http://www.detikfinance.com/read/2008/10/13/120831/1019163/4/harga-sawit-anjlok-gara-gara-panen-kedelai-dan-bunga-matahari

Senin, 13/10/2008 12:08 WIB
Harga Sawit Anjlok Gara-gara Panen Kedelai dan Bunga Matahari
Chaidir Anwar Tanjung - detikFinance


Pekanbaru - Harga tandan buah segar (TBS) sawit anjlok dari Rp
1.800/kg menjadi Rp 400/kg. Salah satu penyebabnya adalah musim panen
kedelai serta bunga matahari di Australia dan Amerika.

Penegasan itu disampaikan Direktur Scale up (Kemitraan Pembangunan
Sosial Berkelanjutan) Ahmad Zazali dalam perbincangannya dengan
detikFinance, Senin (13/10/2008) di Pekanbaru. Menurutnya, anjloknya
harga TBS dalam tiga bulan terakhir ini memang membuat kalang kabut
petani sawit secara nasional.

Menurut Zazali, harga TBS sawit ini merupakan dampak dari pengalihan
minyak nabati oleh produsen di Eropa dan Amerika. Saat ini
pengembangan pengembangan minyak nabati lebih dikonsentraikan dengan
bahan dasar kedelai dan bunga matahari ketimbang sawit.

"Kondisi ini yang membuat anjlok harga TBS secara nasional," kata Zazali.

Dia menjelaskan, dalam dua bulan teakhir ini, di Amerika dan Australia
sedang musim panen kedelai dan bunga matahari, sehingga stok
berlimpah. Kondisi ini sangat memungkikan minimnya peminat CPO di
pasaran dunia.

"Imbasnya ke kita juga. Harga TBS kita pun anjlok tak karuan," kata Zazali.

Namun ia memprediksi, kondisi ini hanya akan berjalan beberapa bulan
kedepan saja. Diperkirakan, awal tahun 2009, harga TBS akan mulai
merangkak normal seiring stok kedelai dan bunga matahari di Eropa dan
Amerika mulai berkurang.

"Saya kira kondisi harga sawit yang anjlok ini tidak akan berjalan
lama. Kita prediksi harga akan mulai merangkak normal awal tahun
depan. Hanya saja kondisi hinga tiga bulan kedepan ini sangat
mempengaruhi petani sawit kita," kata Zazali.

Selain harga TBS yang anjlok, kata Zazali, petani sawit juga
dihadapkan dengan problema harga pupuk yang melambung tinggi. Kondisi
ini memang membuat petani sawit tidak mendapatkan keuntungan apapun
dari hasil panen mereka dalam tiga bulan terakhir ini.

"Harga yang anjlok dibarengi lagi harga pupuk yang selangit. Saat ini
luas kebun sawit di Riau mencapai 2,1 juta hektar. Dimana 60 persen
dari luas itu merupakan milik masyarakat," kata Zazali.

Sedangkan pupuk bersubsidi yang intinya untuk membantu petani kecil,
lanjut Zazali, tidak sampai ketangan petani. Harga pupuk bersubdisi
hilang pasaran karena adanya permainan para makelar pupuk.

"Sehingga pupuk bersubsidi banyak yang disalahgunakan dengan cara
mengganti karung non subsidi," kata Zazali.


(cha/qom)

Kirim email ke