Judul : Islam Di Amerika
Penulis : Jane I. Smith
Penerbit : Yayasan Obor Indonesia
Tebal : 356
Publik AS yang sebelumnya menafikan agama mulai kembali ke agama untuk
mencari sandaran rohani. Hasilnya gereja, sinagoga, masjid, kuil dan
rumah ibadat yang sebelumnya kosong melompong kembali dipenuhi hati
orang yang hampa.
Jika disederhanakan negara Amerika Serikat sejatinya sejak awal berdiri
merupakan negara yang terbentuk oleh berbagai pertemuan entitas bangsa
pendatang dan penduduk asli Indian.
Sebagai sebuah kesatuan jiwa, setiap entitas masih membawa berbagai
keyakinan, norma, budaya yang berbeda-beda. Untuk menyatukannya-bahkan
hingga kini-diperlukan banyak kebodohan, kearifan dan kecerdasan untuk
terus membentuk sebuah bangsa bernama Amerika.
Proses itu berjalan terus tanpa akhir. Tak jarang perbedaan diselesaikan
dengan jalan dialog namun sering pula harus melalui kerikil tajam
kekerasan hingga pertumpahan darah.
Tetapi sejak dibentuknya bangsa bernama Amerika, faunding father Amerika
mengguratkan kata pemersatu yang bermakna tegas, E Pluribus Unum yang
berarti Satu dari Banyak.
Satu yang pasti, kata pemersatu itu tidak berarti "dari banyak agama
menjadi satu agama", sebab E Pluribus Unum masih terikat dengan kearifan
In God We Trust atau Kepada Tuhan Kami Percaya.
Sementara itu di saat bersamaan sejak akhir abad ke 20, kecenderungan
sekularisme di kalangan Kristen mulai muncul yang berujung dibangunnya
sekat pemisah yang jelas antara agama dan ranah publik.
Sebaliknya terjadi anomali di era 1980-an. Muncul konservatisme,
literalisme bahkan fundamentalisme di kalangan Protestan dan Islam.
Puncaknya mungkin tercermin pada hasil survei Internasional Social
Survey Program 1991.
Diantara 42 negara besar, AS menempati posisi kelima sebagai negara yang
paling religius. Gelombang ini terus berlanjut di era 1990-an usai
peledakan Gedung Federal Alfred P. Murrah di Oklahoma City yang
menewaskan 168.
Peristiwa ini merupakan picu bagi dimulainya perhatian yang besar kepada
Islam yang dituding sebagai dalang dibalik peristiwa berdarah itu.
Padahal pelakunya, Timothy McVeigh, veteran Perang Teluk yang Kristen.
Perhatian dalam bentuk keras itu makin memuncak usai serangan gedung
kembar WTC oleh simpatisan teroris Al Qaeda yang berujung penyerbuan ke
Afganistan dan Irak.
Dan Islam sebagai salah satu agama yang berkembang paling cepat di AS
lalu mulai dipelajari. Buku-buku tentang Islam bak kacang goreng laris
manis dan pluralisme mulai mengumandang.
Islam yang sebelumnya terpojok di sudut kehidupan mulai dicari-cari
wajahnya. Hasilnya mengejutkan. Secara statistik diperkirakan lima tahun
dari sekarang jumlah penduduk Muslim AS akan melampui jumlah kaum
Yahudi, dan menjadikan Islam agama terbesar nomor dua di negara itu
setelah agama Kristen.
Gambaran keagamaan
Dua buku perkembangan Islam dan keagamaan di Amerika yang peluncurannya
dilakukan oleh Kedubes AS masing-masing berjudul, Islam Di Amerika karya
Jane I. Smith dan Amerika Baru Yang Religius karya Diana L. Eck semakin
memberikan gambaran jelas arah keagamaan AS.
Alwi Shihab dalam pengantar karya Jane secara tegas menuturkan kemampuan
buku ini untuk meyakinkan khalayak bahwa Islam akan menjadi agama
terbesar kedua setelah Kristen di AS.
Sebagai sebuah agama, Islam hadir di Amerika dibawa pertama kali oleh
kelompok-kelompok muslim yang datang dalam jumlah besar berasal dari
Afrika Barat antara 1530 sampai 1851 karena adanya perdagangan budak.
Sejarah makin mengejutkan jika sempat menyimak Ivan Van Sertima, T.B.
Irving dan Adib Rashad dalam Dalam Islam, Nationalism, and Slavery
disebutkan kaum Muslim berkulit hitam datang ke Benua Amerika 180 tahun
sebelum Columbus.
Kenyataan ini juga dimuat dalam Slave Religion karya Albert Raboteau
yang menyebutkan banyak imigram Muslim berusaha membawa Islam kepada
kaum kulit hitam Amerika setelah perang saudara.
Selanjutnya pada awal abad ke-20 mereka datang dari Libanon, Suriah dan
negara-negara lain di seluruh Kekhalifahan Otsman (sekarang Turki).
Berlanjut pada gelombang imigran pasca perang Dunia II atau periode
1960-an dan 1970-an.
Hak sipil
Gelombang imigrasi itu buah disahkannya undang-undang imigrasi oleh
Presiden Lyndon Baines Johnson yang berisi semangat Kebijakan Hak-Hak
Sipil yang dikeluarkan tahun 1964, hasil kerja keras Presiden John F.
Kennedy dan Jaksa Agung, Robert Kennedy.
Hampir mirip dengan karya Albert, Jane secara mengejutkan menampilkan
kenyataan bahwa motor penyebaran agama Islam di AS adalah sekte
terlarang Ahmadiyah yang masuk ke AS sejak 1921 dan bergerak di Chicago
dengan penerbitan bernama Muslim Sunrise.
Selanjutnya Syekh Al-haj Dooud Ahmet Faisal yang berlatar belakang
Karibia dan Maroko mendirikan Pusat Dakwah Islam Amerika pada 1928 di
State St. 143, Brooklyn.
Tak dapat dilupakan tentu saja Elijah Muhammad, pemimpin Nation of Islam
yang kontroversial dan mengangkat Malcolm X sebagai juru bicara
nasionalnya yang kemudian menjadi penggantinya.
Saat ini Diana L. Eck mencatat ada sekitar 1400 masjid di seluruh negeri
serta berbagai pusat kajian Islam. Namun banyak pula studi statistik
yang mencatat angka hingga 2000 masjid dan pusat kajian Islam.
Namun, perkembangan Islam yang cepat tersebut tidak membuat tetap
bertahannya stigma-stigma terhadap masing-masing agama yang ada di
Amerika yang sudah terlanjur ada dan berkembang di masyarakat selama
bertahun-tahun.
Dapat dikatakan kedua buku ini merupakan gabungan The First New Nation
karya Seymour Martin Lipset, Conflict and Consensus in Modern American
History karya Allen F. Davis dan Harold D. Woodman dan Making America
karya Luther S. Luedtke. ([EMAIL PROTECTED])
Oleh Algooth Putranto
Wartawan Bisnis Indonesia
http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=145&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=B32&cdate=04-SEP-2005&inw_id=387648
Website http://www.rantaunet.org
_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke:
http://rantaunet.org/palanta-setting
____________________________________________________