Konflik BI-KPK: Pilih Sengketa Kewenangan atau Uji Materi? Calon Gubernur BI (3) [21/2/08]
http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=18607&cl=Berita Bila tetap keukeuh mengajukan perkara SKLN, maka pemohon harus mengubah permohonan secara besar-besaran. Namun, bila akan berubah menjadi uji materi UU KPK, maka pemohon harus mencari hak konstitusionalnya yang mana yang dilanggar. Proses pencalonan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang baru, yang kini telah memasuki Gedung DPR juga tak bisa lepas dari proses hukum tentang skandal aliran dana BI yang saat ini tengah diusut di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu poin penting dari kasus skandal aliran dana BI itu adalah sudah ditetapkannya tiga tersangka dari jajaran BI, yakni Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong dan bekas Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak. Bahkan, Oey dan Rusli kini sudah ditahan. Nah, masih terkait dengan skandal aliran dana BI, kasus ini semakin menjalar kemana-mana. Salah satu institusi yang ‘disambangi’ oleh kasus ini adalah Mahkamah Konstitusi (MK). Perseteruan yang mengemuka di MK itu dipicu oleh perdebatan boleh tidaknya memeriksa Dewan Gubernur BI. Sebagaimana diwartakan sebelumnya, perkara ini telah memasuki masa persidangan. Sidang permohonan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) antara Bank Indonesia (BI) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru pertama kali digelar. Agendanya pun masih pemeriksaan pendahuluan. Meski begitu, kaburnya permohonan yang diajukan oleh kuasa hukum BI Dani Saliswijaya sudah terlihat. Dani harus menerima cecaran dari tiga hakim konstiusi dalam sidang panel itu, yaitu Maruarar Siahaan, Soedarsono, serta Mukhtie Fadjar. Mukhtie menilai ada banyak kerancuan yang mendasar dalam permohonan ini. “Antara pokok permohonan dengan petitum bertentangan,” ujarnya. Ia mengatakan, dalam pokok permohonan membicarakan SKLN, sedang dalam petitumnya seperti uji materi Undang-Undang. “Kemasan permohonannya SKLN, tapi petitumnya mempersoalkan Undang-Undang dengan Undang-Undang,” tambahnya. Undang-Undang yang dipertentangkan adalah UU No. 30/2002 tentang KPK serta UU No. 23/1999 jo. UU No. 3/2004 tentang BI. Perkara bertajuk SKLN ini memang mempersoalkan berlakunya kedua UU itu. Pasal 49 UU BI mensyaratkan adanya persetujuan tertulis dari Presiden dalam hal pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikan terhadap anggota Dewan Gubernur BI yang diduga telah melakukan tindak pidana. Sedangkan Pasal 46 ayat (1) UU KPK menyatakan tak perlu izin Presiden. Melihat rancunya permohonan ini, Mukhtie menyarankan agar pemohon memilih dua pilihan. “Mau melanjutkan perkara SKLN ini atau mengubahnya menjadi uji materi UU,” ujarnya. Kedua pilihan itu pun tak mudah dilakukan. Bila pemohon tetap bersikukuh mengajukan perkara SKLN, maka perbaikan permohonan secara besar-besaran harus dilakukan. Namun, bila ingin beralih ke uji materi maka pemohon harus mencari hak atau kewenangan konstitusionalnya yang dilanggar. “Kita tak mengadili pertentangan UU dengan UU seperti yang terdapat di petitum pemohon,” ujarnya. Bila ingin memperbaiki permohonan SKLN, Mukhtie menyarankan agar pemohon membaca kembali UU No. 24/2003 tentang MK dan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 008/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara. Pasal 61 UU MK menyatakan Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan. Hakim Konstitusi Soedarsono sempat menanyakan pemohon mengenai legal standingnya sesuai pasal ini. Ia mengatakan, Pasal 23D yang didalilkan pemohon memang memuat tentang bank sentral yang kewenangannnya diatur dengan UU, dalam hal ini adalah UU BI. Dani pun memaparkan beberapa kewenangan BI yang terdapat dalam UU itu. Pasal 8 menyatakan BI mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank. Soedarsono menilai tak ada satu pun kewenangan BI yang diambilalih oleh KPK. Padahal, inti dari sengketa kewenangan adalah adanya kewenangan pemohon yang diambil, dikurangi, atau dihilangkan oleh termohon. Selain itu, pedoman beracara SKLN di MK pun juga dengan tegas menentukan pihak-pihak yang bisa berperkara. Peraturan MK No 008/PMK/2006 Pasal 2 (1) Lembaga negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon dalam perkara sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah: a. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); b. Dewan Perwakilan Daerah (DPD); c. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); d. Presiden; e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); f. Pemerintahan Daerah (Pemda); g. Lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Sedangkan mengubah permohonan ini menjadi uji materi UU KPK juga bukan hal yang mudah. Harus ada cantelan hak konstitusional pemohon yang bisa menjadi dasar. Beberapa waktu lalu, Dani sempat mengungkapkan, mengapa ia lebih memilih SKLN. Menurutnya, SKLN dianggap relatif lebih mudah dibanding uji materi. Salah satu kendalanya, berkaitan dengan legal standing karena yang mengajukan adalah BI secara kelembagaan. “Ini bukan pribadi tetapi lembaga, karena saya mewakili BI,” jelasnya, Senin (18/2), ketika menyerahkan barang bukti berupa UU BI, UU KPK, dan surat panggilan oleh KPK kepada Burhanudin Abdullah. Mengkaji Dulu Namun, komentar Dani tiga hari lalu itu, tampaknya akan berbeda dengan sikapnya kali ini. Ia mengaku akan mengkaji kembali terkait pilihan yang diajukan oleh MK ini. “Kita akan dipikirkan apakah tetap pada sengketa kewenangan dengan berbagai alasan dan akan dicari dalih-dalih hukumnya. Atau kita akan mengubah menjadi pengujian terhadap UUD'45,” ujarnya. Hak konstitusional yang akan digunakan adalah Pasal 28D ayat (1), yang berbunyi Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Sayangnya, hak konstitusional ini lebih relevan digunakan oleh perseorangan, bukan lembaga. Sementara itu, juru bicara KPK Johan Budi mengaku siap menghadapi langkah apa pun yang ditempuh oleh BI, baik uji materi maupun SKLN. Namun, Johan mengatakan perkara ini secara khusus ditangani oleh Biro Hukum KPK. “Mereka yang akan menyiapkan langkah-langkahnya dan menentukan strateginya. Detilnya saya kurang tahu,” ungkapnya. Berdasarkan kebiasaan di MK, terdapat perbedaan posisi KPK antara perkara SKLN dengan uji materi. Bila SKLN, BI akan berhadapan face to face dengan SKLN selaku pemohon dan termohon. Namun, bila perkaranya uji materi UU KPK maka posisi KPK hanya sebagai pihak terkait saja. Yang mempunyai posisi untuk mempertahankan UU itu adalah Pemerintah dan DPR. Yang pasti, persidangan di MK maupun proses pengusutan di KPK akan mewarnai proses pencalonan Gubernur BI di rumah wakil rakyat. (Ali/Rzk) -- Kind regards, Sulistiono Kertawacana Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/PPIBelgia/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/PPIBelgia/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/