---------- Forwarded message ---------- From: Rahima <[EMAIL PROTECTED]> Date: Sep 27, 2006 12:10 PM Subject: Manakah yang dipilih firman (hukum )Allah, atau kata pejabat,pembesar,pemerintah..? To: Ahmad Ridha <[EMAIL PROTECTED]> Cc: [EMAIL PROTECTED]
Silahkan dirk Ridha, atau da Sutan, kirimkan jawaban saya ini ke RN. Makasih yah Assalamu'alaikumwarahmatullahiwabarakaatuhu. Sanak Rasyid, faham ngak dengan apa yang saya tuliskan sebelum ini yah. Kalau masih belum faham sekali, tolonglah baca dua tiga kali. Kenapa saya berkesimpulan sanak masih belum faham? Ini buktinya dari tanggapan sanak. Nan agak tabedo dek ambo soal asal-usul harato iko adolah : ------------------- Kecek Syech Ahmad Khatib : menggunakan harta pusaka adalah Subahat, kalau tanpa melaksanakan hukum Faraidh. Kok dilaksanakan hukum faraidh tu, dek awak pasti tau harato itu indak jaleh asal -usulnyo kalau akan dijadikan milik pribadi (karano itu merupakan milik kaum/basamo). Lai indak ka badoso kito tu ? Ma nan barek SUBAHAT atau DOSO. Walau bagaimanapun mari kita tunggu, mana tau hasil Lokakarya Penyamaan Persepsi ABS-SBK di Padang 6 Februari 2002 akan direvisi berdasarkan urun-rembug rang Palanta. Wassalam St.RA ------------------- Ada ngak dalam tulisan saya selama ini mengatakan bahwa harato nan indak jaleh asal usulnyo tu dijadikan milik pribadi, sementara ia milik kaum? Tidak ada saya mengatakan hal tersebut.(Silahkan baca dua tiga kali postingan saya). Dalam penjelasan saya di Minang ada tiga harta menurut pandangan saya. 1. Harta peninggalan kedua orang tua, dan ini sudah dibagi menurut hukum waris dalam islam. 2. Harta Tanah Ulayat, yang merupakan milik bersama beberapa suku, jelas ini selamanya milik bersama, dalam Islam itu adalah tanah serikat. 3. Tanah yang tidak jelas asal usulnya. Dulu, ketika awal diskusi saya katakana itu harta subhat, marah, ternyata sekarang diakui juga, harta ngak jelas asal usulnya. Setelah dibilang itu harta nenek moyang, saya sebutkan firman Allah dalam hal ini, lain lagi alasannya, ngak itu harta amanah, saya jelaskan lagi, bagaimana harta amanah (wasiat) dalam islam, trus dibilang lagi harta Ulayat, saya katakana bukan harta Ulayat yang saya maksudkan, harta ulayat harta serikat dalam islam, sekarang saya katakana dengan segala macam dalil firman Allah ta'ala, katanya lagi menurut buya ini begini, menurut peraturan pemerintah no sekian-sekian begini, saya akan jawab terus, sampai titik akhir, sehingga hanya kalam Allahlah yang tegak dimuka bumi ini. Mo diikuti, dilanggar yah terserah, toh tiada seseorang menangung dosa orang lain bukan?Saya hanyalah penyampai belaka? 4. == Ada yang bilang itu tanah nenek mereka yang diserahkan kepada keturunannya untuk bersama. Sebenarnya saya heran, kenapa kita mau memakan, memakai, mempergunakan sesuatu yang tidak jelas asal usulnya itu? Bukankah diakhirat kelak, dalam sebuah hadist disebutkan, kita akan ditanyai, dari mana harta yang akan kita dapatklan, kemana kita pergunakan, untuk siapa kita berikan harta itu?Segala yang kita miliki akan ada pertanggngjawabannya kelak, makanya dalam islam harta itu harus jelas. == Kedua, sanak Rasyid heran, masak boleh harta milik bersama dijadikan milik pribadi? Kenapa tidak?. Saya kasih contoh. Orang tua saya meninggalkan satu rumah. Kemudian setelah dibagi-bagi(pembagian dalam Islam, bukan harus membongkar rumah itu, satu dapat atapnya, satu semennya, satu pintunya,bukan..bukan begitu). Cara penghitungan ilmu faraidh adalah dengan menghitungnya bila harga rumah itu berapa kalau dijual. Misalkan rumah harganya Rp 600 juta. Anak ada tiga orang, maka dibagilah pembagian rumah itu(setelah dibayarkan hutang dan wasiat yang sepertiga dari harta yang lainnya juga, misalkan hanya tinggal rumah itu saja lagi untuk bertiga). Kemudian, karena ingin mempertahankan rumah satu-satunya peninggalan ortu mereka, dan mereka ingin juga melaksanakan perintah Allah dalam warisan setelah peninggalan ortu mereka, jalan satu-satunya adalah harta itu dibeli oleh seorang dari tiga bersaudara tadi. Harga rumah 600 juta, maka sang pembeli dari sang kakaklah, berkewajiban memberikan masing-masing kepada adiknya 200 juta (kalau sama-sama mereka perempuan atau lelaki, kalau satu perempuan, satu lelaki, maka bagian perempuan kurang setengah dari lelaki). Untuk mempermudah anggap ajalah semuanya perempuan. Ingat ini benar2 harta bersih yang akan dibagi, setelah wasiat dan hutang. Nah, boleh sajakan harta milik bersama tadi jadi milik seorang dengan cara semacam itu? Kenapa tidak, Islam membolehkannya ko.Atau kalau sang berdua adik, karena mereka kaya, sang kakak miskin, mereka merelakan pembagiannya untuk kakaknya. Sudahlah, kami sudah berkecukupan ko, ambil sajalah rumah itu untuk kakak.Boleh saja dalam Islam, kenapa tidak?Tapi ingat, setelah pembagian menurut Islam tadi, ngak bisa asal dikasih begitu saja, karena Rasulullah sudah memperingatkan bahwa ilmu yang paling pertama dilupakan oleh ummatnya adalah ilmu tentang warisan ini. Kenapa mereka melupakannya, karena merasa ngak perlu melaksanakan pembagian warisan, apalagi kalau harta warisan cuma sepetak tanah saja. Apalah artinya semua itu, pakai sajalah untuk si A yang kekurangan.(Inilah awal dari ketidak jelasan harta di Minang itu, menurut pandangan saya, kenapa?, mari kita lihat bersama). Rasulullah bersabda dari Abu Hurairah:" Pelajarilah ilmu faraidh. Dan ajarkanlah, karena ilmu faraidh ini adalah setengah (dari semua ilmu yang ada dalam agama), dan ilmu ini sering dilupakan manusia(salah satu gara-gara merasa yah tidak penting begitulah, Cuma tanah sepetak saja), dan ilmu inilah ilmu yang pertama sekali hilang dari ummatku". Jadi saya tidak heran lagi, kalau apa yang terjadi di Minang, adanya harta yang ngak jelas asal usulnya itu. Bisa jadi, menurut penghematan saya, inilah penyebabnya. Kenapa bisa begitu? Karena sudah dari awal, sang nenek zaman dulunya yang bersaudara itu, tidak membaginya menurut pembagian Islam, hanya ucapan semata, "Sudahlah pakai ini untuk kamu(yang garis keturunan perempuan pula, yang berhak memakai, memakan dan mempergunakannya, ini yang aneh dalam pandangan saya). Sedangkan kalau sajapun kakek nenek kita dulu membolehkan harta itu dipakai oleh pihak garis keturunan lelaki juga, begitupun garis keturunan perempuan, masih juga pada akhirnya kacau balau, karena pernyataanhanya sekedar"Diperbolehkan memakai, tidak diperbolehkan memiliki, akan menimbulkan dibelakang harinya menjadi tanah sengketa, APATAH LAGI, kalau hanya diberikan pada garis keturunan pihak padusi saja, sudah jelas menyalahi hukum Islam, sudahlah menyalahi, menimbulkan persengketaan pula lagi". Kenapa saya katakan jadi persengketaan? Bisa jadi sewaktu keturunan si nenek kita itu, si A saudaranya yang perempuan miskin, kagak taunya, setelah berjalan berapa thn anak cucu dari si A tadi kaya raya, ngak butuhkan lagi harta itu. Datang si adik berdua yang mulanya kaya tadi, pas tiba di anak-anak nya jatuh miskin pula, maka membutuhkan harta tadi. Nah, dikarenakan setelah bercucu-cucu, yang cucu dari ketiga kakak beradik tadi,pada miskin semuanya, membutuhkan tanah yang Cuma sepetak tadi. Maka terjadilah saling persengketaan memperebutkan harta.Apalagi, kalau banyak kakak beradik ketika itu, sampai sepuluh lima belas orang, biasanya kan orang dulu banyak-banyak anaknya, ngak seperti zaman sekarang, dikit. Karena sudah dari awal tidak dibagi menurut pembagian harta warisan, anak cucupun berkembang semakin banyak kesana kemari, maka terjadilah kesimpang siuran, dan ketidak jelasan siapa pemilik harta itu sebenarnya. Cobalah, kalau dari awal, yang bersaudara bertiga tadi menjalankan perintah Allah dan RasulNya, tidak akan terjadi hal semacam ini. Jadi kalau terjadi hal semacam ini, maka terkenalah kita sebagai orang Minang, orang yang terkena hadist peringatan Rasulullah diatas, ilmu yang paling pertama kita lupakan adalah masalah warisan ini, bukankah begitu? Coba lihat didaerah lain, tidak semacam kita kali begini, mungkin juga ada dari daerah lain hal semacam di Minang, tetapi tidak mendominsi sebagamana di Minang. Kenapa hal ini sampai terjadi dulunya? Menurut penghematan saya, karena dulu kekerabatan dan persaudaraan di Minang sangat kuat, saling tolong menolong, hanya sayangnya, mereka belum menyadari kalau kuat semacam apapun, pakai perasaan dan kasih sayang semacam apapun pada saudara kita yang namanya perintah Allah haruslah dijalankan, karena segala perintah Allah pasti manfaatnya buat manusia itu juga. Kalaulah dulu nenek moyang kita menjelankan perintah Allah agar membagi warisan yang ditinggalkan ibu bapa ini, jelas diberikan siapa pemiliknya, kalau diberi untuk sang kakak yang miskin yah diberilah, jadikanlah itu haknya, kemudian kalau kelak si adik tadi punya anak miskin, maka si anak dari kakak yang miskin tadipun bisa pula memberikan harta itu pada yang miskin lagi, tetapi jelas itu adalah hibah, atau pemberian. Begitulah selanjutnya, ngak akan terjadi harta yang ngak jelas asal usulnya sebagaimana yang terjadi di Minang sekarang.Kalau dari awal dibagi sesuai dengan perintah Allah, yaitu hukum warisan, atau faraidh. Sekarang bagaimana, yang berlalu biarkanlah berlalu. Bukankah Allah sudah katakan,"Afallalhu amma salaf".Allah memaafkan apa yang telah berlalu.Lantas kita katakan pula berdosa membagi harta milik bersama menjadi milik pribadi? Bukankah Allah sudah memaafkan yang berlalu itu. Kenapa tidak? Allah sudah maafkan. Justru yang berdosa itu adalah meneruskan kesalahan yang kita sudah jelas mengetahui bahwa itu salah. Jadi bagaimana cara menyelesaikannya? Itulah perlu adanya lembaga. Kalau harta itu hanya berkaitan pada harta keluarga saja, cukup lemmbaga kekeluargaan saja, kalau terlalu bersimpang siur dari berbagai suku, maka lembaga kesukuanlah.yang paling berat menyelesaikannya adalah suku diatas, dan ini butuh waktu lama, dan keseriusan, karena betapa banyak suku Sikumbang diseantero dunia ini seperti yang saya kemukakan.Kalau harta suku tadi, terserah mau dibagi bersama-sama begiliran atau bagaimana, silahkan saja.mau dijual silahkan saja, kalau sudah sepakat menjualnya, karena Allah tidak pernah melarang harta dijual sepanjang itu bukan harta wakaf. Yang harta ngak jelas keluarga tadi, saya sudah jelaskan cara penyelesaiannya. Hal ini sebenarnya lebih gampang. Tapi kemauan itu yang sulit. Kalau soal harta warisan istri, apakah kita lebih mempercayai lembaga, sementara AlQuran, yang merupakan hukum Allah kita langgar? Itu terserah masing-masing, toh dosanya ditanggung sendiri ko, yang jelas saya sebagai orang yang tau agama telah menyampaikannya.Dan bagi yang telah tau hukum Allah ini,lantas mendiamkannya saja, bagaimana hukumnya? Berarti kita tidak menjalankan perintah Allah dan RasulNya dalam beramal ma'ruf nahi mungkar.Kalaupun kita ngak sanggup maka dengan hati, itu adalah selemah-lemah iman. Rasulullah bersabda: "Barang siapa melihat suatu yang mungkar,(ingkar, bukankah tidak menjalankan perintah Allah namanya orang yang ingkar, atau orang yang tidak percaya pada ayat Allah dikatakan ingkar, orang yang ingkar dikatakan mungkir, perbuatan ingkar namanya mungkar), maka hendaklah ia merobahnya, dengan tangah, bila tidak bisa dengan lidah, bila tak bisa lagi maka dengan hati, dengan hati ini adalah selemah-lemah iman". Ayat Allah sudah jelas saya sampaikan"Bagi kamu setengah dari harta(apa saja), yang ditinggalkan oleh istri-istri kamu, bila sang istri tidak memiliki anak lelaki, jika ia punya anak lelaki, maka kamu dapat seperempatnya saja, setelah diselesaikan wasiat(sepertiga dari hartanya), juga hutang-hutangnya dst"(Q.S Annisa 12) Firman Allah secara keseluruhan:" Bagi peninggalan harta yang ditinggalkan ibu bapa karib kerabat, kami jadikan pewarisnya"(Q.S Annisa 33) Siapakah pewaris yang telah ditentukan oleh Allah Ta'ala itu? Silahkan dilihat Q.S Annisa ayat 11), juga yang tidak ada dalam AlQuran ada dalam hadist Rasulullah, yaitu pembagian kakek dan nenek. Dalam hadist disebutkan seperenam. Apakah Firman-firman Allah diatas dan hadist-hadist rasulullah yang saya sebutkan merupakan kitab kuning belaka? Innaalillahiwainnailaihi raajiun, semoga Allah saja yang memberkan petunjuk kepada orang-orang semacam ini. Saya ngak perlu harus ke Gubernur menyampaikan hal ini, kalau ada kesempatan akan saya sampaikan, yang utama yang ada disini dulu saya sampaikan, mau ngak menjalankan perintah Allah ini, atau mau melanggarnya, dengan dalih kita lebih mengikuti si A, si B, bahkan pemerintah sekalipun? Pemerintah ditaati, setelah perintah Allah dan RasulNya dijalankan. Allah berfirman:" Taatilah Allah dan RasulNya, juga pemimpin kamu, maka jika kamu berselisih akan suatu hal, maka kembalikanlah semua urusan hanya kepada (hukum) Allah dan rasulNya" Kita disuruh tatat kepada pemimpin setelah ketaatan pada Allah dan rasulNya, bila terjadi perselisihan maka yang ditaati sesuai dengan hukum Allah dan rasul saja, ngak ada disana disebutkan pemimpin, atau pemerintah.(apalagi,..kurang jelaskan ayat Allah ini, ataukan ayat Allah dan hadist Rasulullah hanya sekedar kitab kuning saja bagi kamu..? Mentaati pemerintah wajib, setelah mentaati Allah dan rasulNya.Semua terserah masing-masing, karena setiap pilihan punya sangsi. Diakhirat kelak, seperti kata sanak Azhari di surau:"malaikat tidak akan bertanya kenapa kamu melanggar adat?" Yang ditanya diakhirat adalah:" Kenapa kamu melanggar /menyalahi perintah Allah, sementara ilmu itu sudah datang kepadamu, kenapa kamu tidak beriman kepada Allah dan rasulNya, bukankah telah datang kepadamu ilmu Allah dan rasulNya itu? Ohhh ngak begitu Tuhan, kami beriman kok, percaya ko, kami jalankan shalat, puasa, zakat, haji, Cuma satu aja, harta warisan ini, larangan menikah(alhamdulillah sudah selesai, sudah faham, kalau masih dijalankan juga, ngak taulah saya). warisan ini saja ya Allah susah sekali membaginya, karena ngak jelas siapa pemiliknya..? Itu yang kita sampaikan pada Allah. Apa jawab Allah: Bukankah Allah maha pemaaf, Allah sudah memaafkan kesalahan yang berlalu. Juga firmanNya lagi, Sesungguhnya taubat disisi Allah adalah taubat yang orang menjalankan suatu kesalahan karena kebodohannya". Kalau sudah tau hukumnya, sudah tau firman Allah dan hadist rasulullah, masih dilanggar juga dengan dalih atau alasan adat, kata si A pembesar negara, segala macam, silahkan tanggung sendiri akibatnya. Allah berfirman: "..Apakah kamu beriman kepada sebahagian ayatKu, dan mengingkari sebahagian lagi..Tiadalah balasan bagi orang-orang yang berbuat demikian daripada kamu selain kenistaan dalam hidup dunia, dan hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat.Allah tidak lengah dengan apa yang kamu perbuat)(Q.S Al Baqarah 85) Allah berfirman:"Beginilah kamu, (sewajarnya), kamu berbantahan dengan apa yang kamu ketahui, maka kenapa kamu berbantahan dengan apa-apa yang tidak kamu ketahui. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahuinya". Allah berfirman:"..Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tapi takutlah hanya kepadaku saja.Dan agar aku sempurnakan nikmatKu atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk"(Q.S Al Baqarah 150) "".Mengapa kamu takut kepada mereka, padahal Allahlah yang berhak yang lebih kamu takuti, jika benar-benar kamu orang yang beriman". Demikian, dan mohon maaf. Wassalamu'alaikum. Rahima. -------------------------------------------------------------- Website: http://www.rantaunet.org ========================================================= * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Posting dan membaca email lewat web di http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages dengan tetap harus terdaftar di sini. -------------------------------------------------------------- UNTUK DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply - Besar posting maksimum 100 KB - Mengirim attachment ditolak oleh sistem =========================================================