good news bg MEDC...

Selasa, 18/12/2007
 Medco-Shell garap CBM di Sumsel  
   Cetak
    JAKARTA: PT Medco E&P Indonesia menggandeng Shell Upstream untuk 
mengembangkan sumber daya gas metana batu bara di Blok Lematang, Sumatra 
Selatan (Sumsel).
 
 Blok Lematang merupakan salah satu blok yang masuk dalam lingkup cekungan 
Sumatra Selatan. Di daerah itu, potensi gas metana batu bara (coal bed 
methane/CBM� diperkirakan mencapai 183.000 triliun kaki kubik (TCF), 
terbesar dibandingkan dengan 10 cekungan lainnya.
 
 Dirut Medco E&P Indonesia Lukman Mahfoedz menyatakan nota kesepahaman untuk 
mengembangkan potensi CBM di daerah itu antara Medco dan Shell Upstream telah 
ditandatangani, akhir pekan lalu.
 
 "Memang benar, kerja sama dengan Shell Upstream untuk pengembangan CBM di blok 
Lematang milik kami telah diteken," katanya kepada Bisnis, kemarin.
 
 Menurut dia, Medco memutuskan menggandeng Shell Upstream karena perusahaan itu 
dinilai cukup maju dalam riset dan pengembangan teknologi CBM. Untuk tahap 
awal, kerja sama baru mencakup kesepakatan untuk melakukan studi bersama (joint 
study) pengembangan CBM yang diperkirakan berlangsung selama dua tahun.
 
 Bahkan, Lukman menambahkan, tidak tertutup kemungkinan kerja sama 
ditindaklanjuti ke tahap pelaksanaan, eksplorasi dan eksploitasi setelah studi 
bersama itu selesai. "Kami akan selalu melihat semua peluang itu. CBM merupakan 
energi alternatif yang baru di Indonesia tetapi� sudah berhasil di 
tempat lain." 
 
 Berkaitan dengan besarnya investasi yang dikucurkan Medco dan Shell Upstream 
untuk mengembangkan CBM di Lematang itu, dia tidak bersedia mengungkapkannya. 
Nilai investasi itu, tuturnya, baru dapat diketahui setelah studi bersama 
selesai.
 
 "Angka ditentukan setelah joint study selesai. Kami tidak bisa memperkirakan 
total investasinya apalagi pengembangan CBM ini merupakan high capital atau 
padat modal. Kami harus mengebor banyak sumur, sampai ratusan," ujarnya.
 
 Lukman menegaskan pihaknya berkomitmen untuk terus mengembangkan potensi CBM 
dan akan lebih agresif lagi pada tahun depan. Medco saat ini melakukan kegiatan 
eksplorasi CBM di wilayah kerja migas milik perusahaan, seperti kerja sama 
dengan PT Energi Pasir Hitam (Ephindo) dan terakhir dengan Shell Upstream.
 
 "Tahun depan, kami akan cari tempat-tempat lain. Untuk komitmen investasi di 
sektor ini sekali lagi saya belum dapat sampaikan. Kalau kerja sama dengan 
Ephindo saat ini juga sudah jalan. Kami masih membuat kontrak dengan 
pemerintah," katanya.
 
 Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan porsi split (bagi hasil) pengembangan 
gas metana batu bara milik konsorsium Medco-Ephindo dengan komposisi 55%:45%. 
Aturan bagi hasil itu mengacu ke UU Migas walau detail kontrak bisa 
dinegosiasikan. Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah telah menetapkan split 
untuk pemerintah 55% dan kontraktor 45%. 
 
 Split CBM
 
 Pemerintah ketika itu menilai pemberian split CBM lebih baik karena energi itu 
berbeda dengan migas. Alasannya karena eksplorasi dan pengembangan CBM 
membutuhkan waktu yang lebih lama.
 
 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro pernah mengemukakan 
porsi bagi hasil untuk kontraktor pengembangan CBM lebih tinggi dibandingkan 
dengan bagi hasil minyak dan gas karena masalah teknis pengembangan CBM ini 
berbeda. 
 
 "Prinsip dasar pengembangan CBM ini akan lebih lama dari minyak. Minyak hanya 
butuh tujuh tahun untuk mulai produksi bisa tujuh tahun, gas sembilan tahun dan 
CBM lebih lama lagi." 
 
 Dalam kesempatan itu, Lukman menambahkan pihaknya telah mencapai kesepakatan 
dengan PT PLN (Persero) mengenai kontrak gas dari Blok A, Aceh sebesar 15 
MMscfd selama delapan tahun. 
 
 "Kesepakatan harga sudah tercapai. Tinggal menunggu persetujuan pemerintah 
saja. Harganya saya tidak bisa sampaikan, tetapi sedikit lebih tinggi dari 
harga jual gas dengan PT Pupuk Iskandar Muda."
       
---------------------------------
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.

Kirim email ke