Majalah Selular PONSEL RENTAL BAGI YANG PUNYA KARTU TAPI TAK MEMPUNYAI PESAWATNYA
Oleh : Nasrullah Idris Bila "Internet Rental" sudah menjamur sejak beberapa tahun terakhir, mengapa saya belum atau kurang mendengar telepon seluler yang disewakan, sebutlah "ponsel rental"? Kalau untuk yang pertama, konsumen membawa password email, bukankah untuk yang terakhir, cukup membawa kartu yang berisi nomor? Memangnya seseorang yang ingin mempunyai kartu harus juga memiliki pesawat ponsel? Kan tidak! Yang ideal ya memiliki keduanya. Tetapi kenyataan tidak semua orang mampu, karena toh bukan kebutuhan primer. Bagi orang yang tak punya, dapur ngebul masih lebih penting. Prosentase kepemilikannya pun belum mencapai 20 persen dari seluruh penduduk. Namun sebagai makhluk sosial, yang tak punya pun berkeinginan berbicara di udara, terutama dengan kerabat dekatnya. Jadi tidak berlebihanlah, kondisi demikian dijadikan momentum peluang bisnis baru, sekaligus menciptakan lapangan kerja. Bagi penjual yang mempunyai banyak unit pesawat ponsel di tokonya boleh dikatakan tidak begitu sulit. Cukup menjadikan beberapa buah di antaranya sebagai barang sewaan. Syukur-syukur ada ruang kosong, sehingga operasionalnya berdampingan. Tidak perlu tenaga khusus. Asal bisa membuka kotak, memasang kartu, dan mengaktifkan ponsel, sudah cukup. Mengingat privasi cukup signifikant perlu ada kamar khusus yang membuat percakapan tidak terdengar keluar. Konsumen yang hanya punya kartu cukup datang ke sana, menyerahkan kartu si penjaga. Hanya mereka, apakah secara langsung atau melalui plakat, diingatkan untuk memberi tahu si penerima telepon, agar tidak mengontak balik. Pasalnya setelah tidak berada di tempat, kartunya dalam keadaan tidak terpasang, yang otomatis "tidak aktif". Di Bandung, komputer yang berharga tiga juta rupiah per unit hanya disewakan seribu rupiah per jam. Jadi bisa dikira-kira, berapa idealnya tarif yang ditetapkan? Satuan waktu tentu saja berbeda, perlu dicari berdasarkan rata-rata penggunaan ponsel. Tetapi ini bukan satu-satunya latar belakang penentuan harga. Resiko kerusakan harus dimasukkan juga secara tidak langsung. Pokoknya setelah dikalkulasi secara komprehensif, margin laba bersihnya hampir sama dengan menjual ponsel itu sendiri, syukur-syukur lebih. Okelah barang baru yang disewa akhirnya berstatus bekas. Toh selama berfungsi masih bisa dijual. Penyewaan lepas pun bisa saja. Artinya, pesawat ponsel dibawa pulang, disewa sistem harian. Kalau mobil yang harganya ratusan juta rupiah itu bisa direntalkan, mengapa barang yang ratusan ribu rupiah ini tidak? Hanya perlu manajemen sekuriti yang optimal. Semua sisi yang kira-kira bisa mengancam, mulai dari kerusakan sampai pencurian, harus diantisipasi melalui peraturan tertulis yang ditempel di dinding. Kalau belum merasa nyaman, cukuplah operasi alternatif pertama. Siapkanlah pulsa, voucher maupun elektronik. Siapa tahu, saat menelepon, pulsa mereka tinggal sedikit atau tidak mencukupi. Bila perlu tanyakan saat meminjam, berapa sisa pulsanya, ke nomor operator apa, dan berapa lama percakapannya? Jangan sampai mereka tidak tahu bahwa di tempat sama pun ada penjualan pulsa. Dengan demikian telah muncul segmen pasar, yaitu konsumen yang tidak punya pesawat ponsel serta tidak terpikir untuk membeli pulsa di sana, tetapi karena sedang memanfaatkan ponsel rental, terangsang untuk membelinya juga. Taroklah kelak ponsel rental juga menjamur. Saya yakin, dampaknya akan terasa terhadap penjualan pulsa dan kepemilikan nomor. Soalnya telah tercipta paradigma yang sebelum kurang/tidak terpikir, yaitu untuk berkomunikasi GSM tidak harus meminjam punya kerabat atau membeli ponsel baru, cukup menyisihkan uang jajan saja. Saya rasa semua itu tidak akan berbenturan dengan keputusan pemerintah yang mengharuskan setiap pengguna telepon seluler mendaftarkan identitasnya masing-masing. Selama belum ada ketentuan, setiap pemilik nomor ponsel harus juga memiliki pesawatnya, Insya Allah, kehadiran ponsel rental akan ikut menyemarakan dunia telekomunikasi kita. (Nasrullah Idris/Bidang Studi : Reformasi Sains Matematika Teknologi)