Dari Antara:
DEWAN KEAMANAN PBB SAHKAN RESOLUSI PEMBENTUKAN UNTAET

    New York, 26/10 (AFEC/ANTARA) - Dewan Keamanan PBB secara bulat,
Senin waktu setempat, Selasa WIB, mengesahkan Resolusi No. 1272
mengenai pembentukan Pemerintahan Transisi PBB di Timor Timur
(UNTAET).
    Pemerintahan itu berkekuatan 11.000 pasukan militer, polisi dan
pejabat sipil, yang akan mengawal selama dua-tiga tahun proses
kemerdekaan bekas wilayah jajahan Portugal itu.
    Wartawan ANTARA dari Markas Besar PBB melaporkan bahwa UNTAET
akan menggantikan pasukan internasional untuk Timtim (Interfet) yang
dipimpin Australia.
    Interfet digelar bulan lalu untuk memulihkan keamanan dan
ketertiban Timtim menyusul pengumuman hasil jajak pendapat yang
dimenangi oleh kelompok pro-kemerdekaan.
    Operasi PBB yang melibatkan 8.950 pasukan, 200 peninjau militer,
1.640 polisi dan sejumlah besar pejabat sipil yang belum dipastikan
jumlahnya itu akan bertugas di Timtim sampai 31 Januari 2001.
    Namun, Sekjen PBB Kofi Annan memperkirakan diperlukan waktu dua
sampai tiga tahun untuk membawa Timtim sebagai negara yang
sepenuhnya merdeka.
    Resolusi Dewan Keamanan itu memberi mandat yang luas sebagaimana
halnya Interfet, termasuk di dalamnya untuk menggunakan kekuatan
militer sesuai Bab VII Piagam PBB.
    Banyaknya jumlah personel UNTAET karena pemerintahan sementara
PBB di Timtim itu harus menjalankan semua pelayanan publik, termasuk
birokrasi, perangkat hukum, pendidikan, rumah sakit, yang
personelnya selama ini
ditangani pegawai negeri Indonesia.
    MPR, pekan lalu telah meratifikasi hasil jajak pendapat 30
Agustus. Ini melicinkan jalan bagi pemindahtanganan kekuasaan atas
Timtim kepada PBB sebagaimana yang disepakati pada Perjanjian 5 Mei
antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Portugal.
    Menyusul pengesahan resolusi mengenai UNTAET, Sekjen PBB Kofi
Annan menunjuk Sergio Viera de Mello (51) untuk menjadi Ketua
Pemerintahan Sementara PBB di Timtim. Pejabat PBB yang pernah
bertugas di Kosovo asal Brasil, negara yang berbahasa Portugis, ini
sekarang menjabat Wakil Sekjen PBB untuk Urusan Kemanusiaan.
    Sementara penunjukan Komandan Pasukan UNTAET, belum diumumkan.
"Masih didiskusikan," kata Ketua Operasi Pasukan Penjaga Perdamaian
PBB Bernard Miyet.
    Indonesia mengharapkan Komandan Pasukan UNTAET berasal dari
Asia, lebih senang lagi kalau berasal dari salah satu negara ASEAN,
semisal Malaysia.
    "Kalau Ketua Pemerintahan Transisinya berasal dari negara yang
berbahasa Portugis, maka untuk keadilan dan ketidakberpihakan, sudah
pada tempatnya kalau Komandan Pasukan UNTAET dari negara yang
berbahasa Melayu," kata
seorang diplomat.
    Biaya operasi UNTAET ini belum dijelaskan secara khusus, namun
Bernard Miyet memperkirakan lebih dari satu miliar dolar AS hanya
untuk tahun pertama saja.
    "Ini adalah operasi PBB paling ambisius dan paling besar memakan
biayanya," tegas Miyet yang asal Perancis.
    Menurut Miyet, UNTAET akan lebih banyak memerlukan biaya
ketimbang operasi di Kosovo. PBB di Kosovo hanya bertanggungjawab
untuk membiayai pemerintahan sipil, sementara operasi militernya
ditanggung oleh NATO.
    "Padahal di Timtim, PBB harus membiayai kedua komponen itu, ya
pemerintahan sipilnya, ya operasi militernya," kata Miyet.

                    Komisi Penyelidik
    Yang positif dari resolusi tersebut adalah tidak disebutkannya
secara langsung Komisi Penyelidik Internasional yang dibentuk Komisi
Tinggi HAM PBB
Mary Robinson untuk menginvestigasi kekerasan dan pelanggaran HAM di
Timtim.
    "Ini berkat dukungan Cina," kata seorang diplomat Indonesia yang
senang dengan tidak masuknya soal Komisi Penyelidik Internasional ke
dalam resolusi tersebut.
    Cina adalah satu dari 12 negara, umumnya dari Asia, yang menolak
pembentukan Komisi Penyelidik Internasional dalam Sidang Komisi HAM
PBB di Jenewa bulan lalu.
    Pada sidang Dewan Keamanan PBB hari Senin itu terjadi "perang
pernyataan" antara pihak Indonesia dan Portugal. Dubes Portugal di
PBB Antonio Monteiro, yang negaranya mantan penjajah Timtim, masih
saja secara emosional menyerang Indonesia.
    "Kami siap membantu Timor Timur menjadi tanah kehidupan bukan
kematian, tanah harapan bukan keputusasaan, dan tanah masa depan
bukan masa lalu,"
katanya.
    Monteiro juga menuduh bahwa unsur-unsur militer Indonesia terus
mendukung para milisia.
    "Indonesia harus menjamin keamanan dan keselamatan para
pengungsi yang melarikan diri ke Timor Barat dan wilayah lain di
Indonesia. Kami juga meminta agar Timor Barat tidak digunakan oleh
para milisia sebagai basis
untuk membuat ketidakstabilan di Timor Timur," katanya.
    Terhadap pernyataan Monterio, Wakil Tetap RI untuk PBB, Dubes
Makmur Widodo, mengatakan bahwa Indonesia telah mengambil
tanggungjawab atas Timtim dua dekade lalu ketika wilayah itu
"ditinggalkan begitu saja oleh penjajah
Portugal".
    Widodo mengatakan, Indonesia yang memikul biaya untuk membangun
Timtim dari wilayah terbelakang, termasuk 80 persen buta huruf
sebagai akibat kolonialisme Portugal selama empat abad.
    Indonesia, lanjut Widodo, betul-betul sangat prihatin dengan
laporan-laporan yang tidak diverifikasi dan dibesar-besarkan
mengenai pelanggaran HAM setelah jajak pendapat Timtim 30 Agustus.
    "Tuduhan pembunuhan massal tidak didukung oleh bukti-bukti yang
kuat dan jelas," demikian Dubes Makmur Widodo yang baru saja
menempati posnya di PTRI New York. end

2610990926
NNNN

Kirim email ke