Sodara Sulis, Negara RI emang termasuk welfare state berdasarkan UUD 45 
pasalnya saya lupa euy
tapi faktanya 'hampir seluruh' SDA Republik Indonesia dikuasai/dieksploitasi 
pihak asing, CMIIW
untuk kata 'hampir seluruh' itu merupakan asumsi saya pribadi berdasarkan dari 
berita di koran, internet, majalah, tabloid (tapi bukan tabloid gosip lho)
Asumsi saya bisa salah ato jg bisa bener, untuk itu perlu uji statistik 
terlebih dahulu hehehehehehe
gmana Bung Tio, Bung Bagus and Bung Ahmad ? mohon pencerahannya


salam
utong



----- Original Message ----
From: Sulistiono Kertawacana <[EMAIL PROTECTED]>
To: PPIBelgia@yahoogroups.com
Sent: Friday, October 10, 2008 4:51:47 AM
Subject: Re: [PPIBelgia] Alumni AS hancurkan RI, gmana dengan alumni Belgia???


Ini bukan persoalan alumni AS atao alumni negara
Eropa lainnya Bung...
Pertama ini soal kesempatan.. .kebetulan mafia berkeley yang kebetulan
juga alumni FEUI juga (maaf Bung dendi hehhe no offence yah hehhe)
diberi kesempatan menjadi arsitek ekonomi Indonesia (dengan dikomandani
Wijoyo Nitisasro) setelah suharto memimpin Orde Baru....jadi resiko
orang yg diberi kepercayaan mengelola..kalau berhasil dipuji kalau
dianggap gagal maka kudud siap dihina....

Kedua...ini soal Mazhab Pembangunan Ekonomi...washingto n consensus/.
Bretoon WOods dengan 3 tahta sucinya WB, WTO, dan IMF dengan berbagai
perangkat ideologisnya ...yang merupakan rancang bangun pembangunan
ekonomi dunia...tanpa bermaksud memihak atau membela siapapun..sebagai
sebuah proses pembelajaran. ..sudah wajar try and error...dalam suatu
pembangunan. ..yg penting tujuannya apakah mulia mensejahterakan manusia
atau tidak..... menurut pendapat saya...sistem ekonomi kapitalis,
sosialis, etatis atau pun komunis dengan berbagai derivatif-nya hanya
seperangkat ideology/alat  untuk tujuan mensejahterakan manusia dan
rasa keadilan...biar waktu yg menguji sistem pembangunan mana yg
berkembang., bertahan, dan berkelanjutan diterpa guncangan. dan badai
peradaban yang terus berkembang ......terlalu protektif juga kadang
banyak distorsi....

Tokoh2 pemimpin amerika latin seperti Chavez dan Morales..adalah
mungkin sebagai pahlawan dizamannya ketika rakyat merasa dikembalikan
harga dirinya melalui "nasionalisasi" aset2 strategis nasional untuk
berproduksi dan dikelola negara secara langsung ...pada waktu yg tepat
mungkin dianggap benar tindakannya tersebut...tapi apakah sistem etatis
tersebut bisa berkelanjutan ketika politik dan ekonomi ada dalam satu
tangan....yang sangat mungkin juga jika berkuasa lama akan ada
kecenderungan korup..karena secara sistem ini sangat tergantung pada
figur pemimpin revolusinya. ...tak menjamin untuk suatu sistem yg
sustainable. ...ingat kekuasaan cenderung korup...power tends to
corrupt, begitu kata lord acton....


Mungkin ada yg bisa sharing mengenai pola pembangunan ekonomi di
negara2 scandinavia (norway, sweden, finland, dan denmark) dengan
welfare state-nya (indonesia konon menganut welfare state) yang rata2
Index Gininya paling kecil --paling merata pembangunannya (khususnya
swedia) ...bagaimana instrument perburuhan dengan metoda ESOP bisa
mulus berjalan.... .meski awalnya juga sangat alot dan cukup menguras
energy perpolitikan di sweden....


silahkan BUng dendy menambahkan hehhee



 
Kind regards,
Sulistiono Kertawacana
http://sulistionoke rtawacana. blogspot. com/

Furqon Azis wrote: 
Alumni AS Hancurkan RI

   
Boediono dan Sri Mulyani
(inilah.com/Wirasatr ia)   
INILAH.COM,
Jakarta - Sri Mulyani Indrawati dan Boediono hanya dua dari banyak
tokoh yang memberi pengaruh dalam berbagai kebijakan di Indonesia.
Mereka menjadikan sistem ekonomi AS sebagai salah satu acuan. Kini,
semua jadi bumerang. 
Sebenarnya, masih banyak lagi alumni AS di Indonesia yang berpikir
sama dengan mereka. Yang pasti, mereka menyebar di semua instansi
pemerintah maupun swasta. Mereka inilah yang meracuni cara pikir yang
seharusnya objektif tentang AS menjadi subjektif. 
Di antara para alumni itu, tanpa mereka sadari, ada yang menjadi
promotor aktif agar Indonesia selalu memperhitungkan faktor AS. Peran
global AS seakan terus berlanjut sampai dunia kiamat. Sangat sulit
menemukan orang elit yang berani berkata mari kita menjauh dari AS.
Atau lepaskan kehidupan kita dari bayang-bayang AS. 
Bangsa Indonesia, kadang tidak punya nyali, terjebak budaya
penakut
dan pemalu terlalu dominan. Elit pemimpin tidak berani bersikap seperti
pemimpin negara-negara lain yang berani bersikap apalagi menyatakan
¡no¢ kepada AS.
Padahal contoh-contoh keberanian ada di hampir semua benua: Asia
(Malaysia, Korea Utara), Afrika (Libya), Timur Tengah (Iran) dan Eropa
(beberapa negara Balkan). Contoh terbaru Venezuela (Amerika Latin).
Sebelum krisis ekonomi menimpa AS, Venezuela sudah menerima permintaan
Rusia untuk melakukan latihan militer bersama. 
Sikap Venezuela ini sebuah tamparan bagi AS. Karena AS di Eropa
sedang gigih-gigihnya mendiskreditkan Rusia dalam invasinya di Georgia.
Alasan itulah yang dijadikan AS hadir di depan pintu rumah Rusia. 
AS ingin mengganggu rasa nyaman Rusia. Kini berbalik Rusia yang
mengganggu AS dengan cara hadir di Venezuela melalui latihan perang
bersama. Tapi kehadiran militer Rusia di Venezuela sebetulnya merupakan
bentuk pembangkangan Venezuala terhadap AS. 
Perubahan sikap pemimpin Venezuela ini menarik. Sebab selama
beberapa dekade Venezuela menjadi semacam sekutu AS di Amerika Latin.
Tapi pemimpin Venezuela era sekarang jauh lebih kritis dan berani
bersikap (terhadap AS). 
Kehidupan masyarakat Venezuela sendiri mirip Indonesia. Pernah
makmur karena bantuan luar negeri dan investasi asing yang dimotori AS.
Tapi belakangan negara penghasil minyak ini, seperti halnya Indonesia,
juga mengalami kesulitan ekonomi dan terjerumus dalam pinjaman luar
negeri. 
Venezuela korban lahan laboratorium berbagai ilmu dan teori kotor
AS
di Amerika Latin. Yang menyedihkan, di Indonesia, sangat sulit
menemukan elit pemimpin yang berani bersikap seperti pemimpin di
Venezuela. Apalagi menjadi seperti Kuba, negara dan potensinya lebih
kecil dari Venezuela, tetapi keberaniannya melawan AS luar biasa. 
Hanya satu kali manuver saja militer AS sudah bisa menguasai Kuba.
Sekali kepung saja armada kapal perang AS sudah dapat mengisolir Kuba.
Ditambah letak geografis Kuba yang hanya beberapa puluh kilometer dari
Miami, Florida, sangat mudah bagi AS.
Posisi Indonesia yang begitu jauh dari daratan AS. Tapi, Indonesia
sepertinya sangat ketakutan terhadap ancaman armada AS. Seolah-olah AS
akan dengan mudah menduduki seluruh wilayah Indonesia. Itu sebabnya
kita harus terus berbaik-baik kepada AS. 
Jika mau jujur, di luar sistem ekonomi, sebetulnya sistem politik
di
kehidupan demokrasi kebablasan ini, tak lepas dari campur tangan
agen-agen AS. Sejak kejatuhan Soeharto, tidak sedikit agen-agen
demokrasi AS yang beroperasi di Indonesia dengan memakai emblem aktivis
penegak demokrasi. 
Istilah populernya warga LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Sejumlah
LSM asal AS sudah sejak awal 2000 membanjiri Indonesia. Mereka berperan
aktif mensponsori konsep UU Politik dan Pemilu, bahkan ikut membiayai
keperluan yang mereka kategorikan pekerjaan house keeping. 
Mereka bekerja seperti relawan dan terkesan ingin membantu
Indonesia. Padahal yang terjadi campur tangan atau pun bantuan mereka
itu yang kemudian justru membuat sistem politik kita menjadi aneh dan
terjebak dalam situasi yang tak jelas mengarah ke mana. 
Coba, berapa triliun rupiah biaya yang harus disediakan untuk
penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilihan Umum Presiden. Padahal
krisis keuangan kita sedang parah-parahnya. 
Lalu, ada 38 partai politik yang boleh ikut Pemilu Nasional, tapi
ada juga yang 6 partai politik (di Aceh) yang hanya boleh ikut Pemilu
Lokal. Aceh, katanya, tetap bagian dari NKRI. Tetapi nyatanya diberi
perlakuan khusus dalam penyelenggaraan Pemilu. 
Sebaliknya Yoygakarta yang status Daerah Istimewa-nya sesuai
dengan
konstitusi justru sedang diobok-obok. Sri Sultan Hamengkubuwono X yang
tidak lagi meneruskan dinastinya, dituding ingin menerapkan sistem
pemerintahan monarki absolut. 
Kita punya Pilkada di lebih dari 460 Kabupaten dan Kotamadya.
Perlu uang? Tentu. 
Demi transparansi, semua calon pejabat mengikuti fit and
proper test oleh DPR. Hasilnya kita memiliki sistem politik yang tidak karuan.
Sistem yang bukan hanya melelahkan, tapi menguras dana masyarakat dan
pemerintah. 


Pertanyaan
saya, Alumnis dari Belgia gmana yah? 



    


      

Kirim email ke