Mantaff

Maju trus


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-----Original Message-----
From: pram <pramad...@gmail.com>
Date: Tue, 8 Dec 2009 19:05:45 
To: <obrolan-bandar@yahoogroups.com>
Subject: [ob] Opini Dahlan Iskan (Jawa Pos Group) tentang Menkeu Sri Mulyani

*Hati Kecil Saya untuk Sri Mulyani
*Senin, 07 Desember 2009

sumber :
http://dahlaniskan.wordpress.com/2009/12/07/hati-kecil-saya-untuk-sri-mulyani/

HATI kecil saya masih berharap mudah-mudahan hasil pemeriksaan investigasi
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kasus Bank Century itu tidak seluruhnya
benar. Sebab, kalau memang tidak ada yang salah, akibatnya akan sangat
dramatis: kita bisa kehilangan menteri keuangan yang sangat kita banggakan.
Seorang menteri, Sri Mulyani, yang reputasinya begitu hebat. Baik di dunia
internasional maupun dalam mengendalikan keuangan negara. Secara
internasional dia terpilih sebagai menteri keuangan terbaik di dunia dua
tahun berturut-turut. Di dalam negeri dia dikenal sebagai menteri pertama
yang berani mereformasi birokrasi di departemennya. Juga menteri yang sangat
ketat mengendalikan anggaran negara. Bahkan, dialah satu-satunya menteri
yang berani minta berhenti ketika ada gelagat pemerintah akan membela
seorang konglomerat yang dia anggap tidak seharusnya dibela.

Hati kecil saya masih berharap, mudah-mudahan ada yang tiba-tiba mengatakan:
kesimpulan BPK itu diperoleh dengan cara kerja yang kurang benar. Maka kita
tidak akan kehilangan menteri keuangan yang pandainya bukan main itu. Pandai
dalam ilmunya, pandai dalam menjelaskan pikirannya, dan pintar bersilat
kata. Saya melihat kecepatan berpikirnya sama dengan kecepatan bicaranya.
Kalau lagi melihat cara dia mengemukakan pikiran, seolah-olah otak dan
bibirnya berada di tempat yang sama.

Hati kecil saya masih berharap, mudah-mudahan ada orang yang tiba-tiba
menemukan data bahwa BPK telah salah ketik. Maka, kita tidak akan kehilangan
menteri yang mampu rapat dua hari dua malam nonstop untuk menyelamatkan
keuangan negara. Rapat itu tidak boleh berhenti karena lengah sedikit
berakibat pada kebangkrutan ekonomi nasional. Rapat itu tentu melelahkan
karena angka-angkalah yang akan terus berseliweran. Angka-angka yang rumit:
kurs, suku bunga, devisa, likuiditas, rush, neraca perdagangan, stimulus,
dan seterusnya. Angak-angka itu saling bertentangan, tapi menteri tidak
boleh memilih salah satunya. Dia harus membuat keputusan yang harus
memenangkan semua angka yang saling merugikan itu. Padahal, dia baru saja
tiba dari Washington, AS, untuk berbicara di forum KTT G-20 yang amat
penting itu.

Di Washington dia tahu bahayanya ekonomi dunia. Tapi, dia mampu memikirkan
keuangan internasional sekaligus keuangan nasional dalam waktu yang sama di
belahan dunia yang berbeda. Dia harus menghadiri KTT G-20 di Washington saat
itu (kebetulan saya ikut di rombongan situ) saat rupiah tiba-tiba melonjak
menjadi Rp 12.000 per dolar AS. Dia harus tampil cool di forum dunia yang
Singapura pun tidak boleh ikut di dalamnya itu sambil tegang bagaimana harus
mengendalikan rupiah yang sudah membuat warga negara Indonesia panik
semuanya.

Dialah menteri yang datang ke Washington hanya untuk mengemukakan pikiran
briliannya dan harus langsung kembali ke tanah air pada hari yang sama untuk
mencurahkan perhatian pada ekonomi yang hampir bangkrut itu.

Hati kecil saya masih berharap, mudah-mudahan ada orang yang mengatakan
bukan dia yang harus bertanggung jawab. Tapi, ada pihak lainlah yang harus
mendapat hukuman. Kalau tidak, kita akan kehilangan seorang menteri yang di
saat ibu kandungnya, Prof Dr Retno Sriningsih Satmoko, sedang sakit keras
menjelang ajalnya, dia tidak bisa menengok sekejap pun. Dia memilih
mencurahkan segala pikiran, tenaga, dan emosinya untuk menyelamatkan ekonomi
bangsa ini. Dia tidak bisa menjenguk ibu kandungnya yang jaraknya hanya 45
menit penerbangan di Semarang sana. Dia harus mencucurkan air mata untuk dua
kesedihan sekaligus: kesedihan karena ibundanya berada di detik-detik akhir
hidupnya dan kesedihan melihat negara dalam bibir kehancuran ekonomi.
Dua-duanya tidak bisa ditinggal sedetik pun. Rupiah lagi terus bergerak
hancur dan detak jatung ibunya juga lagi terus melemah. Dan, Sri Mulyani
memilih menunggui rupiah demi nyawa jutaan orang Indonesia.

Maka hati kecil saya masih berharap ada data di kemudian hari bahwa
kebijaksanaan itu sendiri tidak salah. Sebab, sebuah kebijaksanaan bisa
diperdebatkan salah benarnya. Saya masih berharap yang salah itu dalam
pelaksanaan kebijaksanaannya. Yakni, saat mendistribusikan uangnya yang Rp
6,7 triliun itu. Dan saya sangat-sangat yakin dia tidak mendapatkan bagian
serupiah pun.

Maka saya sangat bersedih karena sampai hari ini belum ada satu pihak pun
yang berhasil mengatakan bahwa hasil pemeriksaan BPK itu salah. Belum ada
yang membantah bahwa hasil pemeriksaan BPK itu keliru. Semua masih
mengatakan, hasil pemeriksaan BPK itu menunjukkan bahwa dia bersalah dalam
mengambil keputusan. Dan hukum harus ditegakkan.

Kirim email ke