Sumbangsih pendapat aja: Komoditas.
Tolak ukur komoditas adalah *CRUDE OIL.* Selama harga komoditas satu ini tidak turun dibawah 50 us$, harga komoditas yang lain tetap di level sekarang. Membuka lahan tambang dan perkebunan selalu menggunakan crude oil. Didunia pertambangan yang menggunakan PLTA sebagai sumber energi minim (Inco salah satunya) kebanyakan menggunakan crude oil sebagai bahan bakarnya. Kan lucu COGSnya naik karena crude oil lalu harga komoditas turun. Bisa rugi dong. Mengenai kenaikan komoditas nickel kemarin cukup tinggi sekali sehingga harus dikoreksi supaya menjadi sehat dan wajar. Emas saja bisa koreksi dari 750 us$/pound menjadi 650 us$. Kalau menurut saya harga nickel bisa stabil di harga 40.000 us$/ton sudah cukup bagus. Coba pikir 3 bulan yang lalu harga 40.000 us$/ton dianggap harga yang mahal sekarang 40.000 us$/ton dianggap murah. Cuma faktor psikologi pasar aja. Dianggap murah karena pernah mencapai 50.000 US$/ton. Crude oil juga demikian 70 us$/barrel mahal, sedangkan 60 us$/barrel dianggap wajar. Nanti kalau crude oil mencapai 100 us$/barrel maka 70 us$/barrel dianggap murah. Bagaimana mafia tambang nickel mengendalikan harga nickel? Saya rasa tidaklah sulit, mereka mudah mencari alasan (mogok, macet, maintenance, keterlambatan, beacukai dsb) seperti halnya mudah mencari alasan untuk menaikan crude oil. Data historis juga mengatakan bulan Juni adalah bulan stock melimpah di nickel. Bulan Agustus adalah bulan yang defisit nickel. Yang patut dilihat selama harga komoditas tinggi Negara USA tidak dilanda resesi, ya aman-2 saja. Negara kita sekarang mempunyai cadangan devisa terbesar dalam sejarah indonesia tidak lepas dari rejeki yang diterima dari kenaikan crude oil. (Rejekinya SBY) Dulu jaman Habibie, Gusdur dan Mega wati susah sekali karena crude oil cuma 12 us$ s/d 15 us$/barrel. Saya kira demikian dulu mungkin teman-2 lain yang lebih ahli bisa menambahkan.