http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/05/05430269/dunia.memasuki.tahun.2009.yang.kelam


Kompas.com, Jumat, 5 Desember 2008 | 05:43 WIB
Jika tidak ditangani secara tepat, krisis keuangan akan menjelma
menjadi krisis kemanusiaan di kemudian hari. Keresahan sosial dan
ketidakstabilan politik akan meningkat, memperparah persoalan lainnya.
Bahayanya, sebuah rangkaian krisis satu sama lain saling menghantam
dengan potensi menghancurkan semua pihak."

Demikian peringatan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban
Ki-moon di Doha, Qatar, pada konferensi ekonomi dan pembangunan yang
disponsori PBB, 29 November 2008.

Hal ini senada dengan isi laporan Dewan Intelijen Nasional (NIC): ke
depan, potensi konflik akan terjadi akibat perebutan sumber kekayaan
alam dan buah dari terbentuknya kekuatan multipolar, yakni AS, India,
Rusia, China, Eropa, dan Indonesia juga disebut-sebut ada di dalamnya.

Kekuatan AS, walau masih dominan, sudah mulai tergerogoti. Laporan ini
sengaja dikeluarkan untuk memberi tahu di mana posisi AS kepada
presiden AS terpilih, Barack Obama.

Adakah cara untuk mencegahnya? Ada, setidaknya lewat dua hal. Pertama,
dengan terciptanya tatanan baru internasional yang menyatukan kekuatan
benevolent yang bertindak sesuai kaidah internasional untuk menghadapi
kekuatan malevolent. Ini penting untuk mencegah dunia dari benturan
peradaban seperti diramalkan Samuel P Huntington.

Ada optimisme hal ini akan terwujud, yakni ambisi Presiden Obama, yang
pada hari Senin, 1 Desember 2008, menjanjikan akan memperkuat kembali
aliansi lama dan mengembangkan kemitraan baru. Dia berjanji akan
mengombinasikan strategi pertahanan dengan diplomasi andal.

Janji lainnya, memperkuat badan-badan internasional, menjadi kekuatan
penyatu semua bangsa, bukan dijadikan "mainan" sebagaimana terjadi di
bawah Presiden George W Bush, presiden dengan popularitas terburuk
sepanjang sejarah kepresidenan AS.

Menlu AS yang baru, Hillary Clinton, menyahut dengan mengatakan, "Kita
akan menciptakan dunia dengan harapan baru ketimbang ancaman."

Namun, ada pesimisme. "Kepemimpinan kelompok eksklusif seperti G-7 dan
G-20 sangat dibutuhkan, tetapi selama ini bertindak tidak inklusif,
kehilangan legitimasi, dan kehilangan efektivitas," kata Asisten
Sekjen PBB untuk Pembangunan Ekonomi Jomo Kwame Sundaram.

Sundaram menyarankan, "Karena itu, sangat penting untuk meredesain
tatanan internasional lewat proses yang melibatkan banyak pihak dan
menampilkan wajah multilateralisme."

Multilateralisme juga amat dibutuhkan untuk mengatur sektor keuangan,
yang bergerak liar, menjadi ajang spekulasi. Hasilnya adalah spekulasi
harga komoditas seperti minyak yang berlebihan, yang harganya meroket.
Sektor keuangan yang liar juga melahirkan penipuan dengan kucuran
kredit berlebih ke sektor perumahan AS. Hasilnya adalah kebangkrutan
lembaga keuangan kaliber internasional. Efek domino kebangkrutan
sektor keuangan adalah krisis ekonomi global.

Krisis terburuk

Karena itu, hal kedua yang harus diatasi adalah krisis ekonomi yang
terjadi sekarang, yang dipicu krisis di sektor keuangan itu. Ekonom
PBB, Rob Vos (Direktur Divisi Kebijakan dan Analisis PBB), mengatakan
skenario terburuk untuk 2009 adalah produksi domestik bruto global
anjlok 0,4 persen, atau terburuk sejak 1930-an.

Skenario optimistis menunjukkan PDB global tumbuh 1,6 persen, turun
dari pertumbuhan 2,5 persen pada 2008 dan lebih buruk dari 3,5-4
persen empat tahun sebelumnya. Skenario medium, PDB global tumbuh
hanya 1 persen. Semua skenario memperlihatkan dunia sedang memasuki
tahun 2009 yang kelam.

Untuk mengurangi kemiskinan global sebesar satu persen, dibutuhkan
pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen. Anjloknya PDB global akan
menambah kemiskinan. Inilah ketakutan Sekjen PBB tersebut.

Studi empiris pernah dilakukan tahun 1999 oleh K Michael Fingerand dan
Ludger Schuknecht untuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) berjudul
"Special Studies: Trade, Finance, and Financial Crises". Isinya,
krisis yang dipicu sektor keuangan, memiliki kesempatan lebih besar
menjungkalkan ekonomi.

Krisis sekarang ini menimpa negara-negara termaju, seperti AS, Eropa,
dan Jepang, penyerap utama permintaan dunia. Namun, hal ini berdampak
dahsyat terhadap berbagai negara, dengan dunia yang sudah saling
terkoneksi. Kaum termiskin dunia, sebagaimana dikatakan Ban Ki-moon,
adalah yang paling terpukul. Penurunan bantuan internasional adalah
satu hal yang sudah pasti turun.

Perdagangan internasional juga pasti akan turun. Sejumlah perusahaan
multinasional sudah mengeluhkan lesunya ekspor. Saran umum yang
dianjurkan adalah penggenjotan anggaran pemerintahan, mengompensasi
penurunan konsumsi swasta dan investasi. Indonesia mencanangkan
stimulus ekonomi.

Kepemimpinan di negara kita sedang sangat dibutuhkan, sebagaimana
Franklin D Roosevelt yang dikatakan berhasil melepaskan AS dari
krisis. Kepemimpinan tidak saja dalam bentuk penambahan pengeluaran,
tetapi juga kemampuan menghilangkan distorsi perekonomian, seperti
pungli, korupsi, dan pelayanan birokrasi yang melempem.

Menurut ekonom Peru, Hernando de Soto, birokrasi yang melempem adalah
buah dari kepemimpinan dan elite politik yang melempem. Masihkah bisa
menerima elite yang melempem?


Simon Saragih

Kirim email ke