELSAM* atas rencana pemerintah melakukan reformasi KUHP juga menunjukkan bahwa hukam mati masih diletakkan dalam kerangka hukum pidana nasional. Paling tidak ada 19 Pasal dalam RUU KUHP yang masih mencantumkan pidana mati dalam berbagai tindak pidana. Walaupun penjatuhan hukuman mati dalam RUU KUHP bersifat selektif, namun hal ini masih menunjukkan paradigma yang tidak berubah untuk menggunakan ancaman pidana mati dalam sistem hukum pidana di Indonesia. *ELSAM* mendorong Pemerintah agar sebaiknya melakukan review atau assessment atas kebijakan hukuman mati ini. *ELSAM* juga mendorong pemerintah untuk melakukan moratorium terhadap hukuman mati ini yang bisa dilakukan dengan berbagai cara yakni (1) memberikan upaya grasi secara luas atas permohonan dari para terpidana hukuman mati, dan mengubahnya menjadi penjara seumur hidup. (2) menghentikan rencana pembuatan regulasi yang memberi kesempatan untuk melakukan praktek hukuman mati. (3) melakukan amandemen-amandemen secara bertahap atau secara luas terhadap aturan pidana yang memiliki ancaman hukuman mati, sesuaikan dengan amanat Konstitusi RI (4) Mendorong Mahkamah Konstitusi sebagai garda penjaga bagi pengunaan hukuman mati dengan cara mereview seluruh aturan pidana mati yang ada di di Indonesia. *Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)* Jakarta 8 Oktober 2007-10-08 Salam Hormat *Agung Putri Astrid Kartika* Direktur Eksekutif *(Hp: 0813 3433 9130)*