http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/24/08421768/BI.Pelonggaran.Likuiditas.Perbankan.Antisipasi.Gejolak.Ekonomi

Kompas.com, Jumat, 24 Oktober 2008 | 08:42 WIB
JAKARTA, JUMAT  - Bank Indonesia menilai kebijakan pelonggaran
likuiditas perbankan melalui perubahan ketentuan giro wajib minimum
(GWM) dimaksudkan untuk mengantisipasi gejolak ekonomi dan keuangan
global yang semakin berpotensi mengurangi kecukupan likuiditas asing
dan rupiah perbankan.

"Untuk mengantisipasi hal dimaksud (re-emptive action), BI menempuh
kebijakan pelonggaran likuiditas untuk memberikan fleksibilitas kepada
bank dalam mengelola likuiditasnya sehingga tidak terjadi keketatan
likuiditas seperti yang dialami  banyak negara lain dan meminimalkan
risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas sistem perbankan yaitu
antara lain penurunan giro wajib minimum," tulis Biro Humas Bank
Indonesia (BI) dalam berita pers di website Bank Indonesia, Kamis
(23/10).

Hari ini bertempat di  Ruang Serbaguna Menara Sjafruddin Prawiranegara
lantai 3 Koperbi, BI  mengundang para direktur treasury bank yang
berkantor pusat di wilayah Jakarta sekitarnya.

Disebutkan kehadiran mereka dalam rangka diseminasi ketentuan Giro
Wajib Minimum (GWM). Diseminasi ini merupakan tindak lanjut dari
diterbitkannya PBI No. 10/19/PBI/2008 mengenai GWM, serta
penyempurnaannya sebagaimana yang telah diumumkan Bank Indonesia dalam
Siaran Pers kemarin, 22 Oktober 2008.

Diharapkan dengan kebijakan ini akan memberikan fleksibilitas kepada
perbankan  dalam mengelola likuiditasnya sehingga tidak terjadi
keketatan likuiditas, layaknya yang dialami banyak negara lain.
Langkah ini juga bertujuan meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi
stabilitas sistem perbankan.

Penetapan ini memperhatikan keseimbangan antara pertimbangan makro dan
pertimbangan mikro. Ketentuan ini memberikan ruang gerak kepada
perbankan dalam kondisi yang masih labil saat ini. Ini menjadi satu
langkah antisipasi atas berbagai kemungkinan yang terjadi. Kebijakan
ini akan berpotensi menambah likuiditas perbankan dalam Rupiah sekitar
Rp50 triliun dan dalam valas sebesar 721 juta dollar AS.

Terkait untuk pemenuhan GWM sekunder, bank diberikan masa transisi 1
tahun (paling lambat 24 Oktober 2009). Langkah ini diambil untuk
memberi ruang bagi perbankan untuk melakukan penyesuaian terkait
dengan aturan tersebut sehingga tidak memberikan tekanan di pasar
uang.
Disebutkan penerbitan PBI No.10/19/PB/2008 mengenai GWM diantaranya
penurunan GWM rupiah dari efektif sebesar 9,01 persen menjadi 7,5
persen. Lainnya penyederhanaan GWM rupiah menjadi GWM utama dan GWM
Sekunder. Serta GWM valas diturukan dari 3 persen menjadi 1 persen.

Dengan kebijakan ini diharapkan berpotensi  menambah likuiditas
perbankan dalam rupiah sekitar Rp 50 triliun dan dalam valas sebesar
721 juta dollar AS.
Serta pemenuhan GWM sekunder diberikan masa transisi 1 tahun (paling
lambat Oktober 2009) guna memberikan ruang bagi perbankan untuk
melakukan penyesuaian terkait dengan aturan tersebut sehingga tidak
memberikan tekanan di pasar uang.


Hasanuddin Aco
Sumber : Persda Network

Kirim email ke