Media berita dengan sengaja ataupun tidak telah menyesatkan pembacanya
diseluruh Nusantara.  Se-olah2 ancaman untuk mengeluarkan "dekrit" oleh
Gus Dur merupakan tindakan bela diri dari Gus Dur.  Padahal
sesungguhnya, dekrit yang merupakan ancaman Gus Dur itu secara langsung
juga merugikan dirinya.  SESUNGGUHNYA DEKRIT YANG MERUPAKAN ANCAMAN GUS
DUR ITU SAMA SEKALI TIDAK MENYEBABKAN GUS DUR JADI MENANG, DALAM ISTILAH
CATUR TINDAKAN ITU DISEBUT "REMIS", artinya Gus Dur tidak menang, juga
musuhnya tidak menang.  Meskipun begitu tidak berarti ada yang kalah.
Arti tidak menang disini sesungguhnya bukan berarti kalah!

Tujuan dekrit tidak lain hanyalah membubarkan lembaga legislative, tapi
bukan dalam arti bahwa badan legislative itu tidak ada lagi dalam sistem
kenegaraan kita melainkan dipilih ulang seperti pada "pemilihan umum"
yang telah berlalu itu.  Lebih tepat kalau kita katakan bahwa
pengeluaran dekrit presiden berarti "pemilihan umum" dilakukan lagi
sebelum waktunya tiba.  Atau "pemilihan umum" itu bisa saja juga ditunda
setelah keluarnya dekrit hingga waktunya tiba, tapi kedudukan kepala
negara dikosongkan dan fungsi "legislative" secara sementara atau
dijadikan sementara mengambil alih segala "kegiatan eksekutive".  Dengan
demikian, Gus Dur se-olah2 kalah, tapi sesungguhnya tidak, karena kalau
dia tidak mengeluarkan dekrit diapun dipastikan jatuh.  Untuk itulah
gunanya Gus Dur mengeluarkan dekrit yang kita istilahkan "mencari
langkah remis", dimana lawannya juga ikut bersama jatuh dari
kedudukannya di legislative akibat "kartu harus dikocok ulang".

Memang anggauta legislative itu semuanya adalah orang2 yang "vested
interest" artinya mereka hanya memikirkan bagaimana kedudukannya bisa
abadi.  Tentu saja ini dimanfaatkan oleh Gus Dur dengan senjatanya
"Dekrit Presiden", meskipun kenyataannya Gus Dur sendiri juga ikut jatuh
bersama "Dekrit Presiden" yang dikeluarkannya sendiri.  Kalau anda mau
membandingkan tindakan Sukarno di tahun 1959, tentu saja jauh bedanya
karena Sukarno menjatuhkan dekritnya itu tanpa mengancam dulu seperti
Gus Dur.  Sukarno tanpa diduga siapapun langsung mengeluarkan dekritnya
karena dia berbeda posisi dengan Gus Dur.  Sejak pertama kali terpilih
jadi Presiden RI, dominasi suara pendukungnya sudah lebih dari dominant,
sehingga sewaktu banyak partai2 kecil mau coba2 merger menyatukan
suaranya menyaingi posisi Sukarno, dengan dekrit Sukarno itu semuanya
langsung KO.  Sebaliknya Gus Dur, sejak pertama naik jadi presidenpun
suara pendukungnya sangat jauh dari memenuhi persyaratan untuk jadi
Walikota Jakarta Selatan sekalipun.  Suara pendukungnya sangat lemah,
kurang dari 5% kalau mau dibandingkan dengan PDI-P maupun GolKar.  Jadi
dengan "dekrit presiden" Gus Dur dipastikan jatuh, itulah sebabnya Gus
Dur dari dulu cuma terus mengancam tanpa pernah dia sendiri berani
melaksanakannya.

Tapi siapa yang paling diuntungkan dengan adanya "dekrit presiden" nanti
kalau sampai Gus Dur pada akhirnya memutuskan untuk melaksanakan
itu????  Teoritis yang paling diuntungkan adalah suara yang terkuat
yaitu PDI-P dan kedua adalah GolKar.  Tapi dalam praktek sebaliknya,
yang paling diuntungkan adalah justru GolKar bukan PDI-P sebab PDI-P itu
sesungguhnya pembawa suara GolKar juga, karena setelah GolKar berhasil
menjegal keberhasilan PDI-P dalam pengumpulan suara dalam pemilu yang
lalu, GolKar menunjukkan kepada PDI-P bahwa mereka mampu menjegal dengan
suara voting yang kalah banyak karena kunci semua partai yang kecil2
termasuk partainya Gus Dur maupun Amien Rais sesungguhnya milik GolKar
sehingga apapun yang ingin dicapai PDI-P dipastikan kandas.  Misalnya,
GolKar & PDI itu butuh dana yang masing2 didapatkan dari perusahaan2
donatur nya, oleh karena itu masing2 partai harus mengajukan RUU yang
harus disetujui badan legislative untuk di goal kan agar perusahaan2
mereka itu dengan cepat bisa mengeruk uang seperti apa yang dilakukan
dizaman Suharto.  Artinya, kalau PDI-P itu kalah voting, semua RUU yang
memudahkan donatur2nya mengeduk uang dari masyarakat selalu kandas dalam
voting.  Sebaliknya GolKar yang juga mengajukan RUU untuk disahkan
selalu berhasil menggoalkannya.  Akibat dari hal2 tersebut, dipastikan
GolKar mempunyai dana yang lebih kuat dari siapapun, dengan dana inilah
mereka berhasil mempertahankan supremasi politiknya sepanjang masa dan
menggencet partai2 lainnya.

PDI-P sudah terpecah belah dengan sangat parah sehingga tak mungkin bisa
diobati dalam waktu kurang dari 5 tahun.  Banyak posisi2 penting
pengurus partainya adalah kader2 terbaik GolKar yang menyebrang ke PDI-P
yang bertugas tetap melindungi kepentingan GolKar yang menyangkut
perusahaan2 besar yang mencuri uang negara melalui bentuk2 kredit2 yang
direkayasa yang akhirnya harus ditanggung negara.  Contoh kecil, Arifin
Panigoro yang bisa lebih berkuasa dari Megawati sendiri, adalah pemasok
dana tunggal yang memungkinkan roda organisasi partai banteng ini bisa
berjalan.  Tanpa Arifin Panigoro, PDI-P bahkan tak akan sanggup mencetak
kop surat PDI-P sekalipun.  Dalam dunia politik, peranan preman dalam
mengumpulkan dana adalah vital, tapi sayangnya semua kekuatan preman di
bumi Indonesia justru dibawah koordinasi GolKar.  Mulai dari tingkat RT,
RW, anda lihatlah siapa yang jadi tukang pengantar KTP ke-rumah
pemiliknya, mereka anggauta2 Karang Taruna yang merupakan sector
terbawah dari organisasi preman GolKar.  KTP itu diantar kerumah tanpa
anda minta, dan mereka harus dibayar dengan jumlah uang yang mereka
tentukan sendiri.  Mau engga bayar, cobalah kalau anda berani!  Kemudian
pembayaran zakat, tiap minggu mereka bisa datangi rumah anda tergantung
kekayaan anda tentunya, dan setiap berurusan dengan RT, RW, sampai
Kecamatan uang zakat itu harus selalu ada.  Belum lagi uang "angkut
sampah" yang anda harus bayar itu tidak menjamin sampah diangkut.
Bayaran bulanan angkut sampah itu tetap ada meskipun waktu tukang
sampahnya datang anda harus bayar untuk setiap pengangkutannya.  Semua
itu adalah kerjaan GolKar yang artinya preman2 ini akan mempertahankan
situasi seperti ini, apalagi ekonomi bertambah sulit bahkan Lurahnya pun
berlindung pada kekuatan2 preman ini dalam melancarkan kegiatan
organisasi kelurahannya maupun kedudukannya sebagai luarah.  Apa yang
diharapkan PDI-P???? mau mengambil alih posisi preman2 ini memang logis
dan rasional, tapi perlu waktu berapa lama????  Kalau GolKar membangun
struktur kekuatan partainya ini memerlukan waktu lebih dari 30 tahun,
tak mungkin PDI-P mampu merebutnya dalam waktu yang sama, tapi lebih
dari itu.  Merebut itu disini lebih sukar daripada mempertahankannya,
modalnya harus lebih besar, kekuatan physiknya harus lebih besar!  Jadi
kalau "dekrit presiden" keluar PDI-P tak akan merasakan manfaatnya, dan
ini pun disadari oleh PDI-P tapi kader2 Partai PDI-P yang terbaik
sekarangpun justru bekerja untuk GolKar yang menggajinya lebih besar!

Golkar sejak Suharto jatuhpun sesungguhnya sanggup memaksakan kedudukan
Presiden hanya untuk mereka, tapi masalahnya bukan disitu melainkan
karena masyarakat yang sesungguhnya justru menolak GolKar, itu tak perlu
diragukan!  Meskipun begitu alasan utama mereka tak mau terlalu memaksa
sebetulnya KARENA DUKUNGAN USA YANG SUDAH RONTOK, kalau sampai USA turun
tangan lagi untuk membubarkan GolKar tentu rusak jadinya.  Terbukti,
Suharto yang begitu kuatpun sampai saat terakhirnya tak bisa dijatuhkan,
tapi karena paman Sam ini sudah memberi lampu kuning akhirnya Suharto
ter-kencing2 bikin sandiwara menteri2nya disuruh mundur ! agar terbuka
jalan baginya untuk turun secara konstitusional daripada di buat
sandiwara ala "Panama" dimana Jenderal Noriega di-kejar2 serdadu USA
keturunan Panama sendiri kayak maling ayam.  Tuhan yang diwakili oleh
kedutaan besar Vatikan sekalipun tak berani untuk menentang kemauan
paman Sam ini.  Akhirnya Noriega bagaikan pencuri ayam yang digebukin
dengan muka benjol2 diserahkan oleh Dubes Vatikan di Panama kepada
pasukan USA tersebut untuk diadili di USA.  Tentu pembaca maupun
masyarakat Indonesia tidak pernah melihat kalau pasukan USA sudah
melingkari Jakarta termasuk Rumah Suharto di Cendana, karena mereka
semuanya memakai uniform ABRI juga dan juga orang Indonesia anggauta
tentara Green Baret USA keturunan Indonesia yang jumlahnya juga hanya 1
kompi tapi dukungan supplay dari udara maupun laut tersedia 24 jam.
Itulah sebabnya, GolKar itu harus cool down dulu mengulur waktu.
Merebut tachta sekarang sama artinya bunuh diri.  Yang terbaik, biarkan
yang lain naik, tapi harus didiktekan dari belakang.  Itulah yang
terjadi pada diri Gus Dur, karena terbukti dia itu hanyalah boneka yang
dipasang GolKar untuk tujuan melindungi semua centra2 pengeruk dana,
tapi kenyataannya, Gus Dur bolak balik dipanggil paman Sam untuk
instruksi yang bertentangan dengan keinginan GolKar sehingga Gus Dur
kelihatannya seperti bekerja menentang GolKar disatu pihak tapi
membelanya dibelakang layar yang semua itu se-mata2 dimainkannya untuk
memancing dana yang tak kunjung keluar melalui IMF.

Kalau media berita di Indonesia selalu menyalahkan pertikaian elite
politik yang menyebabkan hancurnya dan tak menentunya situasi ekonomi
sekarang tidaklah benar, atau dengan kata yang pas bahwa itulah
"kebohongan besar" yang dicekokin kepada rakyat jelata dijalanan.
Seluruh elite politik itu sesungguhnya kompak dalam satu sandiwara besar
ini.  Pertikaian politik yang anda lihat itu merupakan persyaratan dunia
International yang mengingini situasi yang lebih demokratis di Indonesia
dalam memungkinkan investment mau kembali ke Indonesia.  Kalau anda
seorang Indonesia tulen, tentu mengerti budaya bangsa ini, semua
pertikaian yang sesungguhnya justru tidak pernah diungkapkan di media
berita tapi diselesaikan tanpa diberitakan.  Sebaliknya apa yang terjadi
sekarang justru terbalik, masalah yang dipertikaikanpun belum ada tapi
sudah diberitakan dikoran, dan waktu dikonfirmasi oleh wartawan tentang
masalah yang dipertikaikan tsb si pelaku yang diberitakan terlibat
bertikai itu justru bingung dan tak bisa menjawab.  Kemudian pertikaian
baru berlangsung setelah si politikus yang menjadi pemegang peranan
utamanya membaca naskahnya dulu dari koran2 yang menyebarkan berita
itu.  Sayangnya semua sandiwara ini belum menghasilkan Dana IMF untuk
mengalir keluar, mungkin harus dibuat klimaks nya dulu dengan jatuhnya
Gus Dur dan naiknya Megawati yang semua kita ketahui bersama tak akan
merubah situasi yang selama ini berlangsung.  Tapi yang paling penting
dari semua itu, fokus masalah koruptor maupun pengusaha2 rekayasa yang
merampok negara akan terlupakan sesuai perjalanan waktu.

Sudah seharusnya lebih dari dua bulan yang lalu Gus Dur menerbitkan
"dekrit presiden", tapi karena mengharapkan adanya perubahan sikap dari
lawannya atas apa yang disebutnya "Win Win Solution" yang artinya mereka
semua sama2 tetap pada kedudukannya, menyebabkan Gus Dur hanya
memperpanjang ancamannya.  Tentu saja sikap Gus Dur itu mudah sekali
dibaca lawannya sehingga lawannya bersikap menantang untuk Gus Dur
berani mengeluarkan "dekritNya".  Yang sangat memprihatinkan adalah
kalau sesungguhnya Gus Dur juga sudah mengatur jalannya mundur ini
dengan ber-pura2 mengancam maupun se-olah2 mau bertahan jadi presiden
sehingga koran2 sudah lebih dulu menyediakan naskah untuk dijalankannya
yaitu ada 2 presiden di Indonesia, sehingga IMF tinggal pilih, mau
mengucurkan dananya kepada presiden yang mana???!!!!!

Pesan saya untuk semua pembaca maupun masyarakat Indonesia untuk
menyadari bahwa anda itu bukanlah tinggal di sebuah negara, melainkan
disarang penyamun !

Pak Ogah



-------------------------------------------------------
[oe] classic . . .
http://groups.yahoo.com/group/soasiu 

Your use of Yahoo! Groups is subject to http://docs.yahoo.com/info/terms/ 


Kirim email ke