lumayan, bacaan pencerahan mengenai utang :

Salah satu doa yang ma’tsur  atau dicontohkan untuk kita baca setiap hari pagi 
dan petang adalah berlindung diri dari Ghalabati Al-Dain atau hutang yang 
melilit.

Selama
ini saya kurang menghayati makna dari do’a ini, namun karena ini
dianjurkan oleh Rasullullah SAW , ya sering-sering saja saya baca.

Dimasa
krisis financial global ini, ternyata do’a inilah yang mestinya sangat
relevan untuk kita baca rame-rame setiap hari oleh seluruh elemen
bangsa ini – sampai kita bener-bener menjiwai.

Lebih dari itu
setelah kita menjiwai, ini juga harus mewarnai segala tindak tanduk
kita dalam menjalankan kehidupan kita sendiri maupun – yang jadi
pemimpin – ya menjalankan negara ini. 

Kita tahu pangkal dari
segala krisis ini adalah gaya hidup ngutang, yang dilakukan individu
secara rame-rame maupun yang dilakukan oleh pemerintah. Kita telah
keliru mengambil contoh!.

Ekonomi bangsa ini, gaya hidup bangsa
ini mencontoh ekonomi barat khususnya Amerika yang sebenarnya sama
sekali tidak bisa kita contoh.

Dalam hal gaya hidup ngutang yang
dilakukan oleh pemerintah misalnya; Pemerintahan Amerika bulan ini
mengajukan ijin ke Konggres untuk menaikkan batas atas hutang
negaranya. Dengan batas atas yang baru ini hutang Amerika akan mencapai
US$ 9.8 trillion. Hal ini berarti setiap wara negara AS dari yang tua
sampai yang baru lahir langsung punya hutang sekitar US$ 33,000 atau
sekitar Rp 396,000,000,- !.

Kita ‘beruntung’ jadi WNI; negara
kita konon ‘hanya’ punya hutang Rp 1,320 trilyun. Atau kalau dibagi
rata kepada seluruh warga negara yang tua maupun yang baru lahir ;
masing-masing kita kebagian sekitar Rp 5,280,000 atau US$ 440. (Untuk
rekan-rekan wartawan jangan quote angka ini ya, saya nggak terlalu
yakin karena sulitnya cari data yang pasti di Indonesia).

Yang
mengerikan sebenarnya bukan ukuran dari hutang tersebut, melainkan
trend kenaikannya. Karena AS sebagai gurunya juga terus menerus
manambah hutang – nilai hutang mereka ‘baru’ mencapai US$ 8.0 trilyun
tiga tahun lalu; demikian pula Indonesia, pada saat yang sama tiga
tahun lalu hutang kita ‘baru’ Rp 1,282 trilyun.

Inilah musibah
itu; lilitan hutang diatas hutang yang membuat seluruh dunia kalang
kabut didera krisis finansial yang seperti sumur tanpa dasar - belum
kelihatan ujungnya sampai saat ini.

Dalam dunia finansial; ada dua jenis hutang  yaitu yang disebut 
Self-Liquidating Debt  saya  sebut saja SLD dan yang satunya tentu sebaliknya 
yaitu Non-Self-Liquidating-Debt  atau N-SLD.

SLD
adalah hutang yang produktif yang bisa membayar dirinya sendiri. Contoh
kita berhutang 100 untuk kegiatan produksi barang atau jasa yang
hasilnya bisa kita jual 130. Dari penjualan ini, 10 kita pakai untuk
biaya, 20 kita bagi 50%-nya ke pemberi hutang. Kita bisa berproduksi
dan pemberi hutang juga mendapatkan hasil dari dananya. Hutang semacam
ini banyak-banyak tidak masalah karena akan mendorong produktifitas.

Sebaliknya
N-SLD adalah hutang yang tidak bisa membayar dirinya sendiri. Contoh
pegawai dengan penghasilan Rp 10 juta/bulan mengambil kredit Kijang
baru dengan cicilan Rp 5 juta/bulan. Maka setiap bulan dia akan
kesulitan mencicilnya karena penghasilannya nggak cukup; untuk menutupi
ketidak cukupannya dia berbelanja bulanan dengan credit card. Maka menumpuklah 
hutang tersebut dari waktu ke waktu semakin besar.  Inilah Ghalabati Al-Dain  
itu …yang kita diajarkan untuk berlindung terhadapnya.

Negara
juga demikian; mereka berhutang bukan hanya untuk kegiatan produktif
tetapi lebih banyak untuk kegiatan konsumtif. Di Amerika kegiatan
konsumtif yang sangat besar adalah untuk membiayai perang Irak dan
aksi-aksi yang tidak membawa manfaat bagi penduduk mereka sendiri
seperti kegiatan mereka di Afganistan dslb.

Di negeri seperti Indonesia, hutang-hutang kita tersebut dipakai untuk nambal 
APBN, untuk ‘hidup sehari-hari’- nya negeri ini.

Jadi
negeri-negeri seperti Amerika, Indonesia dan seluruh negara di dunia
saat ini – sama dengan rakyatnya – hidup rutinnya ditambal dari kartu
kredit. Ketika beban kartu kredit terus membengkak – maka bangkrutlah
negera-negara tersebut.

Untuk sementara kebangkrutan ini tidak
nampak karena berbeda dengan individu, negara bisa mencetak uang. Anak
cucu kitalah nantinya yang harus membayari kartu-kartu kredit yang
dipakai negara-negara ini sampai sekian generasi yang akan datang.

Mari sekarang kita rajin-rajinlah lafadzkan do’a pelepas hutang ini…

Allahumma
innii a’udzubika minal hammi wal khazan, wa a’udzubika minal ‘adzji wal
kasal, wa a’udzubika minal jubni wal bukhl, wa a’udzubika min ghalabati
al-daini wa khohri al rijaal. 

“Ya Allah saya
bersungguh-sungguh berlindung kepadaMu dari rasa susah dan sedih, dan
aku berlindung kepadaMu dari rasa lemah dan malas, dan aku berlindung
kepadamu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepadamu
dari lilitan hutang dan tekanan orang lain.”


salam
--utong--


source: geraidinar.com



      

Kirim email ke