Ayo, kita support ibu Prita, kalau ada teman teman atau saudara nya di pers 
agar berita ini diliput terus. sungguh KETERLALUAN.


--- In obrolan-bandar@yahoogroups.com, Lucky Trader <soluckytra...@...> wrote:
>
> Harusnya JAKSA yg memaksa untuk menahan si ibu WAJIB diperiksa...
> Memang sangat keterlaluan, bagaimana mungkin untuk mengekspresikan
> kekecewaan pelayanan publik lewat chatting harus di tahan. Tanda2 PENGUASA
> (baca :JAKSA) mau memaksakan kehendak.
> 
> *JAKSA HARUS DI PTUN*-kan biar tidak sewenang2 dg kekuasaan yg dimanatkan
> oleh rakyat.
> *Kalo bersalah HUKUM !*
> 
> -LT
> 
> 
> On 6/3/09, Adam Rajsha <adam.raj...@...> wrote:
> >
> >
> >
> >  Maaf Mbah, numpang OOT.
> >
> > kejadian yg sangat mengenaskan, bagaimana bila korban malapaktek ini
> > terjadi pada keluarga anda? tapi anehnya korban malah masuk penjara.
> >
> > peristiwa ini menunjukan SIKAP AROGANSI RS OMNI.
> > PENZHOLIMAN sebuah rumah sakit terhadap pasien.
> >
> > hai para dokter RS OMNI dimanakah rasa kemanusiaan anda?, menjebloskan
> > seorang ibu masuk ke penjara, dng membiarkan dua anak balita-nya 'lepas'
> > dari kasih sayang ibu-nya.
> >
> > hukum di negara ini benar2 sedang 'sakit'!
> >
> >
> > Rabu, 3 Juni 2009 | 11:12 WIB
> >
> > *
> > http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/06/03/1112056/Inilah.Curhat.yang.Membawa.Prita.ke.Penjara
> > *
> >
> > *JAKARTA, KOMPAS.com* — Prita Mulyasari, ibu dua anak, mendekam di Lembaga
> > Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten, gara-gara curhatnya melalui surat
> > elektronik yang menyebar di internet mengenai layanan RS Omni Internasional
> > Alam Sutera.
> >
> > Kisah Prita bermula saat ia dirawat di unit gawat darurat RS Omni
> > Internasional pada 7 Agustus 2008. Selama perawatan, Prita tidak puas dengan
> > layanan yang diberikan. Ketidakpuasan itu dituliskannya dalam sebuah surat
> > elektronik dan menyebar secara berantai dari milis ke milis.
> >
> > Surat elektronik itu membuat Omni berang. Pihak rumah sakit beranggapan
> > Prita telah mencemarkan nama baik rumah sakit tersebut beserta sejumlah
> > dokter mereka. Seperti apakah surat Prita yang membawanya ke  penjara?
> >
> > Berikut ini adalah surat prita.
> >
> >
> > *RS OMNI DAPATKAN PASIEN DARI HASIL LAB FIKTIF
> >
> > Prita Mulyasari - suaraPembaca
> >
> > Jangan sampai kejadian saya ini menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama
> > anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan
> > kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS
> > dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan
> > obat, dan suntikan.
> >
> > Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya
> > mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus
> > 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala
> > datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandar
> > International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen
> > yang bagus.
> >
> > Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39
> > derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah
> > trombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya
> > diinformasikan dan ditangani oleh dr I (umum) dan dinyatakan saya wajib
> > rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya
> > yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.
> >
> > dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya
> > meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu
> > referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan
> > saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.
> >
> > Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin
> > pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H
> > visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan
> > 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H
> > terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam
> > suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.
> >
> > Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama
> > dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir
> > karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih
> > memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh
> > dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard
> > Internatonal.
> >
> > Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap
> > suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya
> > meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan
> > suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu
> > boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.
> >
> > Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan
> > dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya
> > dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke
> > 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa.
> > Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.
> >
> > Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk
> > memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya
> > sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan
> > berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam
> > berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan
> > kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.
> >
> > Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak
> > napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya
> > berkata menunggu dr H saja.
> >
> > Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya
> > pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa
> > untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.
> >
> >
> > Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun,
> > janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak
> > saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal
> > yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam
> > riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan
> > membengkaknya leher kiri dan mata kiri.
> >
> > dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah
> > mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan
> > menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya
> > dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama
> > yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan
> > tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.
> >
> > Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai
> > membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau
> > dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan
> > data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan
> > data medis yang fiktif.
> >
> > Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya
> > lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada
> > follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil
> > thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.
> >
> > Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat
> > dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak
> > adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain
> > dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000
> > tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung
> > dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.
> >
> > Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh
> > Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda
> > terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar
> > dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya
> > sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta
> > tanda terima pengajuan komplain tertulis.
> >
> > Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan manajemen. Atas nama
> > Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan
> > diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan
> > saya.
> >
> > Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan
> > dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000.
> > Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit
> > 181.000 saya masih bisa rawat jalan.
> >
> > Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya
> > ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik.
> > Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M
> > informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr
> > H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas
> > (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.
> >
> > Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya
> > dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut
> > analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah
> > parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa
> > terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.
> >
> > Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah
> > membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan
> > suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas.
> > Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya
> > tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.
> >
> > Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000
> > tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta
> > diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya
> > saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang
> > datang dari Omni memberikan surat tersebut.
> >
> > Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan
> > bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya
> > tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya
> > telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima
> > atas nama Rukiah.
> >
> > Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak
> > ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya
> > sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima
> > tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut
> > Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang
> > mempermainkan nyawa orang.
> >
> > Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan
> > customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.
> >
> > Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan
> > ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan
> > pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.
> >
> > Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan
> > tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan
> > dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi
> > kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.
> >
> > Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin
> > tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya
> > RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.
> >
> > Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah
> > hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu
> > rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya
> > tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.
> >
> > Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan
> > asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal
> > mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.
> >
> > Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B).
> > Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan
> > kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.
> >
> > Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang
> > selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak
> > jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu
> > yang cukup untuk menyembuhkan.
> >
> > Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing.
> > Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang
> > dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.
> >
> > Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya
> > diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang
> > tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak
> > terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.
> >
> > Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan
> > atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M,
> > dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi
> > perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya
> > tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari
> > dokter ini.
> >
> >
> > Salam,
> > Prita Mulyasari
> > Alam Sutera
> > *
> >
> >
> >
> > --
> > salam,
> > AR
> >
> > 
> >
>


Kirim email ke