Marhaban Yaa Ramadhan.

Mari kita jemput keberkahan dan rahmat Allah yang Maha Pemurah lagi Maha 
Penyayang, insyaallah pada bulan Ramadhan 1431 H ini .

"Suatu hari Nabi saw, mendengar seorang wanita tengah mencaci-maki hamba 
sahayanya, padahal ia sedang berpuasa. Nabi saw, segera memanggilnya. Lalu 
Beliau menyuguhkan makanan seraya berkata, "Makanlah hidangan ini ". Keruan 
saja wanita itu menjawab, "Ya Rasulullah, aku sedang berpuasa". Nabi saw, 
berkata dengan nada heran, "Bagaimana mungkin engkau berpuasa sambil 
mencaci-maki hamba sahayamu ?". Sesungguhnya Allah menjadikan puasa sebagai 
penghalang (hijab) bagi seseorang dari segala kekejian ucapan maupun perbuatan. 
Betapa sedikitnya orang yang berpuasa dan betapa banyaknya orang yang lapar".  
(HR Bukhari)

Dengan hadits tersebut, Rasulullah saw, ingin mengingatkan kaum Muslim hakikat 
puasa yang sebenarnya.

Istilah shaum bersumber dari bahasa Arab yang artinya, menahan, mengekang atau 
mengendalikan (al-imsak).

Secara syariat (fikih), makna puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu 
yang dapat membatalkan mulai terbitnya fajar shubuh hingga terbenamnya matahari 
yang disertai dengan niat.

Puasa terdiri dari tiga tingkatan.

Puasa perut, tingkatan paling awal adalah puasa yang memenuhi syariat, yakni 
puasa muslim pada umumnya.

Puasa hawa nafsu, tingkatan selanjutnya setelah puasa perut, puasa sesauai 
syariat yang diikuti dengan menahan hawa nafsu.

"Apabila engkau berpuasa hendaknya telingamu berpuasa dan juga matamu, lidahmu 
dan mulutmu, tanganmu dan setiap anggota tubuhmu atau setiap panca inderamu" 
(al Hadits).

Puasa qalbu, tingkatan tertinggi setelah puasa hawa nafsu, puasa yang diikuti 
dengan menahan dari segala kecenderungan yang rendah dan pikiran yang bersifat 
duniawi, serta memalingkann diri dari segala sesuatu selain Allah.

Keadaan sadar dan perilaku/perbuatan secara sadar dan selalu mengingat  Allah 
(dzikrulllah), inilah kunci dari Taqwa

Sayidina Ali bin Abi Thalib mengatakan "Puasa Qalbu adalah menahan diri dari 
segala pikiran dan perasaan yang menyebabkan terjatuh pada dosa".

Bertemu Allah

"Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, yaitu kegembiraan ketika berbuka 
dan kegembiraan ketika bertemu dengan Tuhannya" (HR Bukhari).

Sebagian muslim memahami bahwa yang dimaksud dengan hadits ini adalah  dengan 
amal puasa kita dapat bertemu dengan Allah di akhirat kelak.

Benar, bahwa dengan amal puasa dan amal-amal lainnya yang menunjukkan tingkat 
ketaqwaan seorang muslim yang dapat menghantarkan pada kenikmatan tertinggi 
dari semua kenikmatan yang ada di surga adalah melihat (bertemu) Allah..

Bahkan bagi mereka yang berpuasa, telah tersedia pintu khusus untuk mereka

Dari Sahl dari Nabi bersabda : Sesungguhnya dalam surga terdapat sebuah pintu 
yang bernama Ar Rayyan, orang-orang yang berpuasa akan masuk melaluinya pada 
hari kiamat, dan selain mereka tidak akan masuk melaluinya. ….(Hadist riwayat 
Bukhari dan Muslim)

Namun sesungguhnya kegembiraan berpuasa, bertemu dengan Allah dapat kita 
rasakan atau kita alami saat kita di dunia.

Mereka yang merasakan bertemu Allah di dunia  adalah mereka yang gemar 
mengadukan segala macam persoalan kehidupannya di dunia ke hadapan Allah. 
Mereka yang dengan sesungguhnya mengatakan bahwa,

"….. hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan" (QS  Al Fatihah [1] : 5 )

Mereka-mereka yang gembira dilihat Allah.

Mereka-mereka yang gembira bertemu dengan Allah di dunia.

Sebagian muslim belum mengimani bahwa kita dapat bertemu dengan Allah di dunia 
walaupun kita tidak dapat melihatNya.

Sebagian muslim belum mengimani bertemu dengan Allah di dunia karena 
kesalahpahaman memahami firman Allah yang artinya,

"Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala 
penglihatan itu, dan Dia-lah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui." [QS 
Al-An'aam: 103]

Allah Subhanahu wa Ta'ala pernah berfirman kepada Nabi Musa Alaihissalam

"Kamu sekali-kali tidak dapat melihat-Ku." [QS Al-A'raaf: 143]

Demikian juga sabda Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam

"Ketahuilah bahwa tidak ada seorang pun yang akan bisa melihat Rabb-nya hingga 
ia meninggal dunia" (HR Muslim)

Juga pernyataan `Aisyah Radhiyallahu `anha, ia berkata.

"Barangsiapa menyangka bahwasanya Muhammad Shallallahu `alaihi wa sallam 
melihat Rabb-nya, maka orang itu telah melakukan kebohongan yang besar atas 
Nama Allah." (Muslim)

Firman-firman Allah dan hadits diatas adalah petunjuk bahwa Allah tidak dapat 
kita lihat di dunia dengan mata kepala (secara dzahir / lahiriah).

Namun kita dapat menghadap kepada Allah,  bersama Allah, bertemu Allah, berlari 
kepada Allah (Fafirruu Ilallah) ketika di dunia. Sebagai contoh bahwa kita 
menghadap Allah, bertemu Allah ketika di dunia  adalah mendirikan sholat

Nabi Muhammad Saw bersabda, bahwa Ash-shalatul Mi'rajul Mu'minin , "sholat itu 
adalah mi'rajnya orang-orang mukmin".

Yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia 
menuju ke hadirat Allah.

Sebagian muslim tidak menyadari bahwa mereka menghadap Allah, bertemu Allah di 
dunia. Mereka beribadah (menyembah Allah)  tanpa merasakan menghadap ke 
hadhirat Allah.

Sebagian muslim di dunia bahkan "menghindari" menghadap Allah atau 
"menghindari" bertemu dengan Allah, seolah-olah mereka dapat tidak terlihat 
oleh Allah di dunia  padahal Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui.

Maka kerugian besar bagi muslim yang belum dapat merasakan seolah-olah melihat 
Allah di dunia, bertemu  Allah, bersama dengan Allah ketika di dunia.

Mereka secara tidak disadari mengingkari apa yang mereka ucapkan bahwa

"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang" (QS Al 
Fatihah : 1)

Sesungguhnya, "dengan menyebut nama Allah" itu adalah "dengan dzatNya", bersama 
Allah, bertemu Allah, berlari kepada Allah (Fafirruu Ilallah).

Jadi, muslim yang berpuasa dan dapat mengalami, merasakan kegembiraan bertemu 
dengan Allah adalah mereka yang telah menjalankan puasa qalbu. Selama mereka 
berpuasa mereka melakukan secara sadar dan mengingat Allah. Mereka bersama 
Allah.

"Buatlah perut-perutmu lapar dan qalbu-qalbumu haus dan badan-badanmu 
telanjang, mudah-mudah an qalbu kalian bisa melihat Allah di dunia ini (HR 
Bukhari).

Wassalam

Zon di Jonggol
http://mutiarazuhud.wordpress.com

Kirim email ke