Hukum Allah Dan Hukum Buatan Manusia
oleh Ihsan Tandjung

Mengapa ummat Islam selalu saja mempermasalahkan hukum apa yang 
diberlakukan di tengah masyarakat? 
Mengapa ummat Islam tidak bisa menerima saja hukum apapun yang 
diberlakukan tanpa peduli apakah itu hukum Allah ataukah hukum buatan 
manusia? 
Bukankah yang penting adalah law and order alias penegakkan hukum? 
Apalah artinya jika dalam suatu masyarakat Islam diberlakukan secara 
formal hukum Allah sebagai hukum negara namun ternyata secara aplikasi 
tidak terjadi penegakkan hukumnya? 
Bukankah keadilan bisa dirasakan masyarakat luas bila penegakkan hukum 
berlaku secara murni dan konsekuen, meskipun hukumnya bukan hukum Allah 
alias hukum buatan manusia?
  Saudaraku, disinilah letaknya komitmen seorang mukmin. Seorang mukmin 
harus menjawab dengan jujur dan penuh kesadaran. 
Masyarakat seperti apakah yang ia inginkan? 
Masyarakat kumpulan hamba-hamba Allah yang beriman dan patuh berserah-diri 
kepada Allah? 
Ataukah ia puas dengan berdirinya suatu masyarakat yang terdiri atas 
kumpulan manusia yang tidak peduli taat atau tidaknya mereka kepada Allah 
asalkan yang penting masyarakat itu berjalan dengan harmoni tidak saling 
mengganggu dan menzalimi sehingga semua merasa happy hidup bersama 
berdampingan dengan damai di dunia?
  Saudaraku, seorang mukmin tidak pernah berpendapat sebelum ia bertanya 
kepada Allah dan RasulNya. Terutama bila pertanyaannya menyangkut urusan 
yang fundamental dalam kehidupannya. Oleh karenanya marilah kita melihat 
bagaimana Allah menyuruh kita bersikap bilamana menyangkut urusan hukum. 
Di dalam Kitabullah Al-Qur’an Al-Karim terdapat banyak ayat yang 
memberikan panduan bagaimana seorang mukmin mesti bersikap dalam urusan 
hukum. Di antaranya sebagai berikut:
 
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ 
أَهْوَاءَهُمْ
 
 وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ
 
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang 
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan 
berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu 
dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu…” (QS Al Maidah 
ayat 49)
  Dalam buku ”Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” Muhammad Nasib Ar-Rifa’i 
mengomentari potongan ayat yang berbunyi “Dan hendaklah kamu memutuskan 
perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah...” dengan 
catatan sebagai berikut: ”Hai Muhammad, putuskanlah perkara di antara 
seluruh manusia dengan apa yang diturunkan Allah kepadamu dalam kitab yang 
agung ini (yaitu Al-Qur’an)...”  
 Sedangkan firman Allah: 
 
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا 
لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
 
”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang 
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al 
Maidah ayat 50)
 Mengomentari ayat di atas, maka dalam buku ”Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” 
penulis mencatat: ”Allah mengingkari orang yang berhukum kepada selain 
hukum Allah, karena hukum Allah itu mencakup segala kebaikan dan melarang 
segala keburukan. Berhukum kepada selain hukum Allah berarti beralih 
kepada hukum selain-Nya, seperti kepada pendapat, hawa nafsu dan 
konsep-konsep yang disusun oleh para tokoh tanpa bersandar kepada syariat 
Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat jahiliyah yang berhukum 
kepada kesesatan dan kebodohan yang disusun berdasarkan penalaran dan 
seleranya sendiri. Oleh karena itu Allah berfirman ”Apakah hukum Jahiliyah 
yang mereka kehendaki?” dan berpaling dari hukum Allah.”
 Sedangkan bagian akhir dari ayat di atas yang berbunyi ”...siapakah yang 
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”  maka 
penulis buku ”Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir”  mengomentari ayat tersebut 
dengan mencatat: ”siapakah yang hukumnya lebih adil daripada Allah bagi 
orang yang memahami syriat Allah dan beriman kepada-Nya serta meyakini 
bahwa Allah adalah yang Maha Adil di antara para hakim? 
 Al-Hasan berkata ”Barangsiapa yang berhukum kepada selain hukum Allah 
maka hukum itu merupakan hukum jahiliyah.” 
 Al—Hafidz Abul-Qasim Ath-Thabrani meriwayatkan dari ibnu Abbas, bahwa 
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:
 
أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللَّه َمُبْتَغٍ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةَ
 
 الْجَاهِلِيَّةِ وَمُطَّلِبُ دَمِ امْرِئٍ بِغَيْرِ حَقٍّ لِيُهَرِيقَ 
دَمَهُ
 
“Manusia yang paling dibenci Allah ialah orang yang menghendaki tradisi 
jahiliyah dalam Islam dan menuntut  darah orang lain tanpa hak untuk 
menumpahkan darahnya.” (HR Bukhary)
 Jadi, barangsiapa yang berhukum kepada selain hukum Allah maka hukum itu 
merupakan hukum jahiliyah. Sedangkan dalam sistem kehidupan bermasyarakat 
dewasa ini seluruh negara di seluruh penjuru dunia berhukum dengan selain 
hukum Allah. Dalam sistem demokrasi sumber hukumnya adalah rakyat, berarti 
ia bukan hukum Allah alias hukum jahiliyah...!  
 Kalau memang ada satu macam atau beberapa macam hukum yang ada dalam 
Demokrasi itu serupa dengan ajaran Islam atau bahkan memang bersumber dari 
ajaran Islam, tetap saja itu tidak disebut hukum Allah. Ia tidak disebut 
hukum Allah karena ia sudah dicampur dengan hukum buatan manusia. 
Sedangkan sudah cukup jelas apa yang diutarakan penulis di atas ”Allah 
mengingkari orang yang berhukum kepada selain hukum Allah, karena hukum 
Allah itu mencakup segala kebaikan dan melarang segala keburukan.” Apakah 
mungkin ada hukum buatan manusia yang lebih mencakup segala kebaikan dan 
melarang segala keburukan daripada hukum Pencipta manusia, Allah Subhanahu 
wa ta’aala?
 Saudaraku, menjadi jelaslah kepada kita mengapa ummat Islam senantiasa 
mempersoalkan hukum apa yang diberlakukan di dalam masyarakat. Karena 
sesungguhnya urusan ini menyangkut permasalahan paling mendasar yaitu 
aqidah. Seorang muslim tidak merasa hidup dalam ketenteraman ketika ia 
diharuskan mematuhi hukum buatan manusia sedangkan keyakinan Iman-Islamnya 
menyuruh dirinya agar hanya tunduk kepada hukum dan peraturan yang 
bersumber dari Allah semata. Bahkan keyakinannya memerintahkan dirinya 
untuk mengingkari dan tidak memandang hukum buatan manusia sebagai layak 
dipatuhi. Karena ia menyadari bahwa tidak ada manusia sempurna yang dapat 
dan sanggup merumuskan hukum yang adil bagi segenap jenis manusia. Hanya 
Sang Pencipta manusia yang pasti Maha Adil dan tidak punya kepentingan 
apapun terhadap hukum yang dibuatnya untuk kemaslahatan segenap umat 
manusia. 
 
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ 
يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ
 
وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا 
تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
 
عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً 
وَمِنْهَاجًا
 وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ 
لِيَبْلُوَكُمْ
 
فِي مَا آَتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ 
جَمِيعًا
 
 فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
 
”Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, 
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan 
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka 
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah 
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah 
datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan 
dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu 
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap 
pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya 
kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu 
apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS Al-Maidah ayat 48)
 Mengomentari bagian ayat yang berbunyi ”Sekiranya Allah menghendaki, 
niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji 
kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu...” penulis buku ”Ringkasan Tafsir 
Ibnu Katsir” mencatat: ”Allah mencanangkan aneka syariat yang  bervariasi 
untuk menguji hamba-hambaNya dengan apa yang telah disyariatkan kepada 
mereka. Dan Allah mengganjar atau menyiksa mereka karena mentaati atau 
mendurhakaiNya. Barangsiapa yang mentaati hukum Allah berarti bakal 
diganjar dengan pahala di dunia dan di akhirat. Sedangkan mereka yang 
menolak pemberlakuan hukum Allah bakal disiksa karena penolakannya untuk 
mematuhi hukum Allah dan lebih ridha dengan hukum buatan manusia. Wallahu 
a’lam.
 
http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/hukum-allah-dan-hukum-buatan-manusia.htm
12/10/2009 5:59 PM

Kirim email ke