http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=167751
Jumat, 22 Apr 2005, Tabir Konspirasi Harus Diungkap Terbongkarnya kasus dugaan penyuapan yang melibatkan anggota KPU Mulyana W. Kusumah sungguh mengagetkan. Walau terlalu pagi menyimpulkan ending kasus itu, tak pelak temuan tersebut mengundang keprihatinan dan sorotan dari berbagai kalangan. Kasus di KPU itu menjadi fakta baru bahwa korupsi telah sah menjadi ikon di negeri ini. Namun, tidak sedikit pihak yang bertanya-tanya t entang kebenaran kasus itu mengingat Mulyana - tersangka yang berada dalam kasus ini- adalah sosok yang dianggap bersih, memiliki kapasitas moral, menunjukkan dedikasi, dan kredibilitas di mata publik. Tapi, kita juga harus memaklumi sorotan masyarakat luas, apalagi praktik korupsi di Indonesia bukan lagi sekadar kasus, melainkan telah menjadi budaya dan bahkan terstruktur. Parahnya lagi, setelah memeriksa Mulyana dan beberapa pegawai Sekretariat Jenderal KPU, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan kemungkinan akan munculnya tersangka baru dalam kasus penyuapan terhadap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut. Berkaca dari kasus tersebut, tidak salah jika sebuah lembaga survei internasional Political and Economic Risk Cosultancy Ltd (PERC) yang bermarkas di Hongkong dalam laporannya menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di antara negara-negara di Asia yang disurveinya. Paling tidak, itulah yang terangkum di kalangan masyarakat pebisnis internasional sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan lembaga tersebut pada Januari-Februari 2005 lalu. Lengkapnya, berdasar survei lembaga konsultan tersebut, Indonesia sekali lagi ditempatkan sebagai negara terkorup di Asia di antara 10 negara yang disurveinya. Singapura menduduki tempat terbawah, disusul oleh Jepang dan Hongkong. Menerima kenyataan itu, kita memang masih harus bekerja keras. Seharusnya, slogan perang melawan korupsi yang diusung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono diawal pemerintahannya bisa dijadikan panggilan moral untuk memberantas praktik pidana ini. Tak kurang, sang presiden yang merasa dirinya t erpojok pada saat pertemuan forum APEC di Santiago beberapa waktu lalu (karena sinisnya masyarakat internasional memandang korupsi di Indonesia) bertekad supaya dalam pertemuan APEC berikutnya di Seoul mendatang diharapkan citra Indonesia sudah membaik. "From Santiago to Seoul". Demikian slogan SBY pada waktu itu, menandai penambuhan genderang perang melawan korupsi di Indonesia. Namun, agaknya, perang melawan korupsi ini tidak mudah kita menangi. Persoalannya kompleks, salah satunya menyangkut kontinuitas historis dalam jenjang dan spirit pemberantasan praktik korupsi itu sendiri. Dalam kasus Mulyana, misalnya, sejumlah fakta di balik kasus tersebut sebagaimana disampaikan Zainal C. Airlangga dalam tulisannya Konspirasi Konyol di koran ini (19/4) turut menyertai terkuaknya kasus tersebut. Tentu, fakta itu tidak bisa diabaikan begitu saja. Perlu ada tindak lanjut yang konkret sehingga kasus tersebut dapat menemui titik terangnya. Apalagi dalam pengakuan Mulyana, peristiwa yang menimpa dirinya ditengarai sebagai aksi pemerasan yang berakhir jebakan. Menurut pengakuan Mulyana, kasus yang menimpa dirinya merupakan operasi yang melibatkan sejumlah aktor yang secara intensif bergerak dengan target menangkap dirinya. Artinya, sangat mungkin ada keterlibatan aktor yang lebih besar dalam kasus ini. Jika benar demikian, tidak bisa diabaikan kemungkinan ada kepentingan yang berbau politis di balik terungkapnya kasus tersebut. Dalam hal ini, perlu ditekankan pentingnya mengungkap mata rantai yang terlibat dalam kasus penyuapan ini. Apalagi siapa pun pasti mengakui bahwa praktik korupsi ini secara moral jelas keliru dan secara praktis merugikan masyarakat. Dampak berikutnya sebagaimana hasil polling yang diberitakan Media Indonesia Online (Minggu 17/04), terugkapnya kasus ini akan berdampak pada kredibilitas dan independensi kinerja KPU dan KPUD dalam menyelenggarakan hajat rakyat berupa pilkada langsung yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Dari kasus itu juga, suka tidak suka, citra lembaga dan personel KPU semakin tercoreng, apalagi nanti kalau terbukti semua anggota KPU terlibat. Pengalaman itu akan memaksa dilakukannya perubahan tentang KPU secara menyeluruh, termasuk model rekrutmen (penjaringan calon anggota KPU) dan tatalaksana organisasi KPU itu sendiri. Banyak pelajaran yang dapat diambil dari kasus itu. Salah satunya adalah bahwa sistem kerja KPU harus terus dibenahi dan disempurnakan sedemikian rupa agar kasus serupa tidak terulang di masa yang akan datang. Masa transisi dari era Orde Baru ke Era Reformasi ini memang memberikan banyak pembelajaran, termasuk dalam membangun semangat kerja lembaga semisal KPU. Pada tingkat peraturan perundang-undangan, kita juga disadarkan oleh sejumlah celah dan kekurangan yang bisa menimbulkan multiinterpretasi, khususnya di tingkat pelaksana. Faktor itu pula yang turut menambah rumitnya persoalan yang sekarang menimpa anggota KPU. Namun, apa pun kelemahan di balik peraturan-peraturan yang terlanjur diberlakukan, yang terpenting adalah apresiasi dan keberpihakan setiap pihak untuk merealisasikan janji-janji untuk memerangi praktik korupsi yang terlanjur banyak didengung-dengungkan. " Imran Sakwan H., mahasiswa Fakultas " Peternakan Undip, aktivis Terminology Forum Semarang [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/