Sumber:  Al-Ikhwan.Net
 
SYARAT BAGI PARA PENAFSIR AL-QUR'AN (SYURUTH LIL MUFASSIRIN)

1. AQIDAH YANG BENAR (Shihhatul I'tiqad). Kebenaran aqidah merupakan syarat
terpenting dan aqidah yang benar adalah aqidah salafus shalih yang suci dari
bid'ah dan khurafat. Kerusakan dalam aqidah akan mengakibatkan bathilnya
penafsiran, seperti:

a. Kaum Syi'ah menafsirkan QS 25:27, bahwa si zhalim dalam ayat tersebut
adalah Abubakar dan teman dekat dalam ayat tersebut adalah Umar.
Na'udzubillah!

b. Kaum Ahmadiyyah menafsirkan QS 61/6, bahwa Ahmad yang dimaksud adalah
bukan nabi Muhammad SAW, tapi Mirza Ghulam Ahmad dari Lahore pimpinan jemaat
Ahmadiyyah tersebut.

2. TERLEPAS DARI HAWA NAFSU (At Tajarrudu 'anil Hawa). Seorang yang akan
menafsirkan al-Qur'an harus terbebas dari hawa nafsunya saat menafsirkan,
sebab jika tidak maka penafsirannya akan dipengaruhi oleh nafsunya sendiri
dan tidak mendapatkan taufiq dari Allah SWT. Ingatlah bahwa Iblis
la'natullah tidak mengajak Adam as untuk menolak larangan Allah melainkan
menafsirkannya dengan hawa nafsunya, dengan menambahkan tafsir perintah
Allah dengan pendapatnya sendiri yaitu bahwa Allah melarang memakan buah
tersebut supaya Adam tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi makhluk yang
abadi. (QS 7/20). Beberapa syahwat yang harus dihindari saat menafsirkan
al-Qur'an adalah:

a. Syahwat ingin popularitas (syahwatun nasyath), ingin disebut sebagai
pandai atau alim, sehingga berani menafsir dan berfatwa menurut pemahamannya
sendiri.

b. Syahwat perut (syahwatul buthun), supaya bisa makan dari ayat-ayat
tersebut, maka tafsirnya disesuaikan dengan pemesannya agar amplopnya lebih
tebal.

c. Syahwat ingin kedudukan dan jabatan (syahwatur riyasyah), ingin
mendapatkan jabatan dan kesenangan duniawi.

3. MEMANDANG AL-QUR'AN SECARA UTUH DAN TDK PARSIAL (An nazhratul kulliyyah
la juz'iyyah):

a. Tidak boleh menafsirkan al-Qur'an menurut 1 kata/kalimatnya saja,
melainkan harus dikaitkan dengan konteks al-Qur'an secara keseluruhan,
dikaitkan dengan ayat-ayat lainnya, hadits-hadits yang berhubungan, dan
sebagainya. Sebagai contoh Abubakar ra pernah salah menafsirkan ayat QS
6/82, ia berkata pada Nabi SAW : "Ya Rasulullah! Siapakah yang sanggup untuk
tidak berbuat zhalim?" Maka dikoreksi oleh Nabi SAW : "Maksud ayat tersebut
adalah zhalim syirik, tidakkah kalian membaca ayat QS 31/13?"

b. Menafsirkan ayat harus melihat sisi bahasa (lughawiy) juga pengertian
syari'ahnya (syar'iy). Seperti bahwa arti dari Islam bukan hanya pasrah pada
kebenaran, melainkan pasrah pada kebenaran yang datang dari Allah SWT dan
melaksanakannya.

4. MELIHAT DARI TUJUAN POKOK AL-QUR'AN (Al-Ihtimam bil ahdafil asasi). DR
al-Khalidi dalam kitabnya Mafatihu li Ta'ammul ma'al Qur'an menyatakan bahwa
tujuan pokok dari al-Qur'an ialah:

a. Memberikan hidayah pada manusia, artinya al-Qur'an dipelajari dan
difahami bukan untuk islamologi semata tapi untuk dilaksanakan dalam
kehidupan keseharian.

b. Membentuk kepribadian yang Islami, artinya dengan memahami al-Qur'an maka
setiap pembacanya harus berusaha untuk menyesuaikan dirinya dengan
al-Qur'an, sehingga saat Aisyah ra ditanya tentang akhlaq Nabi SAW, maka
dijawabnya: Akhlaq beliau adalah al-Qur'an.

c. Membentuk masyarakat yang Islami, maksudnya bahwa penerapan hukum
al-Qur'an tersebut bukan cukup hanya pada skala pribadi, melainkan harus
diterapkan juga pada skala masyarakat keseluruhan, sehingga sebagaimana para
sahabat ra, mereka menjadi generasi qur'ani, generasi yang dicelup oleh
nilai-nilai al-Qur'an.

5. MEMASUKI AL-QUR'AN TANPA MENETAPKAN DULU BERBAGAI PRAKONSEPSI YANG TDK
ISLAMI (Dukhulul qur'an dunal muqarrarat as sabiqah). Contohnya:

a. Seorang budayawan menafsirkan dengan menggunakan prakonsepsi yang
dipelajarinya bahwa jilbab dan jenggot adalah budaya Arab dan tidak sesuai
dengan budaya Indonesia.

b. Seorang komunis akan mencari ayat-ayat yang mendukung bahwa Islam membela
kelompok miskin dan membenci orang kaya, dan sebagainya.

c. Lihatlah seorang sahabat yang telah tua renta Abu Thalhah (saat usianya
telah 90 th), ketika turun ayat QS 9/41 (Berangkatlah kalian untuk berjihad
baik ringan maupun berat.), maka segera ia menyiapkan perbekalan. Saat
anak-anaknya berkata bahwa ia telah tua dan tidak wajib lagi berjihad, maka
jawabnya : Khifafan wa tsiqalan, syabban wa syaikhan .. (Berangkatlah baik
ringan atau berat, tua atau muda, kaya atau miskin. ringan itu untuk kalian,
berat itu untukku, semuanya harus berangkat ke medan perang.), maka
anak-anaknya pun terdiam.

6. MENGIKUTI MANHAJ SALAFUS SHALIH (Ittiba'ul manhaj salafus shalih). Manhaj
salafus shalih dalam menafsirkan al-Qur'an adalah sebagai berikut:

a. Menafsirkan al-Qur'an dengan al-Qur'an (Tafsirul qur'an bil qur'an),
yaitu mengumpulkan semua ayat yang berkaitan baru kemudian menafsirkannya.

b. Menafsirkan al-Qur'an dengan as-Sunnah (Tafsirul qur'an bis sunnah),
karena manusia yang paling tahu tentang makna al-Qur'an adalah Rasulullah
SAW.

c. Menafsirkan al-Qur'an dengan pendapat sahabat ra (Tafsirul qur'an bi
aqwali shahabah), karena merekalah yang paling intens berinteraksi dengan
al-Qur'an, simaklah perkataan Ibnu Mas'ud : "Tidaklah 1 ayatpun dari
Kitabullah kecuali aku mengetahui tentang apa ayat itu diturunkan dan kapan
ia diturunkan, pada siang hari atau malam hari ,di musim panas atau di musim
dingin. Dan jika ada orang lain yang lebih mengetahui dari aku, maka akan
segera kupacu kudaku untuk belajar padanya."

7. MENGUASAI ILMU-ILMU AL-QUR'AN (Ma'rifatul 'ulumil qur'an), yaitu
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan:

a. Mana ayat yang bersifat umum dan mana yang khusus (aam wal khash)

b. Sebab-sebab turunnya ayat (asbabun nuzul)

c. Mana ayat yang menghapus dan mana yang dihapus (nasikh wal mansukh)

8. MENGUASAI BAHASA ARAB (Ma'rifatul lughah 'arabiyyah), berkata Mujahid ra
: La yahillu li ahadin yu'minu billahi wal yaumil akhiri an yatakallama fi
kitabillah idz lam yakun 'aliman bi lighah al 'arabiyyah (Tidak halal bagi
seorang yang beriman pada Allah dan hari akhir untuk berbicara tentang makna
Kitabullah, jika ia tidak memahami bahasa Arab). Ibnu Abbas ra (salah
seorang dari 7 orang sahabat yang paling ahli al-Qur'an) membagi tafsir
menjadi sebagai berikut:

a. Yang dapat diketahui maknanya cukup dari bahasa saja (artinya dengan
membaca terjemah saja sudah cukup).

b. Yang berkaitan dengan hukum, maka harus dikaitkan dengan ayat-ayat dan
hadits-hadits hukum. Dan ini berat, karena jika salah maka berdosa.

c. Yang diketahui tafsirnya oleh para ulama, yaitu tentang berbagai
hukum-hukum yang rumit istinbath hukumnya, membutuhkan pengetahuan yang luas
serta pengalaman yang banyak.

d. Yang hanya diketahui tafsirnya oleh Allah SWT saja, seperti ayat-ayat
mutasyabihat, hakikat sifat-sifat Allah, alam malakut, alam barzakh, dan
sebagainya.

9. KEFAHAMAN YANG MENDALAM (Diqqatul fahmi), contohnya adalah sebagai
berikut:

a. Asy Syahid Sayyid Quthb saat menafsirkan QS 37/102 menuliskan: Inilah
sifat seorang jundullah sejati, cukup dengan kata-kata saya bermimpi
menyembelihmu, maka seorang jundi segera menangkap maksud sang qiyadah serta
segera melaksanakan (fawriyyatul istijabah) tanpa perlu ditegaskan dengan
bahasa perintah (qarar) lagi. Demikianlah seorang mujahid, jika ia membaca
ayat dari RABB-nya "hendaklah kamu" atau "Allah menyukai", maka ia akan
segera berkata : Aku dengar dan aku taat wahai Pemilikku, dan ia
melaksanakannya dengan segera, dan tidaklah hal yang demikian ini mampu
dilakukan kecuali oleh seorang yang memiliki diqqatul fahmi (memiliki
kefahaman yang mendalam.)

b. Selanjutnya asy Syahid Sayyid Quthb menguraikan tafsir ayat QS 2:124-125
sebagai berikut:

i. Huruf "fa" pada kata "fa atammahunna" dalam bahasa Arab mensyaratkan
penyegeraan dalam pelaksanaan.

ii. Kata "atamma" bermakna walaupun dikerjakan dengan cepat, tetapi
sempurna/tidak asal-asalan (ihsanul 'amal).

iii. Kata "hunna" (artinya semuanya), menunjukkan menyeluruhnya dalam
ketaatan tersebut, artinya tidak taat hanya pada bagian yang disukainya saja
(syumuliyyatut tha'ah).

iv. Maka setelah ketiga sifat tersebut ada pada diri Ibrahim, maka layaklah
ia mendapatkan penghargaan tertinggi yang disebutkan pada ayat selanjutnya
yaitu : AKU akan menjadikan kamu sebagai Imam bagi seluruh manusia .. (QS
2/125). Artinya seorang yang telah memiliki ketiga sifat tersebut telah
layaklah ia menjadi seorang pemimpin ummat, yang akan sanggup mengemban
amanah khalifatullah fil 'ardhi.

Allahummaj'alil qur'ana rabi'a qulubina, wa nura shudurina . 

 

  _____  

From: M. Taufik Hakky [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Tuesday, November 13, 2007 15:16
To: pertashipmuslim@pertaminashipping.com
Subject: Re: [Pertashipmuslim] Dari QS 96 : 1-5 Kita Loncat ke VLCC, Yuuk!


Maaf yg No. 12. Sudah lupa aku. 
 
MTH

----- Original Message ----- 
From: M. Taufik Hakky <mailto:[EMAIL PROTECTED]>  
To: pertashipmuslim@pertaminashipping.com 
Sent: Tuesday, November 13, 2007 3:08 PM
Subject: Re: [Pertashipmuslim] Dari QS 96 : 1-5 Kita Loncat ke VLCC, Yuuk!

Dear Muslim,
 
 
Dalam menafsirkan Alquran sering terjadi perbedaan dalam penafsiran yang
disebabkan kelengkapan cabang disiplin ilmu dalam penafsiran itu sendiri.
Sepanjang ingatan saya untuk menafsirkan Al Quran seseorang harus memahami
18 (delapan belas) cabang disiplin ilmu diantaranya :
 
1. Menguasai Kaidah bahasa Arab terutama yang berkaitan dengan sastranya
(balaghah)
2. Memahami Ensiklopedi Bahasa Arab
3. Memahami Gramatika bahasa Arab (Nawu syaraf) 
4. Mengetahui Hadist yang menjelaskan Ayat tersebut, berarti orang harus
memahami ilmu hadist lagi.
5. Mengetahui (Istiharah)  makna kata2 pinjaman
6. Asbabunnuzul ayat tersebut
7. Mengetahui Methode penafsiran Ayat 
8. Ilmu Mantik ( Logika) 
9. Ilmu Ma'any yg mempelajari terkandung dalam sebuah kalimat
10. Ilmu Bayan tentang analisa tekstual
11. Ilmu Badi' yang mempelajari proses penciptaan langit dan Bumi
12. yang lain sudah aku
 
Memang berat jadi Ulama sekaliber Prof. Hamka, Prof Ali  Yapi dan
Prof.Quraish Shihab, jadi wajar kalau sekelas kita sering berbeda dalam
penafsiran.
 
Wassalam 
MTH
 
 

----- Original Message ----- 
From: Ibnu Nugroho P. <mailto:[EMAIL PROTECTED]>  
To: Pertashipmuslim <mailto:pertashipmuslim@pertaminashipping.com>  
Sent: Tuesday, November 13, 2007 11:00 AM
Subject: Re: [Pertashipmuslim] Dari QS 96 : 1-5 Kita Loncat ke VLCC, Yuuk!

Memang betul ... semakin kita belajar maka semakin sadar kita bahwa banyak
hal yang tidak kita ketahui. Ilmu Allah SWT Maha Luas.
 
Ada pepatah berbentuk pantun yang mengatakan :
    Berburu ke padang datar
    Dapat rusa belang kaki
    Berguru kepalang ajar
    Bagai bunga kembang tak jadi.
 
Pepatah lain mengatakan :
Bulir padi yang kosong, batangnya tegak ke atas. Bulir padi yang berisi,
batangnya merunduk ke bawah.
 
Manusia sangat perlu menggunakan akal untuk memahami petunjuk Allah SWT dan
sunnah Rasul-Nya ... agar tidak membabi-buta dalam beragama. Isi Al Quran
hanya bisa dipahami dengan lebih baik oleh manusia yang menggunakan akalnya.

Ada sekitar seratusan ayat Quran yang bicara soal penggunaan akal ini.
 
Hitam-putih hanya ada di wilayah tauhid, yang merupakan harga mati. Namun
inipun perlu didahului dengan bekerjanya akal untuk sampai pada kesimpulan
tauhid, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s. Nabi Muhammad SAW
pun sangat menghormati Nabi Ibrahim a.s. Agama yang dibawa oleh Muhammad SAW
(Islam) ini pun disebut juga dengan agama Ibrahim.
Di bawah wilayah tauhid ... hampir tidak ada persoalan yang hitam-putih ???
Orang yang bertahan pada posisi hitam-putih biasanya sering berbenturan
dengan sesama manusia karena pada umumnya dekat dengan "bagaikan bunga
kembang tak jadi" itu. Amrozi cs. adalah salah satu contoh produk
hitam-putih.
 
 
Wassalam,
INP.
 
 

----- Original Message ----- 
From: Muchwardi Muchtar <mailto:[EMAIL PROTECTED]>  
To: pertashipmuslim@pertaminashipping.com 
Sent: Tuesday, November 13, 2007 9:19 PM
Subject: [Pertashipmuslim] Dari QS 96 : 1-5 Kita Loncat ke VLCC, Yuuk!


ITU ENAKNYA BILA SYARIAT ISLAM TIDAK BERLAKU DI REPUBLIK INDONESIA BAGI
PEMELUKNYA :
 
Masalah Rasul Al Qiyadah Ahmad Moshaddeq sebaiknya kita kembalikan saja pada
yang ahlinya. 
Karena saya mengutip apa adanya dari salah satu literatur (dari sekian ribu
versi terjemahan Al Qur'an di muka bumi), memang demikianlah adanya bunyi
terjemahan yang dibuat oleh Ustadz BACHTIAR SURIN (almarhum) tersebut.
 
Soal penafsiran yang serbaneka, demikianlah suasana dan kondisi islam di
muka bumi. Sebagai contoh, sampai kapan pun jamaah Suni dengan Syiah tidak
akan bisa disatukan dalam syariah. Belum lagi kalau dilihat paham Wahabi,
yang menurut pandangan barat 'sangat mengerikan'!
Yang patut kita syukuri, apa pun aliran/ mazhabnya (yang lahir setelah nabi
Muhammad SAW wafat) mereka masih tetap mengakui rukun iman yang enam dan
rukun islam yang lima. Shalat mereka juga menghadap kiblat.
 
Yang jelas --untuk kesekian kalinya saya ingatkan dan perlu dipahami dalam
lubuk hati nan dalam-- dalam fiqih tidak pernah dikenal kata abu-abu atau
istilah grey area. Semua serba pasti. Ada halal, ada haram. Ada wajib ada
sunah. Ada makruh ada mubah. Ada surga ada neraka. Kehidupan nan fana di
sekitar kita, di samping  hitam dan putih, memang penuh dengan keabu-abuan.
Tapi berushalah menjadi khalifah-Nya di muka bumi ini dengan menjauhi warna
abu-abu. 
 
Orang yang terlalu mendewakan lahan abu-abu, istilah manajemen : grey area
(biasanya..., demi keselamatan dan pertimbangan dunia lainnya) biasanya
adalah mereka yang belum tahu 'kebodohan' dirinya. Karena mutiara hikmat
pernah mengatakan, "Semakin banyak aku membaca, semakin tahulah aku, bahwa
aku ini belum ada apa-apanya".
 
Bacalah atas nama Tuhanmu yang menciptakan!; Yang telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmu Sangat Pemurah; Yang mengajarkan
penggunaan pena; Mengajarkan manusia apa-apa yang belum diketahuinya. (Al
Alaq, ayat 1-6).
Subhanallah.
 
Mohon maaf yang sebesar-besarnya, bila kalimat yang ditulis di atas mungkin
terasa perih bagi sementara ikhwan yang terkena. 
Bila yang saya tulis di atas ada baik & bagusnya, sudah pasti berasal dari
Allah SWT, dan bila ada bagian yang ditulis di atas banyak ngawurnya... itu
semua semata-mata karena kekhilafan saya sebagai makhluk fana yang selalu
terbuai emosi sok tahu.
 
Karena topik Moshaddeq di media massa (cetak dan elektronik) dialahkan oleh
topik Laksamana, Ariffi Nawawi dan 'Ahmad' Rahimone, saya kira sebaiknya
kita juga mengarahkan mata ke sana? "Apakah 'gurita permasalahan VLCC'  juga
akan merembes ke Perkapalan Pertamina periode 2004-2006?" Walahualam
bissawab.
 
Salam...............,
mm**

Kirim email ke