Di Sumatra Barat, khususnya di Bukit Tinggi, memang banyak penganan dan 
makanan yang enak-enak. Dulu setiap bertugas ke sana saya selalu bingung 
mau makan apa, semua kepengin tetapi kapasitas perut terbatas. Heri 
Latif, penyair asal Sumatra Barat yang bermukim di negeri Belanda pernah 
memberi tahu saya bahwa di Bukit Tinggi ada sate yang kuahnya dicampur 
dengan dadieh (susu kerbau yang dibekukan) yang tentunya rasanya khas, 
tetapi belum sempat saya cicipi karena selalu kalah duluan dengan SMS 
(Sate Mak Sukur) Padang Panjang.

Jalan utama Padang-Bukit Tinggi yang meliuk-liuk di sekitar Lembah Anai 
yang sangat indah dengan sungai Batang Anai mengalr di bawahnya itu 
sudah diperlebar lebih dari dua kalinya ketika Mbak Martha lewati dalam 
tahun 1982. Dan ketika Mbak Martha lewati, Mak Sukur masih berjualan 
sate hanya di pasar Padang Panjang dan yang di pinggir jalan raya 
Padang-Bukit Tinggi itu belum ada. Ya Taman Nasional Lembah Anai itu 
memang sangat indah (mungkin salah satu yang terindah di dunia) dan 
terawat serta penuh dengan pepohonan yang menjulang tinggi, di antaranya 
sudah berumur ratusan tahun. Sangat kontras dengan Taman Nasional Wasur 
di arah Timur Laut kota Merauke, Papua, yang saya kunjungi awal tahun 
2004 yang lalu yang membuat perasaan saya nelangsa

Seperti pernah saya tulis dalam catatan perjalanan di milis ini ketika 
isteri saya Kur dan dua anak gadis kami saya ajak pulang kampuang 
sembari mengunjungi beberapa obyek wisata di Sumatra Barat, Padang-Bukit 
Tinggi juga dapat dilewati melalui kota Pariaman di pesisir Sumatra, 
terus ke Lubuk Basung ibukota Kota Kab Agama, terus ke Maninjau, dan 
setelah itu kita akan melewati Kelok Ampek Puluh Ampek---jalan menanjak 
dengan tikungan tajam yang berjumlah 44 buah---yang terkenal itu dengan 
hamparan Danau Maninjau di bawahnya. Sungguh sangat fantastis. Dari sini 
kita bisa memasuki kota Bukit Tinggi yang asri tersebut melalui kota 
kecil Padangluar yang terletak di jalan raya Padang Panjang-Bukit Tinggi 
atau melalui jalan yang menyusuri dasar ngarai Sianok atau “Grand Canyon 
of Sumatara”. Konon Pemerintah akan membuat jembatan di Ngarai Sianok 
yang kalau sudah jadi tentunya akan sangat impresif sekali, sekalipun 
saya lebih mengimpikan dibangunnya kereta gantung seperti yang di Alpen.

Padang-Bukit Tinggi juga dapat dilewati melalui jalur yang agak 
“nyeleneh”, yaitu melalui Solok, kemudian dengan menyusuri pinggir Danau 
Singkarak yang indah itu sepanjang ± 20 km ---lebih indah dari 
pemandangan Danau Sentani jika kita lihat dari jalan raya Bandara 
Sentani-Jayapura di Papua---ke arah Padang Panjang dan terus ke Bukit 
Tinggi, atau di desa yang namanya Ombilin berbelok ke Utara ke 
Batusangkar, tempat kedudukan raja-raja Minangkabau zaman baheula, di 
mana agak sedikit di luar kota ada duplikat Istana Raja Pagaruyung (yang 
aslinya sudah terbakar), terus ke Utara kemudian ketemu dengan jalan 
raya yang menghubungkan Bukit Tinggi dengan Payakumbuh dan Pekanbaru di 
provinsi Riau.

Di jalan raya antara Ombilin-Batu Sangkar tadi, kembali kita akan 
melalui kawasan hutan yang masih asri disertai bunyi serangga dan 
desiran air sungai Batang Ombilin, pemandangan dan suasana yang sukar 
ditemukan di daerah lain di Indonesia. Di samping Singkarak dan 
Maninjau, Sumbar masih punya danau: danau kembar Danau Diateh dan Danau 
Dibaruah di Kab Solok Selatan. Kalau cuaca bagus, kedua danau tersebut 
biasanya dapat dilihat sepintas dari jendela pesawat pada penerbangan 
pagi Padang (Tabing)-Jakarta, di mana pesawat biasanya landing langsung 
ke arah Selatan

Bukan bermaksud promosi :-), dari segi keindahan alam dan keunikan seni 
budayanya, Sumatra Barat tidak kalah dengan Bali, tetapi parawisata 
Sumatra Barat sangat jauh ketinggalan dalam infrastruktur, baik fisik 
maupun non-fisik.

Jalan raya di Sumbar, termasuk jalan-jalan kolektor, memang rata-rata 
cukup bagus dan terawat baik, dan Sumbar juga sudah memiliki bandara 
internasional “Minangkabau” yang katanya tidak kalah dari “Ngurah Rai” 
(saya belum pernah melihat bandara yang agak jauh dari jalan raya 
Padang-Padang Panjang itu, karena sewaktu terakhir ke Sumbar bersama Kur 
dan anak-anak Desember 2004 yang lalu, pesawat yang kami tumpangi masih 
menggunakan Bandara Tabing). Tetapi hotel, jaauuhhh… tertinggal dalam 
jumlah, kualitas dan pelayanan. Hotel berbintang empat di Sumbar mungkin 
baru berjumlah 5 atau 6, termasuk hotel “Pusako” Bukit Tinggi, tempat 
peretemuan Presiden kita dengan PM Malaysia beberapa waktu yang lalu.

Dulu, kecuali acara kantor kami diselenggarakan di sana---hotel ini 
memang mempunyai ruang pertemuan yang luas, dan secara fisik hotel ini 
cukup bagus) atau Novotel sedang penuh, “Pusako” bukan pilihan saya 
untuk menginap kalau lagi sedang bertugas ke Bukit Tinggi dan 
sekitarnya. Pertama sambungan telepon di kamar-kamar tidak bisa dicopot 
untuk digunakan mengakses internet. Kedua menu sarapan pagi ala buffet 
yang chargenya jadi satu dengan room sangat terbatas. Masak pengen telor 
mata sapi setengah matang saja mesti tambah bayar. Entah sekarang. 
Tetapi saya juga maklum, karena pemilik hotel tersebut 
adalah…..pengusaha urang awak yang sukses, jadi maunya ngiriittt terus 
:-). Sementara Novotel Bukit Tinggi, yang menurut saya hotel dengan 
pelayanan terbaik di Sumbar---sarapan pagi di restorannya yang menghadap 
ke taman dan kolam renang sembari diiringi musik instrumental berima 
Minang yang melankolik---asyik sekali dan hotel juga menyediakan 
beberapa penganan khas Minang yang enak-enak---dari beberapa segi masih 
agak di bawah Novotel di kota-kota lain di Indonesia, seperti Jambi, 
Yogya, Surabaya dan---apa lagi---Novotel Bogor yang sangat aduhai itu. 
Ya, perhotelan di Sumbar tidak hanya masih jauh di bawah Bali, tetapi 
juga dari provinsi-provinsi lain di luar Jawa. Perhotelan di Kota Padang 
misalnya masih di bawah perhotelan di beberapa kota di luar Jawa seperti 
Medan, Pekanbaru, Batam, Balikpapan, Samarinda, Pontianak, Mataram dan 
Makassar.

Taksi lumayan dalam jumlah, tetapi anda harus berhati-hati karena 
sebagian sopirnya masih bermental “tukang pangue” (pangue=alat pemarut 
kelapa khas Sumbar). Sayapun pernah kena “pangue”. Bertahun-tahun tidak 
ke kota Padang, ketika bertugas ke Padang awal tahun 2002, saya sudah 
kehilangan orientasi mengenai berbagai lokasi di kota tersebut. Ingin 
membeli nasi bungkus di Restoran “Pagi Sore” yang terkenal itu, saya 
menawar taksi yang parkir di areal parkir di depan hotel “Bumiminang” 
tempat saya menginap, dengan menggunakan bahasa Minang tentunya. 
Akhirnya disepakati tarif “awak sama awak” 20 ribu p/p. Alamak, ternyata 
jarak “Pagi Sore” dengan “Bumiminang” hanya “sepelemparan batu”, dapat 
ditempuh sekitar 5 menit berjalan kaki :-). Dan dengan wajah tanpa dosa, 
si angku supie, menurunkan saya kembali dengan damai di depan lobi 
“Bumiminang”, setelah menerima selembar duapuluh ribuan tentunya :-).

Dari Non fisik tidak hanya pemasaran, tetapi dari segi dukungungan dan 
komitmen masyarakat. Di Bali terasa sekali bahwa konsep pariwisata nya 
sangat jelas dan seluruh lapisan masyarakat mendukung penuh (dan ini 
tentunya setelah mengalami proses yang sangat panjang)berbagai kegiatan 
yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pariwisata. 
Masyarakat Bali benar-benar merasa bahwa pariwisata adalah sawah ladang 
mereka, Sementara pengembangan pariwisata di Sumbar terpaksa masih 
sangat-sangat parsial dan masyarakat belum sepenuhnya menyadari bahwa 
jika pariwisata dikembangkan dan dikelola dengan baik dapat jadi tambang 
mas bagi masyarakat Sumbar. Memang ada beberapa kondisi ril. Masyarakat 
Minang waktu ini lebih suka untuk merantau atau menggalas (berdagang). 
Kedua, adat istiadat dan pemahaman keagamaan masyarakat Minang tidak 
memungkinkan Sumbar mengembangkan pariwisata model Bali. Saya tidak 
dapat membayangkan bahwa mayoritas masyarakat Sumbar akan dapat 
menoleransi “sumur-sumur berjemur” :-) di pantai Padang ---apa lagi di 
pantai Danau Singkarak atau Danau Maninjau---seperti di Pantai Kuta. 
Artinya Sumbar harus mengembangkan konsep pariwisata yang lain dari Bali 
(seperti Malaysia?). Sumbar perlu mempunyai cetak biru pengembangan 
pariwisata pada level provinsi yang tidak saja bagus dan 
komprehensif---mestinya dengan bantuan designer berkelas 
internasional---tetapi juga harus dilakukan melalui pendekatan 
partisipatif. Mudah-mudahan setelah Pak Gamawan, gubernur pilihan 
langsung masyarakat Sumbar, yang terkenal sebagai sosok yang bersih it, 
selesai bebersih-bersih, dapat lebih mencurahkan perhatian beliau kepada 
isu-isu strategis lainnya.

Eh Mbak, kok dari pisang bakar jadi melebar menjadi curhat tentang 
pariwisata di Sumbar :-). GPP ya.

Salam hangat dari tanah air

Darwin

>   Date: Fri, 17 Feb 2006 16:30:17 -0500
>   From: "californian" <[EMAIL PROTECTED]>
>Subject: [SUPERKORAN] Tidak Ada Restoran Padang di Padang, Sebuah Ref
>
>
>yang paling saya suka, pisang bakar yagn diberi unti (kelapa parut + gula jawa 
>cair), dijual oleh uni2 di pasar Bukittinggi yang bertangga itu.  Membakarnya 
>dengan cara duduk jongkok di pinggir jalan sambil membakar pisang, seprti ibu2 
>jualan serabi di pesisir jawa tengah (cirebon -  tegal).
>Jalan raya satu2nya antara Padang - Bukittinggi sangat mengerikan. sangat 
>sempit, ber-belok2 tajam, naik turun. dikiri jurang dalam, dikanan dinding 
>bukit berbatu . Seperti Cadas Pangeran di Sumedang hanya yang ini jauh lebih 
>mengerikan. Tapi sangat indah dengan pemandangan air terjun yang sangat tingi 
>di pinggir jalan raya. Fotonya masih saya simpan sampai sekarang.
>Saya kesana tahun 1981, menghadiri saudara yang menikah dengan orang Padang. 
>Apa sekarang masih aman ya Pak Darwin?
>
>salam,
>MJ
>  
>




--------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
=========================================================
Berhenti, berhenti sementara dan konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
--------------------------------------------------------------
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply
- Besar posting maksimum 100 KB
- Mengirim attachment ditolak oleh sistem
=========================================================

Kirim email ke