Tingkat kecerdasan seseorang bisa diukur dengan
kepuasan terhadap jawaban pertanyaan yang diajukannya. Semakin tinggi
tingkat kecerdasan seseorang, semakin menuntut jawaban yang bermutu.
Kalau kurang bermutu, maka ia akan bertanya lagi.

Untuk menguji
intelektual anda, berikut ini ada imaginer wawancara antara reporter EOWI 
dengan calon pemimpin, tidak terlalu penting apa itu calon
presiden, gubernur, bupati, anggota DPR. Sebut saja Capim. Sampai
seberapa jauh anda puas dengan jawaban Capim itu. Kalau anda nanti
berhadapan dengan para politikus yang berkampanye untuk pilkada atau
pemilu 2009, anda sudah nampak cerdas. Bukannya ingin menghina, tetapi
blog ini adalah tempat kita semua mencerdaskan intelektual kita. Kita
mulai saja wawancara imajiner kita.

EOWI: Kami dengar bapak
akan memberikan program layanan kesehatan dan pendidikan gratis dan
juga program pangan murah. Apakah tujuan janji ini untuk mencari
popularitas dalam rangka memenangkan pemilihan ini atau bapak mau
menwujudkan kemakmuran dan pengentasan kemiskinan di Indonesia? 

Capim: Tentu saja untuk mewujudkan kemakmuran di Indonesia. 

EOWI: Kami
tidak percaya hal itu. Nanti akan kami buktikan. Tetapi untuk sementara
kita lupakan saja. Kita lanutkan saja dengan topik semula. Bagaimana
bapak melakukannya, memberikan program layanan kesehatan dan pendidikan
gratis dan juga program pangan murah? 

Capim: Nanti kami akan membuat peraturannya dan kemudian akan 
diimplementasikan. 

EOWI: Maksud
kami, dari mana dananya. Bukankah guru, dokter perlu gaji dan pangan
perlu dibeli. Apakah anggota partai bapak mau memberikan pelayanan
kesehatan dan pendidikan gratis, merawat rumah sakit gratis? Lalu
menanam padi dan bahan pangan lain dan membagikannya kepada rakyat
dengan gratis? 

Capim: Tentu saja tidak. Kami akan ambilkan dari APBN. 

EOWI: Bagaimana mungkin. Sekarang saja APBN sudah selalu defisit dan ditutup 
dengan hutang? 

Sampai
disini Capim kelas rendahan akan terpojok dan knock down. Untuk yang
type die-hard, masih bertahan dengan argumen konyolnya. Walaupun banyak
skenario yang bisa terjadi, kita akan melihat dua (2) skenario saja.
Skenario pertama adalah: 

Skenario A.
Capim: Dana tambahan akan dapat diperoleh dari peningkatan pendapatan pajak. 

EOWI: Maksud bapak, pajak akan dinaikkan? 

Capim: Ya. 

EOWI: Artinya
bapak akan membebani rakyat dengan pajak. Kami harus bayar pajak,
sebagian pajak itu dipakai untuk membayar tambahan pegawai pajak,
pengawas pajak, pengejar pajak, hakim dan jaksa untuk mengadili
penggelap pajak dan sisanya untuk program sekolah, layanan kesehatan
gratis dan pangan murah. Kalau caranya demikian, rakyat akan lebih
makmur tanpa program yang bapak ajukan. Tanpa program bapak, jumlah
uang yang seyogyanya akan bapak tarik itu bisa dipakai langsung untuk
membayar sekolah, layanan kesehatan dan beli pangan, tanpa dikurang
dengan biaya birokrasi. 

Capim: Pajak itu akan ditarik dari orang-orang yang mampu. Subsudi silang. 

EOWI: Tetap
saja, pak. Andaikata uang itu harus masuk ke pajak dulu baru disalurkan
ke program pengentasan kemiskinan, maka tidak 100% larinya ke rakyat.
Sebagian ke birokrasi. Sebenarnya dengan uang itu, orang-orang kaya
bisa membeli jasa rakyat kecil, sebagai tukang cuci mobil, pedagang
gorengan, pembantu rumah tangga, tukang kebun, pelatih anjing piaraah
dan lain-lain. Bukankah lebih baik kalau 100% masuk ke masyarakat tanpa
lewat birokrasi dan pemerintah? Bukankah masyarakat menjadi berguna
dengan bekerja?

Capim: Kalau memang hal itu memberatkan dan buka ide yang bagus, kita bisa 
menaikkan pajak perusahaan. 

EOWI: Bagaimana
mungkin hal itu bisa mewujudkan pengentasan kemiskinan. Perusahaan akan
menekan biaya produksinya dan gaji karyawannya ditekan rendah. 

Capim: Untuk itu upah minimum regional akan selalu di evaluasi. Kalau perlu 
dinaikkan. 

EOWI: Bagaimana
kalau perusahaannya rugi, bangkrut atau hengkang dari Indonesia. Banyak
perusahaan asing yang sudah hengkang dari Indonesia ke Vietnam. 

Capim: Hak-hak buruh akan dilindungi, uang pesangon harus diberikan. 

EOWI memberikan pukulan pamungkasnya: Pak....,
itu tidak menjawab persoalan buruh yang kehilangan penghasilan. Dari
pada bapak memajaki, memaksa-maksa perusahaan, yang akhirnya membuat
perusahaan tutup dan investasi lari, lebih baik kalau pajak perusahaan
dihapuskan, sehingga mereka bisa menggaji buruh lebih tinggi. Rakyat
tidak perlu dilindungi seperti itu. Sebab cara bapak sama dengan
membunuh pekerja melalui cara-cara yang berkedok perlindungan.
Sebaiknya kurangi birokrasi dan anggota-anggota partai bapak disuruh
jadi tenaga suka rela sebagai guru, dokter dan petani. Bapak tidak mau
bukan? ....... terbukti ketidak percayaan kami. 

Skenario B.
Capim: Kita
bisa mencari pinjaman, untuk menutupi defisit APBN. Ini sifatnya
sementara. Nanti kalau ekonomi sudah membaik, kita bisa bayar hutang
itu dengan surplus APBN. 

EOWI: Bagaimana skenario itu bisa terjadi? 

Capim: Program pengentasan kemiskinan ini adalah bagian dari stimulasi ekonomi. 
Diharapkan ekonomi akan membaik dengan stimulasi ini. 

EOWI: Bukankah
layanan kesehatan dan pangan murah adalah konsumsi? Maksud kami,
program ini bukan untuk menambah barang modal untuk menggerakkan
ekonomi. Bagaimana stimulasi yang sifatnya konsumsi ini bisa berjalan
dan menghasilkan perbaikan ekonomi? Kalau konsumsi atau makan bisa
memperbaiki ekonomi,ayoo kita makan yag banyak, berlibur, berpesta!!!
Begitu kah??

Capim: Pertanyaan itu terlalu detail. Pemerintah hanya berurusan dengan hal 
makro, strategy dan policy. 

EOWI memberikan komentar pamungkasnya: Pak,
yang kami tanyakan adalah persoalan mendasar. Kami tidak bisa melihat
bagaimana rencana bapak bisa menghasilkan kemakmuran. 

Tetapi EOWI masih ingin mempermainkan bapak Capim lebih lanjut: Baiklah,
katakanlah program bapak bisa berhasil, yang sebenarnya bapak masih
belum bisa menjelaskan mekanisme kerjanya. Bapak dalam hal ini kami
biarkan lolos. Pertanyaan berikutnya. Kalau bapak berencana mendanai
projek ini dari pinjaman, bukankah nantinya harus dibayar? 

Capim:Iya, betul. Pada saat kita kuat nanti, kita akan membayar hutang itu. 
Kalau ekonomi membaik pendapatan pajak akan naik. 

EOWI: Bagaimana bapak begitu yakin bahwa kita akan mampu membayar hutang 
berserta bunganya dikemudian hari. 

Capim: Kita harus optimis. Dengan rencana yang baik dan program yang baik, 
insya Allah kita akan berhasil. 

EOWI: Allah
mafi insya (Tuhan tidak akan lupa). Bapak tidak menjawab pertanyaan
saya, melainkan berdoa. Allah bisa mengabulkan doa bapak, dan juga bisa
menolak. Saya akan jelaskan pertanyaan saya lagi. Mungkin bapak bisa
memberi contoh, kapan dalam sejarah Indonesia bebas hutang? 

Capim: Wah saya tidak ingat. 

EOWI: Tidak ingat atau pada kenyataannya Indonesia tidak pernah bebas hutang? 

Kelihatannya Capim sudah KO. 

EOWI: Baiklah,..... kalau bapak tidak bisa menjawab, tidak apa-apa. Kita 
lanjutkan saja dengan pertanyaan berikutnya.
Kalau
program layanan kesehatan dan sekolah gratis itu nantinya harus
dibebankan kepada pembayar pajak, yaitu rakyat juga, berarti bukan
gratis dong. Dimana unsur gratisnya. Akhirnya kita harus bayar juga. 

Sampai disini Capim betul-betul KO dan ingin menginggalkan mimbar. 

EOWI: Pak,
saya anjurkan supaya bapak mengundurkan diri, karena program bapak
tidak akan berhasil dan sebenarnya rakyat sudah bosan dan tahu bahwa
janji itu tidak akan terpenuhi. Pemilihan gubernur Jakarta, Jawa Barat,
Maluku Utara, Sulawesi Selatan dimenangkan oleh kursi kosong. Bahkan
untuk Jawa Barat Kursi Kosong menang mutlak 58% dari pemilih
terdaftar........

Pembaca yang waras sekalian, ternyata
rakyat Indonesia masih banyak yang waras. Mereka sebenarnya tidak
menginginkan gubernur, bupati atau politikus. Buktinya beberapa PILKADA
dimenangkan oleh Kursi Kosong, seperti yang tertera di tabel dibawah
ini. PILKADA Sumatra Utara kemungkinan hasilnya adalah kemenangan Kursi
Kosong yang lebih telak dari pada PILKADA Jawa Barat. 

Hidup Kursi Kosong.
Anda mau pajak hanya 2.5% - 10%? Jangan pilih politikus yang membuat
birokrasi meraksasa. Mahal!!! Beri tahu kepada teman-teman anda.

Source: http://ekonomiorangwarasdaninvestasi.blogspot.com/2008/04/bagaimana.html



      

Kirim email ke