Suara Pembaruan Bondan Winarno
Character is not something you develop in crisis; it's what you exhibit in a crisis. ITULAH barangkali yang tercermin dalam sepak terjang Rudolph Giuliani ketika menjabat Walikota New York ia memimpin warganya menembus koridor krisis yang ditimbulkan oleh Tragedi 11 September 2001. Tanpa kenal lelah, Giuliani terus-menerus berada di lokasi bencana, selalu kelihatan dan selalu dapat dihubungi, dan tiada henti- hentinya menyemangati petugas yang lelah, menghibur keluarga yang panik dan cemas menanti kabar tentang anggota keluarga lainnya, mendengar laporan dan saran anak buahnya, mengambil keputusan, membuat rencana, mengomunikasikan rencana kepada semua pihak. Ia menghadiri lebih dari seratus misa pemakaman, memimpin rapat harian, berkonsultasi dengan berbagai pihak. Ia tidak mengunci dirinya di dalam kantor untuk menerima laporan dari tangan kedua, melainkan berada di lapangan dan melihat sendiri magnitude dari persoalan yang dihadapinya. Untung ada Giuliani! Dapatkah Anda bayangkan apa yang terjadi di New York sana tiga tahun yang silam bila Giuliani masih harus belajar dulu menghadapi krisis? Mengapa pelajaran dari Giuliani tidak diterapkan ketika bangsa Amerika menghadapi petaka di New Orleans beberapa minggu yang lalu? Atau pada krisis-krisis lain yang terjadi sesudah Tragedi 911? * SEORANG pemimpin selalu dibutuhkan setiap saat oleh setiap organisasi-apakah itu sebuah bangsa, lembaga kemasyarakatan, ataupun organisasi bisnis. Tetapi, pada masa krisis, seorang pemimpin lebih dibutuhkan daripada saat-saat normal. Belum lama ini saya menerima SMS dari seorang teman. Seorang raja dari negeri antah-berantah merasa heran karena kebijakannya untuk menaikkan harga BBM dua kali lipat ternyata direspons dengan adem ayem oleh rakyatnya. "Tampaknya, kali ini rakyat betul-betul memahami the big picture masalah yang dihadapi negeri kita. Karena itu mereka mendukung kebijakan kita secara bulat," kata sang raja. Sang patih pun lalu menyembah. "Maaf seribu maaf, Paduka Raja, bukannya saya sok tau. Tetapi, menurut saya, kali ini rakyat diam karena menganggap kita tidak ada." Gubraks! Bila dikaitkan dengan teori kepemimpinan, contoh yang tergambarkan melalui SMS lelucon itu adalah kisah tentang seorang raja atau pemimpin yang tidak engaged. Ia tidak tahu rakyatnya sedang apa dan sedang bagaimana. Giuliani adalah contoh yang paling kontemporer dalam leading through crisis. Ia tahu bahwa ia berhadapan dengan warga kota yang remuk secara batiniah, dan tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi. Tetapi, dengan tetap tenang ia mampu menjawab pertanyaan wartawan dengan baik, serta tetap menggelorakan optimisme kepada warga New York. Ia tetap engaged dengan warganya yang sedang ditimpa kemalangan besar. Ada lagi contoh klasik dari kisah heroik Jenderal George S Patton dalam Perang Dunia II. Selama sembilan bulan delapan hari, ia selalu bersama pasukannya - The Third Army - menempuh perjalanan paling jauh dan paling cepat dalam sejarah militer. Ia adalah seorang jenderal yang menerapkan sepenuhnya konsep "stay engaged and lead from the front". Patton bukanlah jenderal yang mengadopsi bunker mentality, yaitu perwira yang bersembunyi di lubang perlindungan (bunker) sambil membuat strategi dan menganalisis gerakan pasukannya. Dalam masa krisis, seorang pemimpin tidak sekadar menghitung-hitung kemajuan yang telah dicapai pasukannya (charting results), melainkan charting the course (memetakan arah). Di masa krisis, seorang pemimpin harus pula mampu secara efektif menciptakan suasana dan pemahaman bahwa kita semua berada dalam krisis ini bersama-sama. Mentalitas dan sikap "we are all in this together" harus diciptakan, kalau tidak ingin dituduh sebagai pemimpin yang tidak peka terhadap rakyatnya. Tentang menyamakan pendapat di saat krisis, Colin Powell pernah berkata, "When we are debating an issue, being loyal to me means giving me your opinion whether you think I'll like it or not. At this point, disagreement stimulates me. But after the decision has been made, the debate ends. At this point, being loyal means getting behind and executing the decision as if it were your own." (Ketika kita membicarakan satu masalah, loyalitas kepada saya berarti memberikan pendapat Anda tanpa berpikir apakah saya akan menyukai gagasan itu atau tidak. Pada titik itu, perdebatan justru akan merangsang saya berpikir. Tetapi, setelah keputusan diambil, perdebatan selesai. Pada saat itu, loyalitas berarti melaksanakan keputusan itu seolah-olah itu keputusan Anda sendiri). Apa yang dikatakan oleh Colin Powell itu adalah esensi kepemimpinan. Tentu banyak orang pintar di sekeliling Colin, dan semuanya akan berebut bicara bagus supaya didengar. Seorang pemimpin memang harus mendengar. Tetapi, dengan keseimbangan antara bakat, keterampilan, dan pengalaman yang dimilikinya, ia harus segera mampu menyimpulkan dan mengambil keputusan yang disepakati bersama. Semakin sering ia membuat keputusan yang benar, akan semakin mudah pula ia mengambil keputusan benar pada krisis-krisis yang akan dihadapinya kemudian. Seorang Colin Powell bukan tipe pemimpin yang mendengar semua argumentasi hebat dari stafnya, menyimpulkannya, lalu menyampaikannya lagi dengan bahasa yang lebih indah dan santun kepada konstituennya. Colin menyimpulkan, membuat keputusan, dan kemudian bertindak. Karena, tanpa tindakan, krisis tidak akan menyingkir sendiri. * BILA Anda menduga tulisan ini merupakan sindiran bagi Presiden RI, Anda keliru besar. Tulisan ini adalah sindiran bagi siapa saja yang sebetulnya punya posisi sebagai pemimpin, tetapi tidak memimpin. Seorang Ketua RT, misalnya, adalah juga pemimpin. Tetapi, mengapa ketika dituntut kepemimpinan seorang Ketua RT untuk membagikan kartu kompensasi BBM kepada rakyat miskin, ia malah mengundurkan diri? Jangan jadi Ketua RT kalau hanya mau jadi pemimpin di masa damai nan adem ayem, dan memungut sumbangan atau iuran dari warga gedongan. Kita semua adalah pemimpin dalam skala dan posisi kita masing- masing. Ketua RT di tempat tinggal kami pernah menolak ketika saya mengajukan permohonan Kartu Keluarga dengan menempatkan istri sebagai Kepala Rumah Tangga. Saya protes keras karena kenyataannya pada waktu itu istrilah yang sesungguhnya menjadi Kepala Rumah Tangga. Herannya, banyak istri yang tidak menyadari posisi kepemimpinan mereka masing-masing. Mereka malah menyerahkan posisi kepemimpinannya kepada sang suami yang padahal sangat minim keberadaannya di rumah karena urusan pekerjaan. Seorang ibu adalah seorang pemimpin rumah tangga yang lebih efektif dan engaged. Dengan menyadari bahwa kita adalah seorang pemimpin, kita akan menyadari pula bahwa apapun perubahan yang kita inginkan haruslah bermula dengan diri kita sendiri. Jadilah pemimpin dalam setiap krisis yang Anda hadapi - di rumah, di lingkungan, di perusahaan, di mana saja Anda berada. Paling tidak, jadilah orang yang dapat memimpin diri sendiri, agar Anda dapat dipimpin ke titik harapan di bawah kepemimpinan yang efektif. * ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/igXolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> _________________________________________________________________________ Mhs/Masy. indoindia diharapkan untuk selalu melihat diskusi harian di http://dear.to/ppi dan situs resmi PPI http://www.ppi-india.org ========================================================================== Catatan penting: 1- Harap tdk. memposting berita, kecuali yg berkenaan dg masyarakat/mahasiswa/alumni India 2- Arsip milis: http://groups.yahoo.com/group/ppi-india ; 3- HP Ketua PPI (Mukhlis): 09871815229 ; Sek. PPI(Herman): 09897160536 4- KBRI Delhi(11)26110693;26118642; 26118647 5- KJRI Mumbai (022)3868678;3800940;3891255 Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppi-india/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/