Memang KPU harusnya ganti nama jadi KPA (awut-awutan). Apa sih susahnya bikin program 
yg mampu
menampilkan angka-angka per TPS. Emang ada berapa TPS? Paling banter 300.000.... Kalo 
cuman
segitu mah software database kelas kacang juga sanggup tho? Ndak perlu yang kayak 
Oracle segala.
Heran aku......

Itu homepage KPU ndak jalan-jalan.... Emang butuh berapa orang ahli komputer sih? Itu 
kalo dibilang
harus ahli komputer. Wong anak SMP aja bisa masukin data.



Hadeer wrote:

>
> Siap - siap........siap - siap....... Data Jakarta sudah mulai kacau ........
> Mulai stock sembako ..... sebentar lagi perang sipil ....... :-(
>
> :-(
> Hadeer
>
> =================================================
>
> Republika Online edisi: 10 Jun 1999
>
> Perhitungan Suara di DKI Kacau
>
> JAKARTA -- Terdapat kejanggalan dalam penghitungan hasil perolehan suara Pemilu 7 
>Juni lalu di Ibu Kota. Temuan Panitia Pemilihan Daerah (PPD) Tk I DKI Jakarta 
>menunjukkan banyak kekeliruan dan kekacauan dalam menuliskan hasil penghitungan 
>suara, yakni ada angka yang dibesarkan atau sebaliknya dikecilkan dari hasil aslinya. 
> Dari temuan sementara, PDI Perjuangan merupakan partai yang diuntungkan karena 
>perolehan angkanya dibesarkan dari aslinya. Sedangkan partai lain seperti Partai 
>Keadilan, Golkar, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia angka perolehan 
>suaranya dikecilkan. PPP malah hasil suaranya hilang.  Ketua PPD I DKI, Djafar 
>Badjeber, kemarin, menyebutkan pihaknya menemukan data kejanggalan itu langsung di 
>lapangan. Sebagai langkah antisipasi, PPD I DKI Jakarta hari ini terjun langsung ke 
>Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk mengadakan penelitian berita acara 
>penghitungan suara dari 10.198 TPS.  Berdasarkan pantauan anggota PPD I dari IPKI, 
>Thomas Taka, kekeliruan penghitungan suara dan penulisan angka setidaknya ditemukan 
>di dua kelurahan, yakni Kelurahan Pulogebang Kecamatan Cakung dan Kelurahan Gedong 
>Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur.  Kesalahan yang terjadi, jelas Thomas, yakni 
>berupa ketidaksesuaian hasil dari setiap tempat pemungutan suara dengan hasil akhir, 
>yakni lebih besar dari seharusnya. PDI Perjuangan, lanjutnya, dari penghitungan suara 
>semua TPS di Kelurahan Gedong seharusnya mendapat suara sebesar 2.500. Namun, dalam 
>kolom hasil akhir formulir D4 ditulis 4.333.  Begitu juga dengan PAN yang seharusnya 
>hanya memperoleh suara sebesar 2.150 ditulis menjadi 6.393. ''Ini kan jelas 
>menguntungkan mereka [parpol yang bersangkutan],'' ujar Thomas kepada pers di Jakarta 
>kemarin.  'Kelebihan' suara PDI Perjuangan ini, tambah Thomas, juga ditemukan di 
>Kelurahan Pulogebang. Namun Thomas mengatakan lupa memerinci perolehan untuk DPR RI 
>atau DPRD. Yang jelas, sambungnya, yang seharusnya 1.762 ditulis menjadi 7.220 dan 
>yang 1.475 ditulis menjadi
> 10.125.  Sebaliknya, beberapa partai justru mengalami penurunan. Semisal untuk 
>Partai Keadilan yang berdasarkan penghitungan Thomas dan petugas PPK seharusnya 
>mendapat 648 suara tetapi hanya ditulis 385. Begitu juga dengan yang seharusnya 14 
>suara ditulis 12 suara. Hal yang sama juga dialami Partai Golongan Karya dari 2.039 
>menjadi 1.367.  Namun hal yang lebih buruk, sambung Thomas, dialami oleh Partai 
>Persatuan Pembangunan, yakni hilangnya perolehan suara. Dengan kasus ini, kata 
>Thomas, tidak menutup kemungkinan kesalahan yang sama juga terjadi di tempat lain.  
>Oleh karena itu, lanjut Thomas, langkah yang ditempuh PPD I sangat diperlukan untuk 
>pengecekan kembali. Pasalnya setelah kesalahan terjadi di jalur komputer, kata 
>Thomas, jangan sampai terulang kembali di dokumen resmi yang dibuat secara manual.  
>PPD I DKI Jakarta hari ini terjun langsung ke PPK untuk mengadakan penelitian di 
>10.198 TPS. ''Semua anggota PPD I akan terjun langsung ke kecamatan untuk meneliti 
>hasil perhitungan suara yang ada dalam berita acara,'' kata Djafar Badjeber.  Dengan 
>penelitian menghitung ulang perolehan suara dan pemeriksaan berita acara yang ada di 
>PPK, kata Djafar, diharapkan kesalahan dapat diminimalkan.  Mulai curiga  Pada 
>tingkat Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) angka-angka hasil perhitungan suara 
>sementara juga masih jadi perdebatan. Wakil Ketua PPI, Hasballah M Saad, menilai data 
>hasil pemilu yang beredar saat ini masih perlu dicek lagi validitasnya. Sebab, 
>menurutnya, pemunculan data hasil pemilu tersebut mengandung banyak kejanggalan yang 
>mengundang pertanyaan. ''Dan saya sendiri juga mulai curiga,'' ujarnya di Jakarta 
>Rabu (9/6) kemarin.  Seharusnya, menurut Hasballah, data yang masuk ke jaringan 
>komputer KPU adalah data yang sudah divalidasi secara berjenjang. Data tersebut sudah 
>divalidasi di TPS, PPS, PPK, juga PPD Tingkat II. ''Tapi sekarang banyak data yang 
>masuk dari level yang lebih bawah. Dari PPS langsung dimasukkan ke sini,'' tuturnya.  
>Akibat proses pemasukan
> data yang seperti itu, PPD Tingkat I DKI sempat protes ke KPU. Ketua PPD I DKI 
>Dja'far Badjeber mengaku belum pernah mengeluarkan data hasil pemilu. Tapi, tiba-tiba 
>data tersebut sudah muncul di jaringan komputer KPU. Dja'far mengaku tidak 
>tahu-menahu sumber data yang muncul di komputer tersebut. Dia menyebutnya sebagai 
>data 'liar'.  Ihwal data 'liar' itu ternyata juga diakui langsung oleh Hasballah. 
>Bahkan data liar seperti itu, menurutnya, tidak hanya masuk ke KPU. ''Di PPI juga 
>banyak masuk,'' tegasnya. Sebab itu, lanjut anggota KPU wakil Partai Amanat Nasional 
>itu, semua data yang masuk sementara ini harus dicek kembali kebenarannya.  Persoalan 
>lain yang diprotes Hasballah adalah data yang muncul itu terkesan hanya berasal dari 
>kantong-kantong tertentu. Lagi pula, sambung Hasballah, kantong-kantong tersebut 
>hanya didominasi partai tertentu. ''Ada apa sebenarnya,'' ujarnya. Kenyataan itu, 
>menurutnya, bisa terjadi karena kesengajaan, tapi bisa juga karena keterbatasan.  
>Pemunculan data yang seperti itu dianggapnya sangat mengundang keresahan di kalangan 
>masyarakat. Berdasarkan protes yang diterimanya, masyarakat banyak yang menilai data 
>yang dikemukakan KPU tidak mencerminkan data yang diperoleh di TPS. ''Apalagi sangat 
>tidak adil jika data secara nasional disajikan dalam satu plot,'' tegasnya.  Dengan 
>alasan itu, pihaknya meminta KPU mau menghentikan sementara penyiaran data hasil 
>pemilu sampai ditetapkan peraturan baru. Peraturan tersebut setidaknya bisa membuat 
>data yang masuk ke komputer itu benar-benar data yang sudah divalidasi berjenjang 
>sampai ke PPD II. Sehingga tidak ada lagi data 'liar' yang beredar di masyarakat.  
>Sementara itu, Ketua PPI, Yacob Tobing, mengatakan bahwa data yang masuk ke komputer 
>itu memang tidak harus divalidasi di tingkat PPD II. Sebab, katanya, validasi di 
>tingkat PPD II itu baru dijadwalkan selesai tanggal 14 Juni. ''Sementara ada sistem 
>lain yang memungkinkan data itu masuk ke komputer sebelum itu,'' akunya dalam 
>kesempatan
> terpisah.  Validasi data hasil pemilu, kata Yacob, cukup divalidasi hanya dengan 
>melibatkan peserta pemilu. Cuma dia tidak menjelaskan standar baku keabsahan validasi 
>yang dilakukan para peserta pemilu tersebut. Yang jelas, menurutnya, semakin banyak 
>peserta yang terlibat, asas transparansi penghitungan hasil pemilu semakin terpenuhi. 
> Menyikapi lambannya hasil penghitungan suara yang masuk ke data internet milik KPU, 
>beberapa anggota KPU meminta penayangan hasil sementara di layar komputer itu 
>dihentikan. Mereka berpendapat, selain dapat memunculkan interpretasi yang salah soal 
>perolehan kursi di DPR, kelambanan itu bisa membuat potensi kecurangan membesar.  
>''Sebab kalau waktunya panjang, kan mereka bisa menjadi punya waktu lebih banyak 
>untuk bermain [curang],'' kata Mustafa Kamal, anggota KPU dari Partai Keadilan, di 
>Jakarta kemarin. Dan, hal itu sudah pernah dirasakan oleh Partai Keadilan sendiri. 
>Menurut Mustafa, suara Partai Keadilan di sebuah TPS di Pasar Minggu sebanyak 57 
>suara, sempat hilang. Tapi persoalan itu sudah berhasil dituntaskan.  Selain soal 
>potensi kecurangan, Mustafa mengatakan penyajian data yang sampai ke masyarakat saat 
>ini masih berskala nasional. Hal tersebut dinilainya membawa risiko yang cukup tinggi 
>di kalangan masyarakat. ''Sepintas, masyarakat langsung menangkap bahwa perolehan 
>suara yang banyak, secara otomatis juga akan mendapat jatah kursi yang cukup besar di 
>DPR.''  Padahal, lanjut Mustafa, data perolehan suara pemilu dalam skala nasional itu 
>belumlah mencerminkan kursi DPR secara utuh. ''Sebab perbandingan jumlah kursi dengan 
>jumlah penduduk di tiap-tiap provinsi tidak sama,'' tegasnya. ''Partai yang 
>mendapatkan banyak suara di Jawa, bisa jadi kursinya kalah banyak dengan partai yang 
>suaranya lebih sedikit tapi berasal dari luar Jawa.''  Dengan dasar itu, Mustafa 
>meminta agar KPU menghentikan pengumuman hasil pemilu dalam skala nasional sehingga 
>interpretasi yang salah tidak sampai berkembang di kalangan masyarakat.  Yang juga
> terlihat risau dengan penyajian data tersebut adalah anggota KPU dari Partai Aliansi 
>Demokrat Indonesia, Bambang Sulistomo. ''Kenapa suara dari basis kami di Pasuruan, 
>belum juga muncul,'' tandasnya. ''Jangan sampai partai saya dicurangi,'' tambahnya.  
>Terhadap berbagai penafsiran hasil pemilu, Ketua KPU Rudini mengatakan tampilan 
>pengumuman perolehan suara sementara partai-partai politik yang disampaikan KPU di 
>layar internet akan diubah menjadi per daerah tingkat II di kabupaten/kota madya, 
>tidak lagi secara nasional.  ''Tampilan per kabupaten atau kota madya akan lebih 
>jelas parpol mana yang akan menjadi pemenang, sedangkan kalau secara nasional tidak 
>mencerminkan kemenangan yang sesungguhnya,'' kata Rudini dalam jumpa pers di 'Joint 
>Operation Media Center (JOMC)' PPI di Jakarta kemarin.  Rudini mengatakan persaingan 
>perolehan suara dalam memperebutkan kursi di DPR RI ada di tingkat kabupaten/kota 
>madya, bukan akumulasi secara nasional.  Rudini juga menyatakan bahwa perubahan 
>tampilan pengumuman menjadi per tingkat kabupaten/kota madya itu untuk mempercepat 
>proses penghitungan, sehingga dapat mengatasi masalah kelambatan yang saat ini 
>terjadi.  Hendra Dharsono, salah satu anggota kelompok kerja pimpinan KPU Bidang 
>Sistem Informasi saat dikonfirmasi mengaku kelambanan itu bukan disebabkan oleh 
>jaringan komputer yang tersedia. ''Dokumen yang dari TPS memang masuknya lambat,'' 
>ujarnya.  Berkaitan dengan lambannya hasil penghitungan suara, Menhankam/Panglima TNI 
>Jenderal Wiranto meminta masyarakat untuk bersabar menunggu hasil perhitungan suara 
>tersebut. Ia juga meminta semua pihak untuk tidak membuat ulah yang tidak perlu.  
>Lambatnya hasil penghitungan suara Pemilu 1999 ternyata juga mengkhawatirkan sejumlah 
>Lembaga Pemantau Asing. Mantan Presiden AS Jimmy Carter, selaku juru bicara dua LSM 
>AS: The National Democratic Institute (NDI) dan The Carter Center mengatakan sampai 
>kemarin pagi, hasil pengumpulan suara yang diumumkan relatif sangat kecil dibandingkan
> jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya.  ''Jika keterlambatan ini terus 
>berlanjut maka akan meningkatkan kebingungan dan tekanan di antara kontestan parpol 
>dan masyarakat,'' ujar Carter saat mengemukakan pernyataan sementara hasil pantauan 
>NDI dan The Carter Center di Hotel Borobudur Jakarta kemarin.  Lembaga Pemantau 
>Komisi Eropa mengakui Pemilu 1999 berlangsung cukup bebas dan transparan. Namun, 
>mereka juga prihatin dengan lambatnya penghitungan hasil pemilu. n 
>lan/irf/ian/dam/ris/pri
>
>
>
>
>
>

--
Salam,
Jaya


--> I disapprove of what you say, but I will
    defend to death your right to say it. - Voltaire

               \\\|///
             \\  - -  //
              (  @ @  )
------------oOOo-(_)-oOOo-----------
FNU Brawijaya
Dept of Civil Engineering
Rensselaer Polytechnic Institute
mailto:[EMAIL PROTECTED]
--------------------Oooo------------
           oooO     (   )
          (   )      ) /
           \ (      (_/
            \_)

Kirim email ke