Dear Ummi Azzam

    Saya ada artikel tentang antibiotik, semoga membantu ya...

Salam
Indri




TAK SEMUA PENYAKIT PERLU ANTIBIOTIK
Selama ini antibiotik dipercaya sebagai obat manjur yang dapat mengenyahkan 
berbagai penyakit. Padahal tidak semua penyakit membutuhkan antibiotik!
      Dunia kedokteran modern berkembang pesat dengan ditemukannya antibiotik 
pada tahun 1928 oleh Alexander Fleming. Perkembangannya sungguh fantastis, 
hingga sekian puluh tahun kemudian masyarakat begitu mudah mendapatkan 
antibiotik di pasaran. Kala terserang flu atau pusing, orang dengan mudah 
mengobati dirinya sendiri dengan membeli antibiotik di apotek. Sebagian 
beranggapan, kalau hanya sakit ringan tidak perlu ke dokter. Toh paling-paling 
dokter akan memberikan resep yang sama dengan antibiotik yang bisa dibeli 
sendiri di apotek. 

      Padahal penggunaan antibiotik yang sembarangan dapat berakibat fatal. 
"Apalagi tidak semua penyakit membutuhkan antibiotik," tandas DR. Dr. Rianto 
Setiabudy, dari Bagian Farmakologi FKUI.

      HARUS SESUAI INDIKASI

      Pada prinsipnya antibiotik adalah obat yang digunakan untuk membunuh 
kuman penyakit dalam tubuh manusia dan menyembuhkannya dari infeksi. Itu pun 
hanya infeksi kuman yang harus dicermati lebih dulu, sehingga antibiotik yang 
diberikan bisa cocok dengan infeksi yang diderita. "Penggunaan antibiotik yang 
benar harus sesuai dengan indikasinya. Contohnya ada infeksi kulit seperti 
bisul atau abses," kata Rianto.

      Akan halnya infeksi virus, maka pada kasus ini tidak dibutuhkan 
antibiotik. Jadi pemakaian antibiotik untuk mengobati penyakit yang disebabkan 
virus seperti influenza tidak disarankan. "Influenza sebetulnya tidak dapat 
diobati dengan antibiotik," ungkap Rianto. Apalagi kalau ada dokter yang 
memberikan dua jenis antibiotik untuk sakit flu. "Ini sangat disesalkan."

      Antibiotik yang diberikan secara tidak tepat, alih-alih menyembuhkan 
penyakit, yang ada justru menimbulkan banyak kerugian, di antaranya:

      * Menimbulkan Kekebalan

      Dalam tubuh manusia terdapat kuman-kuman "normal" yang memang dibutuhkan 
tubuh dan tidak memunculkan penyakit. Dengan konsumsi antibiotik berulang, 
kuman "normal" ini akan menjadi kebal. Lalu kekebalannya bisa ditularkan pada 
kuman lain, termasuk kuman yang menyebabkan penyakit. Jadi antibiotik yang 
dikonsumsi berulang-ulang dapat menimbulkan kekebalan, apalagi bila penggunaan 
itu sebenarnya tidak perlu. Dikhawatirkan, bila terjadi infeksi yang 
betul-betul membutuhkan antibiotik, obat tersebut sudah tidak lagi efektif 
karena tubuh sudah resisten.

      * Memunculkan Reaksi Alergi

      Bila penggunaannya tidak tepat, antibiotik bisa menyebabkan alergi, 
seperti gatal, mual, pusing, dan sebagainya. Seringkali dokter menanyakan 
apakah pasien memiliki alergi obat tertentu atau tidak. "Dokter yang menanyakan 
hal ini pada pasiennya harus dipuji karena dia termasuk dokter yang teliti," 
komentar Rianto. Sayangnya, yang sering terjadi pasien tidak tahu apakah 
dirinya alergi terhadap obat tertentu atau tidak. 

      Lalu bagaimana sebagai pasien kita harus menjawabnya? Seandainya sama 
sekali tidak tahu pasti apakah punya riwayat alergi obat atau tidak, "Sebaiknya 
ya jawab apa adanya. Dokter pasti akan membantu meresepkan obat yang aman. Tapi 
kalau tahu, misalnya alergi penisilin atau amoksilin, tentu dokter tidak akan 
meresepkannya." 

      Walaupun belum ada angka pasti berapa banyak orang yang alergi terhadap 
antibiotik di Indonesia, yang paling banyak dijumpai adalah alergi penisilin. 
Alergi terhadap obat biasanya ditandai dengan gejala gatal-gatal, sesak napas 
ataupun reaksi lainnya. 

      * Harga Obat Jadi Mahal 

      Penambahan antibiotik yang tidak perlu akan membuat harga obat yang harus 
ditebus pasien jadi makin mahal. Dalam hal ini pasien punya hak untuk 
memberikan pandangannya kepada dokter. Misalnya kalau untuk sakit flu dokter 
meresepkan antibiotik, tanyakan saja apakah itu memang perlu. Lebih baik lagi, 
berobat saja ke dokter yang memang selektif dalam meresepkan antibiotik. 

      KEMUNGKINAN EFEK SAMPING

      Efek samping antibiotik tidak mesti muncul dari penggunaan jangka panjang 
karena penggunaan jangka pendek pun bisa saja menimbulkan kerugian. Misalnya, 
pada orang-orang tertentu, antibiotik yang masuk ke tubuh dapat memunculkan 
reaksi berlebihan. Akibat yang paling parah di antaranya Sindrom Steven 
Johnson, yang bisa berujung kematian. 

      Adapun jangka waktu penggunaan antibiotik sangat bervariasi tergantung 
pada berat ringannya penyakit. Untuk infeksi kuman yang ringan, penggunaan 
selama lima hari sudah cukup. Sedangkan untuk infeksi kuman yang sifatnya 
khusus, seperti TBC, waktu yang dibutuhkan jelas lebih lama, minimal 6 bulan. 
Berikut beberapa contoh antibiotik dan kemungkinan efek samping yang bisa 
ditimbulkannya: 
      Namun, bukan berarti obat-obat tersebut tidak boleh dikonsumsi, karena 
manfaatnya justru besar bila digunakan dengan indikasi yang benar. Sudah banyak 
bukti bahwa antibiotik dapat menyelamatkan nyawa manusia. Yang perlu kita 
lakukan adalah bersikap hati-hati, karena penggunaannya yang salah dapat 
berakibat fatal. Jenis antibiotik Efek samping 
            Gentamisin Kerusakan ginjal 
            Kloramfenikol Kerusakan sumsum tulang sehingga berpengaruh pada 
produksi sel darah merah dan sel darah putih, bisa mengakibatkan kematian. 
            Penisilin Syok anafilaksis (turunnya tekanan darah secara drastis 
dan tiba-tiba, bisa menyebabkan kematian) atau reaksi pada kulit 
            Sulfa Reaksi hipersensitivitas 


      DOSIS DULU DAN SEKARANG

      Selama pengobatan, biasanya antibiotik diminum 2-3 kali sehari. Akan 
tetapi seiring dengan kemajuan dunia kedokteran, antibiotik jenis tertentu bisa 
dikonsumsi hanya satu kali sehari. Soal efektivitasnya, menurut Rianto sama 
saja. Kalau antibiotik yang diberikan 3 kali sehari punya masa kerja kurang 
lebih 8 jam, maka yang dosisnya 1 kali sehari pun dibuat dengan masa kerja yang 
lebih lama. 
      Ada keuntungan lebih yang didapat dengan mengonsumsi obat sekali sehari, 
yakni terhindar dari kemungkinan lupa dan tidak harus terlalu sering minum 
obat. Lebih menyenangkan, bukan? Namun, harap diingat antibiotik yang bisa 
diminum sekali sehari belum tersedia untuk semua penyakit infeksi kuman. 

      HARUSKAH DIHABISKAN?

      Bila penggunaan antibiotik tersebut tepat sesuai indikasi, tak ada cara 
lain kecuali harus dihabiskan. Contohnya untuk infeksi saluran pernapasan bawah 
yang disebabkan oleh kuman. Kalau dokter meresepkan harus dikonsumsi selama 7 
hari dan harus dihabiskan, maka selama 7 hari itu harus benar-benar dihabiskan, 
supaya tidak terjadi pemburukan pada penyakit tersebut.

      Sedangkan antibiotik yang tidak tepat penggunaannya, misalnya untuk flu 
yang memang tidak membutuhkan antibiotik ya sebaiknya segera dihentikan. Makin 
cepat menghentikan konsumsi antibiotik yang tidak benar, tentu semakin baik.

      JANGAN UBAH BENTUKNYA

      Yang juga harus diingat adalah jangan mengubah bentuk antibiotik yang 
diresepkan dokter. Bila bentuknya tablet, maka obat itu harus dikonsumsi apa 
adanya. Seringkali karena kesulitan minum obat, maka sebelum diminum tablet itu 
digerus dulu. Atau kalau berupa kapsul dibuka dulu kemasannya. Ini jelas tidak 
benar. Pemakaian obat yang salah tidak akan menghasilkan efek maksimal lantaran 
obat tersebut tidak diserap tubuh secara optimal.

      Contohnya, tidak semua tablet bisa digerus karena ada yang dilapisi 
dengan lapisan khusus agar tidak teroksidasi. Bila isi tablet tersebut terpapar 
sinar matahari atau zat lainnya, maka stabilitasnya jadi menurun. Bahkan obat 
yang digerus di apotek pun tidak sepenuhnya aman dari human error. "Karena 
setelah digerus obat tersebut harus melalui beberapa proses lagi, seperti 
ditimbang dan sebagainya, sehingga rawan salah."

      Belum lagi ada beberapa antibiotik tertentu yang dilapisi enteric coated 
tablet. Pelapisan ini dimaksudkan supaya obat tidak pecah di lambung. Ingat 
lambung memiliki kondisi asam yang akan merusak antibiotik sebelum diserap oleh 
tubuh. Kalau obat tersebut dapat terjaga utuh sampai usus halus yang kondisinya 
sudah tidak asam lagi, maka obat tersebut terhindar dari kerusakan dini dan 
dapat diserap tubuh dengan baik.

      Itulah mengapa di beberapa negara maju, seperti Amerika dan Australia, 
sudah tidak ada lagi obat yang dikonsumsi dalam bentuk puyer. "Semua obat 
dikonsumsi apa adanya, sehingga lebih aman."

      ANTIBIOTIK GENERIK VS PATEN

      Belakangan marak dikampanyekan pemakaian obat generik, termasuk jenis 
antibiotik. Adakah perbedaan efektivitas antara antibiotik generik dengan yang 
paten? "Sama sekali tidak ada," tandas Rianto. Obat generik sama manjurnya 
dengan obat paten. Bahkan seringkali diproduksi di pabrik yang sama dengan 
proses yang sama pula. 

      Bedanya yang satu diberi nama dagang dan menjadi obat paten yang harganya 
lebih mahal. Sedangkan yang tidak memakai nama dagang atau dikenal dengan 
istilah generik, harganya relatif lebih murah. 

      Namun harus diingat tidak semua obat memiliki versi generiknya. Kalau 
memang obat tersebut tidak ada generiknya, mau tidak mau pasien harus membeli 
obat dengan merek paten.

      MINUMLAH OBAT SEPERLUNYA

      Ada beberapa hal yang dianjurkan Rianto sehubungan dengan konsumsi 
antibiotik, berikut di antaranya;

      - Orang tua sebaiknya "waspada" dengan mencari dokter yang bisa 
meresepkan obat secara baik dan benar.

      - Bila diresepkan sederet obat dan banyak macamnya, sebaiknya langsung 
tanyakan. Dokter yang baik hanya akan meresepkan obat yang memang sesuai dengan 
indikasi penyakit yang diderita pasien saja.

      - Kalau demam, batuk, dan flu ringan, boleh saja menggunakan obat yang 
dijual di pasaran sebagai pertolongan pertama tapi jangan langsung mengandalkan 
antibiotik.

      - Jangan sembarangan menggunakan antibiotik, meski mungkin bisa dibeli 
sendiri di apotek.

      Marfuah Panji Astuti.
     





=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+

Mailing List Nakita
milis-nakita@news.gramedia-majalah.com

Arsip
http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/
------------------------------------------------

untuk berlangganan kirim mail kosong ke :
[EMAIL PROTECTED]

untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]







=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+

Mailing List Nakita
milis-nakita@news.gramedia-majalah.com

Arsip
http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/
------------------------------------------------

untuk berlangganan kirim mail kosong ke :
[EMAIL PROTECTED]

untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke