--- Pada Sel, 18/11/08, Zubedy Koteng <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
Dari: Zubedy Koteng <[EMAIL PROTECTED]> Topik: Fw: Kapan Cinta Pantas Dikatakan...??? Kepada: Tanggal: Selasa, 18 November, 2008, 7:00 PM Zubedy KOTENG Comm. Dev't Specialist, Child Protection Section - UNICEF Banda Aceh Jl. Mesjid Sadaqah No. 2 Lamlagang, Banda Aceh 23243 Telp : 0651 - 4004 ext. 113 / Fax : 0651 - 4003 HP : 0813 605 23 474 Local VOIP access : 65101 ext. 113 Int'l VOIP Access : 620301 ext. 113 Email : [EMAIL PROTECTED] / [EMAIL PROTECTED] ----- Forwarded by Zubedy Koteng/IDS/EAPR/UNICEF on 11/18/2008 11:10 AM ----- [EMAIL PROTECTED] To .co.id undisclosed-recipients:; cc 11/18/2008 07:42 AM Subject Kapan Cinta Pantas Dikatakan...??? Kapan Cinta pantas dikatakan ...??? Oleh : Dede Farhan Aulawi Hari itu, Jum'at tanggal...Juli 1989. Saya berangkat dari Tasikmalaya ke Bandung untuk mencari tempat kost sehubungan dengan telah dekatnya masa awal perkuliahan. Kebetulan sehari sebelumnya, alhamdulillah saya sudah melihat pengumuman kelulusan untuk kuliah di salah satu PTN di Bandung. Rasa syukur dan semangat selalu menyertaiku. Sebagai alumnus SMAN 1 Tasikmalaya, Allah SWT telah memberiku kesempatan untuk menimba pendidikan lebih lanjut di kota Bandung. Setibanya di terminal bis Cicaheum, saya naik angkot dan berhenti di sekitar Gasibu - Gedung Sate untuk mencari tempat kost-an, karena konon di sana mudah sekali untuk mendapatkan tempat kost-an. Setelah berjalan menyisir gang demi gang tuk mencari tempat kost yang murah dan terjangkau, akhirnya kutemukan salah satu tempat kost. Tempat kost tersebut merupakan sebuah rumah yang memiliki 3 kamar. Setiap kamar rata - rata diisi oleh 2 atau 3 orang. Tentu kurang begitu nyaman karena merasa tidak ada privacy, tapi saat itu belum saatnya bicara privacy karena yang penting bisa mendapat tempat berteduh yang murah. Akhirnya saya sekamar bertiga. Mulanya merasa sangat canggung karena mereka adalah mahasiswa senior yang sebentar lagi lulus. Sementara saya adalah mahasiswa baru yang baru kemarin sore melepaskan seragam putih abu. Tentu banyak suka duka yang telah dilewati pada masa ini. Tapi ada satu hal yang cukup menarik untuk saya ceritakan. Salah seorang kakak kelasku bercerita bahwa hidup harus memiliki prinsip, cita - cita, dan kesungguhan berjuang dan berkorban. Awalnya saya kurang memahami maksud kalimat tersebut, karena kelihatan terlalu filosofis dan teoritis. Suatu malam dia (sebut saja namanya "X") berkata : X : " De, saya menaksir temen seangkatan yang sangat cantik sekali (sebut saja namanya "Y"). Orangnya sangat cantik dan pintar. Dan tolong kamu menjadi saksi, aku ingin berjuang dan memiliki cintanya". De : "Iya mas...,saya turut mendukung saja semoga cita - cita Mas terkabul. Tapi kalau boleh tahu, saya ingin lihat fotonya donk ?" X : Boleh..,neh ada. Kebetulan aku pernah mencabutnya dari majalah dinding saat berlangsung ospek masa lalu". Begitu lihat fotonya, aku bergumam wah ini memang cewek yang sangat cantik sekali sekelas artis tercantik era 89-90 an. Tapi...,masa iya sech cewek secantik dia, akan mau memberikan cintanya sama senior saya ini. Maaf, dalam hati waktu itu saya berfikir apakan senior saya ini ngak ngukur diri, siapa dia, wajahnya bagaimana, kondisi hidupnya pas - pasan, dan IPK-nya pun tepat di garis kemiskinan, alias 2,75...he he he. Si X mungkin bisa menangkap sinyal bahasa tubuh saya ketika saya mengernyitkan dahi. X : "De..,hidup itu adalah perjuangan untuk menggapai cita - cita. Tidak ada yang tak mungkin dalam hidup ini, selama kita mau memperjuangkannya sungguh - sungguh. Allah itu Maha Tahu. Tahu persis apa yang kita inginkan dan kita perjuangkan ". Dari hari ke hari dia sering cerita kepada saya. Ya mungkin semacam progress report-lah he he he..., lalu setelah setahun, saya pindah kost-an ke tempat yang mendekati kampus, dan cukup lama tak mendengar kabarnya lagi. 2 tahun kemudian saya berjumpa kembali di salah satu pusat perbelanjaan di kota Bandung dengan X dan istrinya. Dan ternyata cita - cita dia berhasil serta hidup bahagia. Esok harinya dia janjian denganku untuk ketemu dan berbagi cerita. Bukan di sudut cafe kami bicara, tapi di suatu pojok di tukang pecel lele yang menjadi langganan di jalan Dipati Ukur. X : De..,jangan mengira saya bisa menikahinya dengan gampang. Semua mengikuti alur perjalanan yang sangat berliku, penuh kerikil tajam, dan curam mencekam. Setiap dia datang ke kampus yang selalu diantar sama supir pribadinya, maka saat ia bukakan pintu, saya selalu memayunginya. Baik hari lagi panas ataupun hujan. Dia sebenarnya sering menolak dan merasa risih dengan sikap saya ini. Dia merasa sangat malu, apalagi beberapa temen kampus yang kebetulan melihatnya, sering tertawa terbahak - bahak dan menyorakinya....Sebagian ada yang mencibirku sebagai laki - laki yang tak memiliki cermin. Cermin untuk melihat siapa dirinya ? Cibiran ini yang sering memacuku menjadi pendorong agar saya tidak pernah putus asa. Bahkan cewek ini pernah mencibirku juga, sebagai laki - laki yang tak tahu malu, dan lebih ekstrim menggapku sebagai lelaki gila. Sebenarnya aku ingin berkata," sesungguhnya aku juga malu, tapi aku hanya ingin kau tahu, bahwa aku sangat menyayangi dan mencintaimu. Tak kuperkenankan ada seberkas pun cahaya mentari yang menyengat kulitmu, dan ku tak tega ada setetes ujan yang membasahi badanmu. Aku kepanasan dan kehujanan tak mengapa, asal aku dapat pastikan bahwa kau tak kepanasan dan tak kehujanan. De : "Wah...,cerita yang sangat romantis sekali Mas. Terus..." X : "Suatu hari saya tanya - tanya alamat dia, karena saya ingin berkunjung ke rumahnya. Dan akhirnya dari data kampus kuperoleh alamat dia di jalan Cipaganti. Wah...,sempet kecut juga, karena siapa yang gak tau daerah Cipaganti. Itu kan daerahnya warga kelas I di Bandung. Dan setelah naik turun angkot, akhirnya kutemukan rumahnya. Saat bel rumah kupijit, yang keluar adalah pembantunya. Pembantu : Maaf Mas, Mas ini siapa dan mau ke siapa serta ada keperluan apa ? X : Saya temen kuliahnya "Y", dan saya ingin ketemu dengannya, ...ya sekedar ngobrol - ngobrol aja". Pembantu : "Sebentar ya Mas, saya sampaikan dulu sama Non Y...". Y : "Mau ngapain kamu kesini ? Tak puas ya kamu permalukan saya di kampus atas sikap tolol mu itu. Sebenarnya mau kamu apa seh ? Asal kamu tahu bahwa saya sudah memiliki tunangan yang sangat kaya, tampan dan pintar. Tidak miskin dan bodoh kaya kamu. Jadi sesekali bercermin donk...." X tentunduk diam...,pedih hati-nya menerima berondongan pertanyaan seperti itu, karena dia juga manusia biasa. Sebenarnya hati-nya ingin menjerit tuk meneriakan "Aku sangat menyintaimu...", nuraniku ingin mengunmandangkan, "...sungguh aku sangat menyayangimu...". Biar seisi dunia tahu, bahwa memang benar - benar sangat menyayangi dan mencintainya. Tapi apalah daya-nya, dia tak memiliki keberanian untuk itu. Dan akhirnya diapun dihardiknya untuk pulang. Sangat jelas saat itu bagaimana telunjuk Y mengusir si X ini.... Sesampai di rumah X bercermin, apa memang dirinya sangat jelek sehingga sangat tidak layak tuk menyayangi Y. Ditatap raut wajahnya dengan pesimis, tapi dia beruntung karena gelora cintanya turus membakar jiwa memberi kehangatan dan sekaligus semangat untuk terus berjuang...., bahwa tidak ada kebahagian yang diperoleh dengan mudah dan murah. Mungkin ada temen mahasiswanya yang beranggapan bahwa dia mendekati Y karena hartanya, padahal dia benar - benar tulus tuk persembahkan segumpal hatinya dengan sebongkah kesetiaan dan niat tuk menikahinya. Sekian lama X merenung...dan waktu terus berjalan... Cukup lama X tidak bertemu Y, sampai suatu waktu X menerima kabar bahwa Y memang sudah lama gak kuliah karena menderita penyakit yang sulit disembuhkan. Meskipun berbagai alternatif medis telah dilakukan ke mancanegara, dan akhirnya semua para ahli kesehatan angkat tangan. Semua keluarga telah pasrah. Pihak rumah sakit hanya mengatakan bahwa probabilitas sembuh bisa meningkat jika ada seseorang yang rela menyumbangkan salah satu organ tubuhnya untuk Y. Tentu saja anggota keluarga yang lain bingung, karena bagi mereka kalau diminta sumbangan 50 - 100 juta gak masalah, tapi kalau harus menyumbangkan organ tubuh tunggu dulu, mengingat resiko kematianpun akan menghantui bagi si penyumbangnya. Di tengah kemelut duka yang menghiasi salah satu istana di sudut jalan Cipaganti itu, tiba - tiba dering telpon berbunyi. Dering itu datang dari suatu rumah sakit, yang mengatakan bahwa rumah sakit telah memperoleh organ tubuh yang cocok dengan karakteristik fisiologi yang diperlukan. Dan akhirnya Nona Y bisa berangsur - angsur pulih. Semua keluarganyapun bahagia sekali karena bisa menatap kembali senyum bahagia dari puteri tercintanya. Selanjutnya pihak keluarga menghubungi rumah sakit tuk menanyakan siapa orang yang telah mendonorkan organ pentingnya. Disamping ingin mengucapkan terima kasih, tentu juga ingin membalas budi baik tersebut dengan uang berapapun ia minta, termasuk kalau ia minta rumah dan mobil yang dijalan Cipaganti itu. Pihak rumah sakit tidak memberi kabar, karena pihak mendonor minta dirahasiakan identitasnya. Tidak setitikpun ia punya niat mendonorkan karena ingin uang dan harta. Sekitar 6 bulan setelah itu, anehnya bapaknya Y mengalami gejala yang sama. Ia sakit menderita, dan akhirnya perlu donor organ seperti di atas. Kembali ada seseorang yang mendonorkan dengan identitas disembunyikan. Baginya hidup adalah ketulusan dan pengabdian, tanpa berharap pujian dan sanjungan. Dan akhirnya bapaknya Y itu sembuh juga. Waktu terus berjalan.... Suatu saat Y menengok temennya yang sakit di rumah sakit dengan gejala penyakit yang hampir sama. Saat dokter sedang melakukan pemeriksaan, tiba - tiba ada bunyi ledakan di bagian sudut rumah sakit...,dokter segera bergegas dan meninggalkan berkas - berkas di meja pasien..., tanpa sengaja berkas itu ada yang jatuh tertiup angin dan Y memungutnya. Di salah satu berkas itu tertulis nama X yang pernah mendonorkan organ apa untuk siapa. Berlinanglah air mata Y. Betapa orang yang selama ini sering ia hina, bahkan pernah dihardik dan diusirnya adalah orang yang telah mengorbankan hidupnya untuk kesehatan dan senyum bahagia keluarganya. Dan lebih terperangah lagi ketika mengetahui bahwa bapaknyapun sempat disumbang organ juga dari dirinya. Puncak ke-ego-an dan kesombongan Y luruh, hancur...oleh budi baik dan ketulusan X. Ia lari pulang ke rumah di tengah guyuran hujan, petir dan halilintar saling bersahutan...,seolah memahami gejolak rasa salah atas sikap Y terhadap X selama ini. Ketika sampai di rumah Y lebih kaget lagi karena ibunya jatuh sakit dengan gejala yang sama. Lalu di sudut waktu yang lain, X ingin berjumpa yang terakhir kali dengan Y. Hanya sekedar melihat wajahnya barang sesaat...,karena sebentar lagi dia akan mendonorkan oragan yang lain buat temennya Y yang sedang terbaring di rumah sakit. X ingin datang ke rumah Y bukan untuk memberitahukan kebaikannya tetapi sekedar meminta maaf jika sikapnya selama ini pernah membuatnya marah dan malu. Itu adalah rasa bersalah terbesar bagi X, bahwa ia pernah membuat orang yang sangat disayanginya meneteskan air mata malu. Ketika sampai di gerbang rumah Y, di atas guyuran hujan yang sangat lebat, curah hujan terbesar yang menimba bandung saat itu, langkah X terhenti karena ragu - ragu tuk memijat bel. Lalu tiba - tiba ada mobil Mewah yang akan masuk ke rumah itu juga. Ternyata mobil itu adalah mobil yang ditumpangi oleh ayah Y. Ketika ayah Y melihat tampan X yang termanggu di gerbang, kembali amarahnya memuncak dan mengusir X. Sempat X dipanggil ke teras rumah hanya untuk dihardik...,dicaci maki, diludahi...bahkan ditampar....,lelehan darah tampak keluar disudut bibir X. Y melihat kejadian itu di jendela kamarnya. Y berlari dan berteriak... Y merengkuh kaki X, dan berkata di tengah isak tangis : Y : "Ayah...,hentikan ayah. Cukup sudah...,kenapa ayah berlaku kejam seperti ini. Dia yang telah persembahkan senyum kembali keluarga ini. Apa ayah tahu...,dialah yang telah menyumbangkan harta tak ternilai untukku juga untuk ayah. dalam tubuhku dan tubuh ayah ada organ tubuhnya, sementara kita membalasnya dengan hardikan, cacian, dan hinaan..., Dia adalah bagian hidupku kini. Dan aku tak mau dipisahkan dengannya. Kini aku baru mengerti, apa itu cinta dan KAPAN CINTA PANTAS DIKATAKAN.... Ayah : " Nak..,apa benar yang kau katakan...? X apa benar kau yang telah mengajarkan ketulusan pada keluarga kami? Sungguh batapa mulianya dirimu. kau telah memberi yang sangat berharga tanpa harap tuk diketahui. Dan ketahuilah nak, ketika ayah tahu kau sembuh karena ada yang memberikan budi kebaikan, bahwa ayah bertekad untuk mengangkatnya jadi mantu....Apa kau setuju..???" Tiba - tiba hujan yang mengguyur terhenti, kabut gelap tersibak angin menjadi cerah. Ternyata alam sangat memahami bahasa hati. Mereka semua berangkulan...,derai air mata bahagia menjadi pemandangan terindah dalam hidup mereka. dan akhirnya merekapun nikan dan berbahagia sekali. Itulah akhir cinta bahagia yang diraih oleh kakak kelasku waktu di kost-an. Ternyata untuk meraih cinta dan bahagia itu memang tidak mudah. Harus ada unsur kegigihan, kesungguhan, pengorbanan, perhatian dan ketulusan. Semoga cerita ini memberi sisi manfaat bagi kehidupan, jika kita melihatnya dari sisi yang positif untuk membangun jati diri yang tangguh dan memiliki cita - cita serta dedikasi dan pengabdian. ___________________________________________________________________________ Nama baru untuk Anda! Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail. Cepat sebelum diambil orang lain! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/