Rekan-Rekan sekalian,

Saya pernah mendengar bahwa bila seorang Pejabat
Negara melakukan kesalahan, maka dia tidak dapat
dituntut berdasarkan UU No.3/1967 yang
disempurnakan dengan UU No.4/1978. Sebaliknya
bila seorang Warga diduga melakukan pelecehan
atau penghinaan terhadap pejabat Negara,
kepolisian tanpa dimintapun harus segera
melakukan penyidikan.
Ada yang bisa memberikan konfirmasi ?

Pantesan Baramuli ngomong seperti dibawah ini.
Pun seandainya UU tersebut memang ada, kayanya
harus di'reformasi' deh !!

Memangnya Pejabat Negara itu manusia luar
biasa tanpa cacat, yang tidak akan berbuat
kesalahan sedikitpun ??


Salam,
bRidWaN

---------------------------------------
At 18:36 22/01/99 +0700, bRidWaN wrote:
>Rekan-Rekan,
>Inilah contoh yang salah yang didemonstrasikan
>oleh seseorang yang bernama Baramuli.
>Sebagai Pejabat Negara yang 'gaji'-nya dibiayai
>oleh Rakyatnya, seharusnya dia memperlihatkan
>dirinya sebagai pengayom yang rendah diri.
>Bukan sebaliknya, malah 'arogan' tidak menentu,
>serta mencari kesalahan orang lain.
>Maaf ini pendapat/reaksi saya pribadi
>
>Saya hanya ingin menghimbau, bila seandainya nanti
>ada diantara rekan yang diberi kepercayaan untuk
>menjadi Pejabat, mohon agar kelakuan-kelakuan
>seperti ini tidak diikuti.
>
>Salam,
>bRidWaN
>
>-------------------------------------------------
>Sebagai Pejabat Negara, Baramuli tidak Minta Maaf
>
>JAKARTA (Media): Ketua DPA AA Baramuli mengatakan,
>kalau terjadi kesalahpahaman antara dirinya dan
>Ali Sadikin serta Kemal Idris, kedua orang itu
>yang harus minta maaf karena dirinya adalah
>pejabat negara.
>
>"Kalau memang salah paham, saya kira, mereka yang
>harus menyampaikan maafnya, bukan saya. Saya ini
>adalah pejabat negara, dan yang memulai kan dari
>pihak mereka," kata Baramuli ketika menerima
>dukungan sekelompok masyarakat atas sengketa
>dirinya dengan Ali Sadikin dan Kemal Idris
>di Kantor DPA, Jakarta, kemarin.
>
>Baramuli mengakui, dirinya tidak menduga ada
>dukungan dari sekelompok masyarakat itu.
>Dukungan itu ditanda tangani 54 orang. Setelah
>pernyataan sikap mereka dibacakan, Baramuli
>pun membacakan penjelasan pers yang sudah
>dipersiapkan sebelumnya sebagai tanggapan
>atas dukungan kelompok masyarakat tersebut.
>
>Dalam penjelasan pers tertulis itu disebutkan,
>"Adalah benar bahwa pernyataan atau penjelasan
>Ketua Dewan Pertimbangan Agung RI Dr H AA
>Baramuli SH harus dibaca/dihayati secara
>terpadu sebagaimana dimuat dalam harian Suara
>Karya tanggal 16 November 1998 dan jangan
>dipotong-potong lalu ditafsirkan sendiri, dan
>disiarkan kepada umum kalimat-kalimat yang
>dapat menimbulkan dan memperbesar
>kesalahpahaman."
>
>Seperti diketahui, Kemal Idris dan Ali Sadikin
>melaporkan Baramuli ke Mabes Polri karena
>dinilai mencemarkan nama baik. Bahkan kedua
>tokoh Barisan Nasional itu menggugat Baramuli
>sebesar Rp 100 miliar.
>
>Mengenai tuntutan sebesar Rp 100 miliar itu, menurut
>Baramuli, merupakan jumlah yang sangat besar. "Dari
>mana saya mampu memenuhi jumlah Rp 100 miliar.
>Kecuali bila saya gubernur yang pernah mengatur
>perjudian, jumlah tersebut tidak menjadi masalah,"
>katanya.
>
>Baramuli juga menepis tudingan dirinya sebagai PKI.
>Ia menegaskan, dirinya bangga karena ketika menjabat
>sebagai Gubernur Sulawesi Utara, daerah yang
>dipimpinnya itu merupakan satu-satunya provinsi yang
>tidak ada komunisnya.
>
>"Kalau ada yang menuduh saya komunis, lihat buktinya,
>provinsi mana yang tidak ada PKI-nya ketika itu," kata
>Baramuli. Menurut dia, justru ketika Jakarta Raya
>dipimpin Ali Sadikin, ketika itu bercokol gembong PKI
>di Jakarta. "Jadi bila ada yang menuduh saya PKI,
>silakan periksa sendiri," kata Baramuli.
>
>Dalam penjelasan pers tertulis, Baramuli mengatakan,
>tabu dan takabur untuk menjagokan jasa diri sendiri
>yang belum tentu bermanfaat dan berguna untuk
>pembangunan bangsa dan negara. (SA/P-2)
>
>------------------------------------------------------
>Media Indonesia Jumat 22 Januari 1999

Kirim email ke