FASAL TENTANG SHALAT TARAWIH

*Jumlah Raka’at Shalat Tarawih Menurut Madhab Empat*



Ada beberapa pendapat mengenai bilangan rakaat yang dilakukan kaum muslimin
pada bulan Ramadhan sebagai berikut:


1. Madzhab Hanafi


Sebagaimana dikatakan Imam Hanafi dalam kitab Fathul Qadir bahwa Disunnahkan
kaum muslimin berkumpul pada bulan Ramadhan sesudah Isya’, lalu mereka
shalat bersama imamnya lima Tarawih (istirahat), setiap istirahat dua salam,
atau dua istirahat mereka duduk sepanjang istirahat, kemudian mereka witir
(ganjil).


Walhasil, bahwa bilangan rakaatnya 20 rakaat selain witir jumlahnya 5
istirahat dan setiap istirahat dua salam dan setiap salam dua rakaat = 2 x 2
x 5 = 20 rakaat.


2. Madzhab Maliki


Dalam kitab Al-Mudawwanah al Kubro, Imam Malik berkata, Amir Mukminin
mengutus utusan kepadaku dan dia ingin mengurangi Qiyam Ramadhan yang
dilakukan umat di Madinah. Lalu Ibnu Qasim (perawi madzhab Malik) berkata
“Tarawih itu 39 rakaat termasuk witir, 36 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir”
lalu Imam Malik berkata “Maka saya melarangnya mengurangi dari itu
sedikitpun”. Aku berkata kepadanya, “inilah yang kudapati orang-orang
melakukannya”, yaitu perkara lama yang masih dilakukan  umat.


Dari kitab Al-muwaththa’, dari Muhammad bin Yusuf dari al-Saib bin Yazid
bahwa Imam Malik berkata, “Umar bin Khattab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan
Tamim al-Dari untuk shalat bersama umat 11 rakaat”. Dia berkata “bacaan
surahnya panjang-panjang” sehingga kita terpaksa berpegangan tongkat karena
lama-nya berdiri dan kita baru selesai menjelang fajar menyingsing. Melalui
Yazid bin Ruman dia berkata, “Orang-orang melakukan shalat pada masa Umar
bin al-Khattab di bulan Ramadhan 23 rakaat”.


Imam Malik meriwayatkan juga melalui Yazid bin Khasifah dari al-Saib bin
Yazid ialah 20 rakaat. Ini dilaksanakan tanpa wiitr. Juga diriwayatkan dari
Imam Malik 46 rakaat 3 witir. Inilah yang masyhur dari Imam Malik.


3. Madzhab as-Syafi’i


Imam Syafi’i menjelaskan dalam kitabnya Al-Umm, “bahwa shalat malam bulan
Ramadhan itu, secara sendirian itu lebih aku sukai, dan saya melihat umat di
madinah melaksanakan 39 rakaat, tetapi saya lebih suka 20 rakaat, karena itu
diriwayatkan dari Umar bin al-Khattab. Demikian pula umat melakukannya di
makkah dan mereka witir 3 rakaat.


Lalu beliau menjelaskan dalam Syarah al-Manhaj yang menjadi pegangan
pengikut Syafi’iyah di Al-Azhar al-Syarif, Kairo Mesir bahwa shalat Tarawih
dilakukan 20 rakaat dengan 10 salam dan witir 3 rakaat di setiap malam
Ramadhan.


4. Madzhab Hanbali


Imam Hanbali menjelaskan dalam Al-Mughni  suatu masalah, ia berkata, “shalat
malam Ramadhan itu 20 rakaat, yakni shalat Tarawih”, sampai mengatakan,
“yang terpilih bagi Abu Abdillah (Ahmad Muhammad bin Hanbal) mengenai
Tarawih adalah 20 rakaat”.


Menurut Imam Hanbali bahwa Khalifah Umar ra, setelah kaum muslimin
dikumpulkan (berjamaah) bersama Ubay bin Ka’ab, dia shalat bersama mereka 20
rakaat. Dan al-Hasan bercerita bahwa Umar mengumpulkan kaum muslimin melalui
Ubay bin Ka’ab, lalu dia shalat bersama mereka 20 rakaat dan tidak
memanjangkan shalat bersama mereka kecuali pada separo sisanya. Maka 10 hari
terakhir Ubay tertinggal lalu shalat dirumahnya maka mereka mengatakan,
“Ubay lari”, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan as-Saib bin Yazid.


Kesimpulan

Dari apa yang kami sebutkan itu kita tahu bahwa para ulama’ dalam empat
madzhab sepakat bahwa bilangan Tarawih 20 rakaat. Kecuali Imam Malik karena
ia mengutamakan bilangan rakaatnya 36 rakaat atau 46 rakaat. Tetapi ini
khusus untuk penduduk Madinah. Adapun selain penduduk Madinah, maka ia
setuju dengan mereka juga bilangan rakaatnya 20 rakaat.


Para ulama ini beralasan bahwa shahabat melakukan shalat pada masa khalifah
Umar bin al-Khattab ra di bulan Ramadhan 20 rakaat atas perintah beliau.
Juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang shahih dan lain-lainnya,
dan disetujui oleh para shahabat serta terdengar diantara  mereka ada yang
menolak. Karenanya hal itu menjadi ijma’, dan ijma’ shahabat itu menjadi
hujjah (alasan) yang pasti sebagaimana ditetapkan dalam Ushul al-Fiqh.



KH. Muhaimin Zen

Ketua Umum Pengurus Pusat Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz (JQH) NU


-- 
"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke