Setuju sekali apalagi ditenggarai sebagian besar dana mereka ditempatkan di 
REPO grup grup tertentu..........potensi kerugian ini sudah pasti akan 
ditanggung kita kita sebagai pihak yang berkepentingan utk jaminan masa 
tua......

Regards
HB

Sent from my BlackBerry�
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-----Original Message-----
From: "datasahamku" <[EMAIL PROTECTED]>

Date: Mon, 10 Nov 2008 07:58:53 
To: <obrolan-bandar@yahoogroups.com>
Subject: [obrolan-bandar] Waspadai Asuransi dan Dana Pensiun



VIVAnews - Saat krisis 10 tahun silam, sistem perbankan Indonesia
porak poranda. Kini sistem perbankan cenderung lebih tahan banting
menghadapi krisis global, namun sektor finansial lain seperti asuransi
dan dana pensiun patut diwaspadai.

Bank-bank nasional, kata ekonom INDEF Aviliani, kini tidak terlalu
menghadapi masalah karena manajemen bank kini lebih paham dan selektif
memilih debitor mereka, mana yang bagus dan tidak.

"Justru yang perlu diawasi adalah asuransi dan dana pensiun. Kenapa?
Karena kalau dana pensiun kan bayar premi, kemungkinan dana-dana ini
ditempatkan pada saham-saham," kata komisaris Bank Rakyat Indonesia
(BRI) itu dalam diskusi di Gedung DPD, Jakarta, Senin 10 November 2008.

Padahal saat ini harga saham di Bursa Efek Indonesia tengah mengalami
kejatuhan seiring ambruknya pasar saham dunia. Bahkan BEI sempat
melakukan suspensi selama dua hari pada Oktober lalu akibat indeks
saham jatuh hingga melebihi batas bawah autorejection sebesar 10 persen.

Masalahnya, imbuh Aviliani, dana-dana yang disimpan sebagai investasi
di pasar modal ini tidak ada pengawasannya sama sekali dari pemegang
polis.

Harusnya pemerintah ikut mengawasi portofolio investasi kedua lembaga
keuangan ini seperti halnya perbankan agar seluruh dana premi nasabah
tidak dilarikan ke saham. Ia lalu menyontohkan AIG di Amerika yang
akhirnya dibail out pemerintah negeri adidaya itu. Aviliani yakin jika
pemerintah AS tidak segera bertindak, kasus AIG bisa berimbas ke
Indonesia.

"Jadi jangan sampai seperti itu. Kemana portofolia harus dilihat.
Paling tidak di sistem pengawasannya, sekarang kan hanya di Departemen
Keuangan," katanya. Dan permasalahannya Departemen Keuangan tidak bisa
mengawasi langsung seperti BI mengawasi perbankan.

Pengawasan asuransi dan dana pensiun sangat penting untuk menghindari
blanket guarantee, meski hanya menguasai pangsa pasar 20 persen. Jauh
dibandingkan bank yang menguasai 80 persen dana nasabah. "Nah mumpung
masih kecil ini, setidaknya dijamin, jangan sampai dibiarkan agar
kredibilitasnya tidak hancur," kata dia.

Menilik krisis global yang terjadi saat ini, menurut Aviliani,
sebetulnya sejak 1980-an, krisis ekonomi sudah diprediksi bakal
terjadi akibat penggelembungan ekonomi, karena di Amerika yang namanya
supreme mortgage, orang bisa mendapatkan kredit meski tidak memiliki
pemasukan.

Yang lebih parah lagi, lembaga rating berani memberikan nilai sampai A
meski 'barang' ini tidak bagus. Saat itu raksasa ekonomi Asia, Cina,
malah ikut membeli sampai US$ 500 miliar, atau hampir seperempat
devisanya saat ini. Jadi tidak heran jika saat ini Cina diminta
membantu mengatasi krisis finansial di AS, karena jika tidak turun
tangan, dana mereka akan menguap begitu saja.

Menurut Aviliani, sebetulnya tanda-tanda penurunan ekonomi sudah
terlihat sejak 2007. Namun hal itu tidak berlanjut karena pengusaha
Timur Tengah banyak yang membeli perusahaan di Amerika Serikat. Lain
ceritanya pada 2008, semua indikator ekonomi stagnan, banyak orang
yang menarik dana dan perusahaan tidak mampu membayarnya.

"Bedanya di kita efeknya sampai dana (asing) Rp 50 triliun ke luar.
Ada penjualan head fund di sini, sehingga ini menyebabkan kita
sekarang kekurangan dolar," kata dia.


Kirim email ke