please visit my blog:

http://staff.blog.ui.ac.id/dodik.siswantoro/

Kasus Dubai World, subprime mortgage jilid 2?
                        Posted 10 minutes ago at 12:48 pm. 0 comments
                          

Cukup mengaggetkan ketika terjadi penundaan pelunasan bayar sukuk
oleh perusahaan Nakheel (anak perusahaan Dubai World) yang disampaikan
langsung oleh Pemerintah Dubai. Hal ini bersamaan dengan pesimistis
pasar modal global yang sedang dihantui oleh rendahnya PDB Amerika
(Cuma 2,8%) dengan tingkat pengangguran 10,2%. Sudah menjadi rahasia
umum, selama ini pertumbuhan ekonomi global ditopang oleh stimulus yang
sangat besar yang diharapkan dapat membangkitkan keterpurukan krisis
global yang menerpa akibat kasus subprime mortgage di Amerika.

Dubai World merupakan perusahaan milik Pemerintah Dubai yang
bergerak dalam berbagai bidang infrastruktur, salah satunya adalah
Nakheel. Proyek property Nakheel yang terkenal adalah The Palm Island, perumahan
yang berada di tengah laut berbentuk pohon kurma. Sumber pendanaannya
antara lain dengan menggunakan sukuk. Nilai sukuk yang ditunda
pembayaran pokoknya adalah sebesar 3,52 miliar USD. Tanggal jatuh
temponya adalah tanggal 14 Desember 2009, diusulkan ditunda hingga 30
Mei 2010. Penundaan ini tentunya memberikan efek negatif bagi pemegang
sukuk tersebut yang sangat membutuhkan likuiditas. Hal ini menyebabkan
jatuhnya harga sukuk tersebut hingga -31,11% (menjadi 62) dalam satu
hari pada tanggal 26 November 2009. Masalah sukuk Nakheel pada dasarnya
mulai muncul pada bulan Juli 2009 ketika Nakheel mengajukan revisi
struktur sukuk sebesar 750 juta USD.

Sukuk bukan utang!
Sukuk Nakheel menggunakan basis ijarah (sewa) untuk skema pendanaannya. 
Sehingga pemilik sukuk pada dasarnya memiliki hak pada underlying asset
yang disewakan tersebut. Di samping itu sukuk pada dasarnya bukan
merupakan instrumen utang seperti obligasi pada umumnya. Namun
demikian, dari kasus yang terjadi tersebut, banyak investor yang
mengidentikkan sukuk dengan obligasi. Sehingga investor merasa harus
diperlakukan sama seperti pemegang obligasi. Padahal secara langsung
pemilik sukuk mempunyai hak atas underlying asset apabila
terjadi gagal bayar sehingga ada jaminan yang dapat menjadi milik
investor apabila terjadi benar-benar gagal bayar. Hal ini biasanya
diatur pada setiap prospektus masing-masing sukuk.

Struktur sukuk Nakheel
Underwriter dari sukuk Nakheel adalah Barclay Capital dan Dubai
Islamic Bank PJSC, terbit mulai 14 Desember 2006 dan jatuh tempo 14
Desember 2009. Rate yang diberikan adalah 6,345% per tahun.
Di dalam prospektusnya sendiri disebutkan bahwa terdapat resiko dalam
sukuk tersebut misalnya:
1. Dubai World sendiri tidak mempunyai laporan konsolidasi, sehingga
laporan secara umum sebagai holding company tidak begitu jelas
2. Ketergantungan      pada proyek Nakheel cukup besar bagi Dubai World
3. Terdapat      resiko ketidaktepatan waktu dalam penyelesaian proyek property
4. Ketidakcukupan      dana untuk penyelesaian proyek
5. Penurunan      harga property dan tren ekonomi yang melemah
6. Likuiditas      sukuk di pasar sekunder

Dari resiko-resiko yang terdapat dalam prospektus tersebut
seharusnya investor menyadari resiko yang mungkin akan terjadi pada
sukuk Nakheel ini, disamping tenor yang ada relatif singkat (cuma 3
tahun). Kesulitan dalam restrukturisasi pendanaan dan pelunasan dapat
diprediksi diawal, ditambah apabila perusahaan tidak mempunyai
manajemen keuangan yang baik. Hal ini mengakibatkan sebenarnya outlook dari 
Nakheel tidak begitu baik jika investor cermat membaca prospektus yang ada.

Di samping itu, jika terjadi keterlambatan dalam pembayaran maka
investor akan diberitahu, akan diberikan tambahan fee sesuai waktu
penundaan. Kemudian jika terjadi gagal bayar maka underlying asset menjadi 
milik investor sesuai dengan prosedur hukum yang ada.

Pada saat sukuk ini akan diajukan, tingkat penjualan propertynya
baru laku sebesar 12% dari proyek yang akan dijual. Jumlah ini dapat
dikatakan relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan perusahaan
property yang ada di Indonesia. Sedangkan proyek yang diselesaikan baru
sebesar 6% dari yang direncanakan.

Laporan keuangan Nakheel sendiri mendapat opini wajar dengan
pengecualian dari Ernst & Young pada 5 November 2006. Sedangkan
laporan laba rugi pada 6 bulan pertama tahun 2006 mengalami kerugian
sebesar -98 juta AED. Sedangkan pada tahun 2005 sebesar -331,7 juta
AED, tahun 2004 sebesar -205,3 juta AED dan tahun 2003 sebesar
    -62,4 juta AED. Walaupun demikian, jumlah sukuk sebesar 3,52 miliar
USD pada dasarnya relatif kecil bila dibandingkan dengan modal Nakheel
yang sebesar sekitar 18 miliar USD. Sehingga masih dapat dikatakan
wajar jumlah nominal sukuk yang dikeluarkan.

Subprime Mortagage jilid 2?

Hal yang menjadi concern adalah ketika harga sukuk tersebut itu jatuh atau 
mengalami default
sehingga nilainya sangat jatuh. Ini menyebabkan jatuhnya investasi yang
terkait dengan sukuk Nakheel misalnya reksadana, unit link, dan dana
pensiun, bahkan bank (sudah ada beberapa bank yang diprediksi akan
menderita kerugian akibat kasus sukuk Nakheel ini). Ini dapat
mengakibatkan efek pada portofolio investasi tersebut. Apabila investor
merespon dengan cepat dan penarikan dana dilakukan secara besar dan
bersamaan, maka rush akan terjadi. Nilai portofolio dapat turun dengan drastis!

Namun demikian, hal ini berbeda dengan subprime mortgage yang terjadi di 
Amerika dimana tidak ada underlying asset-nya
sehingga nilainya bisa benar-benar hilang. Namun demikian, yang perlu
diperhatikan adalah nilai pasaran perumahan di Dubai mengalami
penurunan hingga 70%, hal ini tentunya akan berdampak pada jaminan atau
underlying asset yang diberikan oleh Nakheel (sumber
www.bloomberg.com). Di samping itu banyak terjadi default dalam pembayaran 
property tersebut, ini akan berdampak pada likuiditas perusahaan property di 
Dubai pada umumnya.
Hal ini tersebut berdampak pada penurunan rating perusahaan property di Dubai 
oleh Moody hingga dibawah investment grade bahkan menjadi junk. Di samping itu, 
yang perlu dikhawatirkan adalah hal ini bisa berdampak pada harga obligasi lain 
yang sebenarnya punya outlook
lebih baik (efek domino). Sehingga apabila hal ini terjadi secara
bersama-sama maka dapat berdampak pada goncangan ekonomi yang cukup
hebat apabila Pemerintah Dubai tidak segera mengantisipasi dengan baik.
Ditambah banyak analis yang menyamakan kasus ini mirip yang terjadi di
Argentina dimana Pemerintahnya harus membayar mahal atas kasus gagal
bayar obligasi. Namun demikian yang menjadi pertanyaan adalah apakah
hal ini merupakan puncak gunung es dari permasalahan yang ada atau
hanya sebagian kecil masalah yang sebenarnya dapat diantisipasi di
awal. Kita lihat saja 6 bulan kemudian, yang jelas pasar akan terus
mengamati kasus ini secara seksama. Di samping perlu adanya kajian yang
mendalam atas setiap penerbitan sukuk, atas dasar kelayakan proyek
bukan pada jaminan yang ada.



      

Kirim email ke