Ada yang bisa mengklarifikasi berita ini ? Kalau benar terjadi, sungguh
sebuah tindakan yang sangat tidak Islami, dan patut disayangkan.

 

Kalau kejadian di bawah benar terjadi, semoga bisa menjadi perenungan
bagi kita semua. :-)

 

------------------------

 

KASUS PURA BULELENG II

 

 

 

 Nama saya Wayan Ilham, dan sebelumnya saya pernah menulis

 

 tentang kisah nyata Pura Buleleng di Bali. Oh ya, agama saya Hindu

 

 Bali dan saya hanya sebagai anggota milis yang pasif saja, artinya 

 tidak

 

 banyak menulis untuk milis ini.

 

 

 

 Tulisan rekan Muslim di atas tentu saudara tahu siapa penulisnya, dan

 

 memang kami sebagai penduduk Bali sering sekali diejek oleh rekan 

 Muslim sebagai penembah Berhala atau Kafir atau lainnya.

 

 Walaupun demikian kami tetap sabar, karena masyarakat Bali adalah

 

 masyarakat yang cinta damai sejak dahulu kala, dan kami tidak ingin

 

 menyakiti pihak lain, dan sebagai tuan rumah di tanah sendiri (Bali)

 

 justru kami yang lebih sering disakiti.

 

 

 

 Saya pernah menulis tentang penghadangan dan pembakaran Arca

 

 Dewa Indra di kampung Jawa (nama daerah di Bali), itu sudah hampir

 

 kami lupakan karena kejadiannya delapan tahun yang lalu dan di zaman

 

 rezim Soeharto lagi. Tapi yang paling menyakitkan adalah kejadian

 

 baru-baru ini, dimana di awal pemerintahan SBY yang berusaha

 

 memberantas SARA ini, justru kejadian yang sangat memalukan dan

 

 memilukan ini terjadi.

 

 

 

 Kejadian tersebut diekpos semua koran lokal di Bali dan saya harapkan

 

 koran yang di Jakarta juga meliputnya. Peristiwanya sebagai berikut,

 

 pada minggu lalu masyarakat Jawa di Bali membeli sebidang tanah

 

 kosong di wilayah Adat Kuta, dimana wilayah tersebut adalah tempat

 

 sakral bagi kami orang Bali karena merupakan pusat pemujaan Dewa

 

 Brahma di Kuta dan Bali khususnya.

 

 

 

 Tanah yang dibeli di Legian tersebut akan didirikan sebuah mesjid yang

 

 dikoordnasi oleh FPBM (Front Pengislaman Bali Madani). Dan tentu

 

 saja masyarakat setempat agak keberatan karena disamping daerah 

 tersebut tidak ada Muslimnya karena merupakan tempat tinggalnya

 

 orang Bali dan sekaligus obyek wisata.

 

 

 

 Mereka yang menamakan dirinya FPBM (Front Pengislaman Bali

 

 Madani) yang menjadi sumber kericuhan.Tanpa mengindahkan

 

 peraturan yang berlaku dan perasaan masyarakat sekitar dengan

 

 membangun mesjid tersebut, dan dalam masa pembangunan saja,

 

 suara azan di kumandangkan dengan loudspeaker yang keras sekali,

 

 sehingga menggangu kenyamanan turis dan juga masayarakat Bali

 

 yang tinggal di Legian. Sewaktu para penatua-penatua Hindu Bali 

 meminta kepada pengurus mesjid tersebut supaya tidak berlebihan

 

 dalam menyuarakan azan dan juga menanyakan apakah pendirian

 

 bangunan ibadah tersebut telah ada izinnya. Maka pengurus mesjid

 

 tersebut mengatakan, bahwa peraturan pendirian tempat ibadah yang

 

 berdasarkan SKB 3 menteri, yang syaratnya adalah adanya 80 keluarga

 

 pemeluk agama tersebut dan juga izin dari warga tetangga di sekitar

 

 tempat ibadah itu berlaku untuk agama diluar Islam, dan orang Muslim

 

 berhak mendirikan tempat ibadah berupa mesjid dimana saja di tanah

 

 Indonesia termasuk Bali tanpa harus ada ijin apapun. Karena SKB

 

 tersebut diberlakukan untuk orang kafir dalam mendirikan tempat ibadah

 

 mereka.

 

 

 

 Yang lebih parahnya lagi, bahwa mereka menantang para penatua itu,

 

 apakah pura yang ada di Legian telah mendapatkan ijin dari Menteri

 

 agama dan telah berdasarkan SKB 3 menteri, jika tidak maka pura yang

 

 ada di Legian yang akan di runtuhkan seperti yang telah mereka

 

 lakukan terhadap gereja di tanah Jawa.

 

 

 

 Hal tersebut tentu saja membuat para penatua tersebut tersinggung.

 

 Sebagai masyarakat yang cinta damai, penatua-penatua masih

 

 bersabar dan bernegoisasi agar suara azan tersebut tidak mengganggu

 

 warga sekitar. Pernyataan dari penatua tersebut dianggap perang oleh

 

 pengurus mesjid, dan mereka berteriak bahwa Berhala dan patung di

 

 Bali akan dihancurkan satu demi satu sampai habis seperti yang telah

 

 dilakukan oleh Taliban di Afghanistan jika syariat Islam diberlakukan 

 di

 

 Indonesia.

 

 

 

 Belum puas atas tindakannya tersebut, pada besoknya, maka FPBM

 

 tersebut malah mendatangkan kira-kira 10 truk orang-orang (Jawa) yang

 

 dikoordinasi dari beberapa kampung di Jawa, mereka berdatangan

 

 dengan mengikatkan kain di kepala dengan tulisan FPBM,

 

 dan membawa poster bertuliskan "Mesjid Yes, Pura go to Hell" sambil

 

 poster-poster tersebut dibentangkan dan ditunjukkan kepada turis-turis

 

 yang sedang berliburan di Legian. Tentu saja hal tersebut membuat

 

 sebagian masyarakat Bali tersinggung dan terprovokasi, dan sewaktu

 

 hampir terjadi kerusuhan, maka Polisi Anti Hura Hara datang ke lokasi

 

 kejadian dan membubarkan semua orang yang ada disana.

 

 10 Truk tersebut beserta orang-orang yang diorganisir tersebut dikawal

 

 keluar dari Legian. Tetapi sebelum mereka pergi, mereka melontarkan

 

 ancaman akan menghancurkan pura yang ada di Legian dan menjadikan

 

 Legian sebagai tempat yang steril dari Pura.

 

 

 

 Pada tanggal 17 Januari, pada malam harinya, datang lagi

 

 segerombolan orang yang mengenakan ikat kepala putih dan langsung

 

 menuju ke Pura Dalem Kahyangan dengan teriakan allahu akbar dan

 

 menuju ke lokasi dengan segala peralatan seperti palu, cangkul dan

 

 sebagainya, semua arca, tempat sembahyang dan lukisan dinding yang

 

 bernilai sejarah tersebut dihancurkan.

 

 

 

 Pada tanggal 18 Januari, orang-orang tersebut mendatangi lagi tiga 

 pura

 

 yang ada di Legian, yaitu Pura Dalem Penataran Kedonganan,

 

 Pura Kati Gadjah dan Pura Pesambyangan dihancurkan pula,

 

 kejadian tersebut dilakukan tengah malam dan berlangsung cepat. Tidak 

 puas atas pengrusakan yang dilakukan selama 2 malam

 

 berturut-turut pada tanggal 19 Januari mereka beraksi lagi, dan kali 

 ini

 

 mereka melakukan pengrusakan terhadap dua pura, yaitu Pura

 

 Pengorengan dan Pura Lobong. Yang paling mengenaskan, ialah dua

 

 pura ini adalah pura pemujaan keluarga. Artinya pura tersebut 

 didirikan

 

 oleh keluarga untuk berterima kasih kepada Dewa, dan pura Keluarga 

 ini,

 

 seperti namanya, bukanlah merupakan pura umum yang bisa didatangi

 

 oleh orang lain, karena pura keluarga adlaah tempat pemujaan yang

 

 bersifat privacy.

 

 

 

 Masyarat Bali sangat tersesak akan kejadian tersebut,

 

 karena pengrusakan dilakukan hanya karena masalah yang sangat

 

 sepele saja dan juga yang melakukan tersebut adalah

 

 pendatang-pendatang dari Jawa yang pada umumnya mencari sesuap

 

 nasi di Bali. Dari pihak Polda Bali sendiri mengeluarkan instruksi 

 (yang

 

 notabenenya adalah instruksi dari Jakarta) yang kira-kira bunyinya,

 

 bahwa pengrusakan tersebut akan diusut, dan menghimbau penduduk

 

 Bali tidak menyalahkan atau menuduh pelakunya dari agama atau suku

 

 tertentu, karena akan merusak harmonisasi yang telah dibina sekian

 

 lama di Bali, dan sambil mengingatkan bahwa masayarakat Bali adalah

 

 masyarakat cinta damai dan juga jika terjadi kerusuhan di bali,

 

 tentu yang rugi adalah masyarakat Bali sendiri karena tentu wisatawan

 

 tidak akan datang kemari. Sebenarnya untuk mengusut peristiwa ini

 

 sangat mudah sekali, dimana saksinya banyak, dan biang dibalik

 

 kerusuhan tersebut adalah FPBM yang mengerahkan massa dan

 

 melakukan pengrusakan Tapi polisi tidak melakukannya,

 

 dan seolah-olah polisi menjadi sangat bodoh sekali dalam mengusut

 

 peristiwa ini.

 

 

 

 Masyarakat Bali sudah tahu, bahwa kasus ini hanya akan menjadi

 

 "dark number" sekian yang tidak akan diusut. Seperti pada pengrusakan

 

 yang terjadi di Pura Buleleng, maka pengrusakan Pura tersebut yang

 

 dilakukan oleh rekan Muslim sangat menyesakkan dada setuiap insan

 

 masyarakat Bali. Sebenarnya masyarakat Bali telah sangat toleran

 

 menerima warga pendatang, bahkan memberikan sumber kerjaan bagi

 

 pendatang tersebut. Tetapi memang air susu di balas air tuba. Dan 

 tentu

 

 masyarakat Bali cukup bijaksana dalam menghadpai kasus ini,

 

 tetapi yang perlu diperhatikan ialah, bahwa masyarakat Bali juga

 

 mempunyai batas toleransi kesabaran. Dan banyak pendatang lupa

 

 bahwa Bali bukanlah Jawa, kalau di Jawa mereka bisa semena-mena

 

 terhadap pemeluk agama lain, bukan berarti di Bali mereka berbuat

 

 sama.

 

 

 

 Untuk rekan Muslim yang di milis, kadang saya juga sangat sedih

 

 melihat tulisan kalian, yang selalu menyalahkan pihak lain. Karena 

 anda

 

 sangat menjunjung agama anda, tentu orang lain demikian juga,

 

 mengapa selalu berusaha menyudutkan dan menjelek-jelekkan agama

 

 orang lain.

 

 

 

 Kalau rekan Muslim percaya bahwa nanti setelah meninggal, maka ada

 

 Surga menanti kalian, demikian juga agama lain. Mengapa sering sekali

 

 sumpah serapah mengatakan orang lain yang bukan Islam akan masuk

 

 Neraka Jahanam. Dan pandangan agama lain juga sama saja,

 

 kalian yang akan di masukkan ke samsaka (neraka). Jadi jika hidup di

 

 bumi Nusantara, antar umat beragama saling rukun,bukankah alangkah

 

 baiknya ?

 



[Non-text portions of this message have been removed]



Mari bersama-sama mengharumkan Islam lewat kebudayaan/seni Islami

 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/nasyid-indonesia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke