Rabu, 21 April 1999 
Berita Utama  :

"Masjid Istiqlal Dirancang Arsitek Kristen"

BETAPA sedih seandainya Bung Karno, Presiden pertama RI, masih hidup, 
menyaksikan beberapa ruangan di lantai bawah Masjid Istiqlal yang hancur 
karena terkena bom.  Betapa tidak? Sebab Bung Karno-lah yang memberikan 
nama masjid kebanggaan umat Islam Indonesia itu.  Istiqlal artinya adalah 
merdeka. Tentu ini juga dimaksudkan sebagai lambang kemerdekaan. Rasa 
bangga dan cintanya umat Islam Indonesia terhadap tempat suci ni, 
ditunjukkan dari berbagai penjuru Tanah Air dengan selalu mengunjungi 
masjid yang letaknya tidak jauh dari Istana Negara tersebut.

Masjid, di dalam sejarah Islam, bukan saja digunakan untuk kepentingan 
ibadah seperti salat, itikaf, zikir, dan lain-lain, namun juga 
dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Demikian juga untuk Istiqlal.

Di lantai dasar masjid tersebut digunakan puluhan organisasi yang 
mengurusi berbagai kepentingan masyarakat. Di tempat itu ada kantor MUI 
(Masjid Ulama Indonesia), BP-4 (Badan Penyelesaian Perselesihan 
Perkawinan Pusat), HSBI (Himpunan Seni Budaya Islam), DMI (Dewan Masjid 
Indonesia), BKRMI (Badan Koordinasi Remaja Masjid Indonesia), dan 
lain-lain.

Di situ pula, selain digunakan untuk peringatan hari-hari besar Islam 
yang selalu dihadiri Presiden dan Wakil Presiden RI beserta anggota 
kabinetnya dan para duta besar negara sahabat, sering diadakan kegiatan 
yang sifatnya nasional. Sebut saja misalnya Festival Istiqlal tahun 1990 
yang cukup spektakuler dengan menghadirkan berbagai acara yang cukup 
menarik. Seminar-seminar kebudayaan dan keagamaan Islam juga selalu 
digelar di lokasi masjid tersebut.
Keindahan arsitekturnya juga mengundang kekaguman tamu-tamu dari negara 
asing.  Misalnya, Presiden Amerika Serikat Bill Clinton ketika berkunjung 
ke Indonesia juga menyempatkan diri berkunjung dan masuk ke masjid 
tersebut dengan diantar oleh Menteri Agama (waktu itu) Tarmizi Taher. 
Petinju legendaris Mohamad Ali juga pernah salat jumat di tempat suci ini.

Lambang Kemerdekaan

Menengok ke belakang sejarah pembangunan tempat ibadah tersebut, juga 
terdapat kisah yang tidak kalah menariknya. Seperti yang ditulis dalam 
Ensiklopedi Nasional Indonesia (hak cipta 1988 PT Cipta Adi Pustka) 
disebutkan, Masjid Istiqlal merupakan masjid terbesar di Indonesia. 
Bangunan ini terletak di Taman Wijayakusuma, Jakarta Pusat. Istiqlal 
berarti kemerdekaan. 

Nama itu diberikan oleh Presiden pertama Soekarno. Taman Wijayakusuma 
dikenal sebagai lambang Pemerintah Hindia Belanda. Untuk menghapus 
lambang pemerintahan Belanda, didirikanlah masjid di tempat itu sebagai 
lambang kemerdekaan Republik Indonesia.
Rancang bangunan masjid yang berkapasitas 100.000 orang ini 
disayembarakan pada tahun 1954 dan dimenangkan oleh seorang kelahiran 
Tapanuli, Sumatera, yang kebetulan pemeluk Kristen, arsitek Frederik 
Silaban.

Menurut Silaban, seperti diungkap dalam buku itu, seorang arsitek harus 
tidak terikat oleh agama atau kesukuannya dan harus dapat melakukan 
pekerjaan sesuai dengan ilmu yang dimilikinya. Menurutnya, perencanaan 
masjid ini seratus persen asli, tidak meniru masjid mana pun, kecuali 
memenuhi persyaratan-persyaratan sayembara. 
Pembangunannya dimulai dengan pemancangan tiang pertama pada tahun 1961.  
Pada tahun 1977 konstruksi beton bertulang dan bangunan gedung utamanya 
telah selesai. Sejak saat itu, meskipun sarana pelengkap lainnya belum 
selesai dibangun, masjid ini sudah dapat dipakai untuk beribadat.

Masjid raksasa ini dibangun di atas tanah seluas 12 hektare. Bangunannya 
seluas 7 hektare, terdiri atas bangunan induk bertingkat lima, gedung 
pendahuluan, dan selasar penghubung, teras raksasa, emper keliling, dan 
emper tengah, menara, jalan, dan tempat parkir, serta jembatan dan taman 
air mancur. Luas lantainya mencakup 72.000 meter persegi dan luas atapnya 
21.000 meter persegi.

Ukuran tinggi, panjang, dan lebar bangunan-bangunan di masjid itu: gedung 
induk 60 meter, 110,5 meter, dan 110,5 meter, gedung pendahuluan 52 
meter, 33 meter, dan 27 meter, teras raksasa dan emper keliling 11 meter, 
165 meter, dan 125 meter, sedangkan tinggi menaranya 66 meter.
Kubah polihendron di gedung induk memiliki berat sekitar 86 ton dan 
ditopang oleh 12 tiang utama berukuran garis tengah 2, 60 meter dengan 
tinggi 26 meter. Kubahnya bergaris tengah 45 meter dan berbentuk setengah 
bola. Tiap bagian kubahnya terdiri atas segi tiga yang berlainan, 
sehingga setiap segi tiga memerlukan gambaran teknik tersendiri. 
Perhitungan rancangan kubah ini dilakukan di Jerman dengan bantuan 
komputer.

Sementara itu, arsitek Frederik Silaban, (1912-1984) merupakan arsitek 
kelahiran Bonandolok, Tapanuli. Dia menamatkan HIS (sekolah teknik dasar 
pada masa penjajahan Belanda) di Narumonda, Tapanuli, pada tahun 1927, 
dan KWS (sekolah teknik) di Batavia pada tahun 1931.
Dengan bekal ijazah KWS, dia bekerja sebagai juru gambar bangunan pada 
Gemeente (Kota Praja) Batavia. Di sini bakat arsitekturnya mendapat 
kesempatan untuk berkembang. Berbagai jabatan di bidang arsitektur pernah 
dipangkunya, dan berbagai kesempatan mengikuti sayembara tidak 
dilewatkan. Tak kurang dari enam sayembara arsitektur telah 
dimenangkannya, antara lain Masjid Istiqlal.(Nasrudin Anwar-50t) 

Berita Utama | Semarang | Sala & DIY | Jawa Tengah | Budaya | Olahraga 
Internasional | Opini | Ekonomi | Fokus | English | Prakiraan Cuaca | 
                                Menu Utama 
                        Copyright© 1996 SUARA MERDEKA

Kirim email ke