Dulu saya ingat, di milis OB ada yang pernah mengejek saya ketika saya
bilang "Mending simpan uang di bawah bantal..!!". Kalo memang tidak ada
lagi bank dan sekuritas yang bisa dipercaya di negeri ini, simpan uang
di bawah bantal kayaknya bukan ide yang buruk deh. Coba baca artikel
yang satu ini!

 

http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=61610

 

[ Minggu, 05 April 2009 ] 
Dahlan Iskan : Ikhtiar Para Pemilik Uang di Hongkong ketika Masa
Krisis 
Tak Percaya Bank, Pilih Simpan di Kotak tanpa Bunga 


 
Banyak cara dilakukan orang untuk menyimpan atau menyelamatkan uang
mereka di masa krisis. Yang dilakukan sebagian orang di Hongkong ini
cukup menarik. Berikut catatan Dahlan Iskan yang tadi malam menempuh
perjalanan ke Hangzhou via Hongkong. 

---

Dalam perjalanan dari Hongkong ke Hangzhou tadi malam, saya bisa tahu
apa yang dilakukan sebagian pemilik uang di masa krisis seperti ini.
Misalnya, seperti yang diceritakan teman yang seperjalanan dengan saya
ini. 

Dia orang Hongkong, bekerja sebagai eksekutif di beberapa perusahaan.
Umurnya kira-kira 60 tahun dan mengaku memiliki tiga anak yang semua
sudah dewasa. Dia bercerita bagaimana harus menyelamatkan uangnya ketika
krisis mulai melanda dunia (termasuk Hongkong) delapan bulan lalu. Dia
buru-buru mencairkan uangnya yang ada di beberapa bank. Lalu membawanya
pulang dalam bentuk cash. Melihat perkembangan krisis yang gawat saat
itu, dia tidak percaya bahwa uangnya akan selamat di bank-bank tersebut.

Namun, dengan tindakannya itu, dia belum juga merasa tenang. Dia merasa
apakah menyimpan uang di rumah seperti itu juga akan selamat? Baru
beberapa hari menyimpan uang di rumah, dia memutuskan kembali ke bank.
Bukan untuk mendepositokan atau menabungkan uangnya, melainkan untuk
menyewa safety box, kotak penyimpan barang berharga. Uangnya lalu dia
masukkan ke kotak itu. Dia kunci. 

Sebagaimana aturan yang berlaku, dia memegang satu kunci dan kunci yang
satu lagi dipegang pihak bank. Safety box lantas disimpan di bagian
penyimpanan yang biasanya tahan api di gedung bank tersebut.

"Kami melakukan itu karena waktu itu tidak tahu bank mana yang masih
bisa dipercaya," katanya. "Bayangkan, bank sebesar Lehman Brothers saja
bangkrut," tambahnya. "Karena itu, lebih baik saya amankan sendiri saja
dulu," lanjutnya. 

Setiap bulan dia lantas datang ke bank tersebut. Dia minta untuk bisa
melihat kotak itu, membukanya, melihat isinya dan menutupnya kembali.
Begitulah selama delapan bulan, setiap bulan dia menengok "bayi"-nya
itu. Juga untuk membayar sewa serta mengurus perpanjangan masa
penyimpanannya.

Dia menyewa safety box yang besarnya dua kali kotak sepatu. ''Mula-mula
mau menyewa yang kecil saja, tapi tidak cukup. Lalu menyewa yang agak
besar,'' katanya. Untuk itu, dia membayar sekitar Rp 100.000
sebulan. 

''Kalau ekonomi sudah stabil dan perbankan sudah baik, pasti saya akan
mendepositokan kembali uang itu,'' katanya. ''Tapi, biar dululah di
situ. Lihat-lihat perkembangannya,'' tambahnya. 

Dia tahu, dengan cara begitu, dirinya tidak bisa mendapat bunga. Bahkan,
justru harus keluar biaya penyimpanan. Namun, dia merasa itu masih lebih
baik daripada uangnya ''menguap''. 

Satu-satunya harapan adalah kalau nilai tukar uang tersebut membaik.
Meski tidak memperoleh bunga, bisa mendapatkan selisih kurs. Tapi, bisa
juga kursnya justru melemah sehingga secara kurs pun dia merugi. ''Kalau
rugi, tidaklah,'' katanya. 

''Saya menyimpannya kan dalam bentuk tiga mata uang. Saya kira-kira
sendiri saja mana mata uang yang aman dan nilainya masih akan terus
meningkat,'' ujarnya. ''Salah satu di antaranya pasti renminbi,''
tambahnya. 

Dengan demikian, kalau kurs salah satu mata uang itu turun dan satunya
naik, masih bisa impas. ''Kalau tiga-tiganya turun semua, ya sudah
nasib. Tapi, turunnya kan tidak akan banyak,'' tambahnya.

Berapa banyak orang yang melakukan penyelamatan uang seperti itu?
''Banyak sekali. Setiap bulan saya bertemu dengan orang-orang yang juga
sedang mengecek kotak penyimpanan uangnya,'' katanya. 

Dia tidak mau menyebutkan berapa nilai uang yang disimpan di situ.
Namun, dia mengatakan, itulah satu-satunya harta yang akan menjamin hari
tuanya. Dia memang punya sejumlah saham dan bond. Tapi, dengan ambruknya
harga saham, dia berharap agar uang cash-nya tidak ikut hilang.

Setiap hari orang Hongkong yang mengaku sering bepergian di
Tiongkok-daratan itu mengikuti perkembangan perekonomian dunia. Termasuk
kabar terbaru mengenai dimasukkannya Hongkong dan Macau ke daftar hitam
negara-negara yang tidak kooperatif dalam pelaksanaan sistem pajak yang
baik. Artinya, negara-negara itu (termasuk Cayman Island dan Malaysia)
sering dipergunakan oleh orang-orang yang mau menghindari pajak. 

Malaysia dimasukkan ke daftar itu karena memiliki pulau kecil bernama
Labuan (di lepas pantai Sabah) yang dijadikan pusat keuangan offshore.
Yakni, orang bisa secara administratif mendirikan perusahaan di situ
tanpa harus membayar pajak. Beberapa perusahaan Indonesia juga memilih
berpusat di Labuan, meski lebih banyak memilih berpusat di Mauritius,
British Virgin Island, atau Cayman Island.

Tiongkok, sebagai pemilik baru Hongkong dan Macau, ''mengamuk''
dimasukkannya dua wilayah itu ke daftar hitam. Ketika saya transit di
Hongkong kemarin sore, soal itu menjadi pembahasan talk show yang ramai.
Juga menjadi berita koran yang hot. ''Hongkong itu paling bagus dan
terbuka pajaknya. Kok dimasukkan ke daftar hitam,'' ujar Donald Tsang,
pemimpin tertinggi wilayah Hongkong. Yang benar, Hongkong memang
mengenakan pajak yang rendah. Tapi, soal sistemnya sangat baik.

Ternyata Presiden Prancis Sarkozy yang ngotot bahwa Hongkong harus
dimasukkan ke daftar hitam ''sorga pajak''. Itu diketahui ketika
pertemuan puncak kepala-kepala negara G-20 di London membahas soal
perlunya menertibkan sistem perpajakan di negara-negara yang selama ini
dianggap ''surga pajak''. Mereka itulah yang dinilai ikut menjadi
penyebab terjadinya krisis global sekarang ini.

Harian South China Morning Post, koran berbahasa Inggris terbesar di
Hongkong, menceritakan bahwa Presiden Tiongkok Hu Jintao sampai
bersitegang selama 1 jam. Keduanya melakukan pembicaraan yang tegang itu
di salah satu pojok dari arena pertemuan puncak itu. Menurut harian
tersebut, begitu tegang dan lamanya pertentangan itu, Presiden AS Barack
Obama sampai mendatangi pojokan tersebut. Obama yang kemudian menengahi.
Hu Jintao rupanya berhasil. Dalam keputusan yang dibacakan tersebut,
Tiongkok (termasuk Hongkong dan Macau) dinyatakan tidak masuk daftar
hitam. 

Pemilik uang di safety box di Hongkong tersebut sependapat dengan
Sarkozy bahwa peraturan di bidang keuangan harus ditetapkan dulu sebelum
dilakukan penggerojokan uang ke masyarakat dunia. Kalau tidak, uang yang
digerojokkan itu akan banyak yang masuk ke sektor spekulasi lagi.

Saya baru sadar bahwa pemilik uang satu box di sebuah bank di Hongkong
ternyata terkait langsung dengan sidang-sidang para kepala negara G-20
di London itu. Buktinya, dia mengaku baru akan mengembalikan uang
tersebut ke sistem keuangan di perbankan setelah cukup kepercayaan
kepada bank. Padahal, kalau aturan sistem keuangan belum dituntaskan,
kepercayaan kepada bank (terutama bank-bank di negara maju) belum akan
pulih. (kum)



Kirim email ke