KH. Muhammad Farhan, Klaten – Jawa Tengah


[image: Muhammad Farhan.jpg]



Muhammad Farhan lahir di Klaten pada tahun 1960-an, putra dari pasangan
almarhum Sayid Usman dan almarhumah Farikhatun. Kedua orang tuanya
masyarakat ‘aam namun cukup dekat dengan para ulama, salah satunya almarhum
KH. R. Muhammad Sofwan Klaten (guru Hadlorotussyaikh KH. Mufid Mas’ud ketika
ngaji di Mamba’ul Ulum Klaten).



Karena kedekatannya dengan ulama, orang tua Ustadz Farhan yang dikaruniai 7
orang anak  mempunyai pemikiran bahwa bila anaknya diberikan pendidikan
pessantren akan sangat menghemat biaya (karena hidup di pesantren sangat
murah apalagi pesantren al-Qur’an hanya sekali beli al-Qur’an dapat untuk
mengaji selamanya). Hasilnyapun tentu akan menjadi orang pilihan. Ilmu yang
didapat adalah ilmu yang dapat paling tidak bisa bermanfaat bagi dirinya,
baik di dunia maupun di akhirat, syukur-syukur bisa bermanfaat bagi orang
lain.


Sesuai dengan keinginan itu, selesai Sekolah Dasar (1972), Farhan muda
dikirim ke Pesantren Krapyak Yogyakarta dengan diantar oleh ayah kandungnya
didampingi pula oleh Mbah Sabrowi (kakek dari ibunya Farhan) dan juga
Hadlorotussyaikh KHR. Mohammad Sofwan. Karena ingin menjadi santri
Hadlorotussyaikh KH. Mufid Mas’ud, Farhan diterima dengan senang hati,
Hadlorotussyaikh KH. Mufid sempat berpesan kepada orang tua Farhan agar
menambah kesabarannya sebab mengingat Farhan berlatar belakang orang kota,
“Biasanya anak kota memerlukan waktu untuk beradabtasi dengan kehidupan
pesantren” begitu dawuh Hadlorotussyaikh KH. Mufid ketika pertama kali
menerima Farhan sebagai santrinya.


Berkah do’a para sesepuh dan terutama bimbingan dan kesabaran dari almarhum
Ibu Nyai Hajjah Jauharoh Mufid, dugaan bahwa Farhan yang anak kota akan lama
beradabtasi dengan kehiidupan pesantren ternyata meleset, sebab Farhan cepat
beradabtasi dengan kehidupan pesantren bahkan boleh dikatakan menikmati
kehidupan pesantren itu.


Pada tahun 1975 Hadlorotussyaikh KH. Mufid hijrah ke PPSPA di daerah
Yogyakarta bagian utara. Farhanpun bingung. Dia harus meneruskan
pendidikannya di MTs. Krapyak (sebab waktu itu Farhan sudah menginjak kelas
III MTs), atau akan tetap menghafal al-Qur’an dihadapan Hadlorotussyaikh KH.
Mufid? Akhirnya setelah melalui pertimbangan yang matang dan saran dari para
sesepuhnya Farhan memutuskan untuk menghafalkan al-Qur’an setelah selesai
kelas III Madrasah Tsanawiyah di Krapyak. Menghafal al-Qur’an kurang lebih 4
tahun pada tahun 1980 dalam acara Haflah Tasyakur Khotmil Qur’an Panca
warsa  (Hari Ulang tahun dan Khataman Pondok Pesantren Sunan Pandanaran
ke-5), Farhan dinyatakan khatam al-Qur’an dengan bil-hifdzi (selesai hafalan
al-Qur’an 30 juz).


Selama tinggal di PPSPA, Farhan mengaku senang apabila disuruh oleh
Hadlorotussyaikh KH. Mufid untuk tidur di ndalem (Rumah Kyai), “Ruang tamu
ndalem untuk menyimpan kitab-kitab milik dari Hadlorotussyaikh KH. Mufid
Mas’ud, yang almarinya tidak dikunci. Kesempatan itu saya manfaatkan
sebaik-baiknya untuk membuka kitab-kitab itu sebagai bahan referensi saya”
tutur Farhan.


Setelah khatam, dalam hati  Farhan ada keinginan untuk melanjutkan
pendidikannya pada jenjang pendidik formal, seperti di PTIQ atau bahkan ke
Al-Azhar Cairo, namun ternyata Allah tidak memberikan kesempatan itu.


Tidak terpenuhinya keinginan melanjutkan ke pendidikan formal, tidak membuat
Farhan putus asa, Farhan terus belajar. Bahkan Farhan diberikan kesempatan
untuk bertabarukan mengaji kitab kepada Kyai-kyai sepuh di Kaliwung,
Semarang dan juga pada Hadlorotussyaikh KH. Ali Shodiq Tulungagung Jawa
Timur.


Tahun 1985 setelah dikirim ke Bogor dan mendirikan Pondok Pesantren
Raudlotul Qur’an sampai sekarangpun Farhan mengaku masih terus belajar
dengan masyarakat, santri dan jika memang diberi kesempatan akan
bertabarukan kepada Ulama sepuh.



Dari berbagai sumber


-- 
"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

<<clip_image001.jpg>>

Kirim email ke