Seleksi Alam Toba Supervolcano

SERANGKAIAN musibah gempa belakangan ini membuat Dr. Surono, 50 tahun, tertimpa 
banyak urusan. Kepala Sub-Direktorat Mitigasi Bencana di Direktorat Vulkanologi 
dan Mitigasi Bencana Geologi itu harus memeriksa berkas-berkas laporan mutakhir 
aktivitas vulkanik sejumlah gunung berapi. Mejanya penuh dengan tumpukan map.

Ruang kerjanya pun makin sering kedatangan tamu. Ada mahasiswa, pejabat negara, 
wartawan, hingga beberapa pengurus Harley Davidson Club. Tamu yang terakhir ini 
rupanya akan menggelar acara berskala internasional, 22-24 Mei, di pantai 
Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat. Sejumlah tamu asing berniat hadir.

Namun, sebelum datang ke Pangandaran, mereka meminta syarat. Harus ada 
keterangan "bebas ancaman gempa dan tsunami" yang digaransi kantor Surono. 
"Lama-lama orang mau hajatan nikah minta jaminan bebas tsunami dan gempa ke 
Geologi," kata Surono sambil tertawa.

Pekan ini, Surono juga mengemban tugas khusus. Ia akan memimpin sebuah tim 
geolog berkunjung ke Pulau Samosir, Sumatera Utara. Bukan untuk berwisata di 
danau luas yang terletak di ketinggian hampir 1.000 meter di atas permukaan 
laut itu. "Kami akan meneliti sejumlah aspek vulkanologi dan sekaligus 
menenangkan masyarakat di sana," katanya.

Masyarakat di sekitar Toba, juga mereka yang memiliki kedekatan dengan kawasan 
cantik itu, merasa resah atas kabar yang menyebutkan bahwa danau besar itu kini 
dalam proses kembali menjadi kawah raksasa yang siap memuntahkan lahar. Bencana 
besar akan terjadi. Musibah dahsyat tsunami yang melanda Nanggroe Aceh 
Darussalam dan sekitarnya, gempa di Nias dan Mentawai, serta letupan Gunung 
Tanlang, Solok, Sumatera Barat, disebut-sebut sebagai pertanda bahwa kawah Toba 
siap menggeliat.

Yang disebut-sebut melansir isyarat bahaya itu adalah Prof. Ray A.F. Cas, pakar 
gunung berapi dari Department of Earth Sciences, Monash University, Australia, 
lewat koran The Australian edisi 1 April silam. Dalam wawancara itu, Prof. Cas 
mengingatkan adanya hubungan sebab akibat antara gempa tektonik, seperti yang 
telah meluluhlantakkan Aceh lewat tsunaminya dan Nias, dengan aktivitas magma 
di perut gunung. ''Gempa itu merangsang deposit magma di perut bumi dan bisa 
menyebabkan letusan vulkanik,'' kata Prof. Cas.

Pakar dari Melbourne itu juga menyebut Toba sebagai salah satu supervolcano di 
dunia. Jelas, supervolcano merujuk pada kepundan luas yang akan menyemburkan 
lava dalam jumlah sangat besar. Letusan supervolcano adalah bencana besar bagi 
seantero bumi. Jika supervolcano Toba meledak, bencana yang ditimbulkan bisa 
lebih dari 100 kali letusan Krakatau.

Perihal potensi Toba sebagai supervolcano itu sendiri sudah ada dalam tinjauan 
Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University. Mengacu ke 
letusan Toba, 73.000 tahun silam, kedua pakar gunung api itu memperkirakan, 
bila Toba bangkit murka, hampir seluruh kawasan Sumatera Utara akan tergenang 
lahar panas setebal 50 meter. Suhu lahar itu 750 derajat celsius. Material 
padat yang dimuntahkan sebanyak 2.800 kilometer kubik --cukup untuk menimbun 
Jakarta setinggi 4.500 meter! Studi Rose dan Chesner pada 1991 itu memberikan 
bumbu-bumbu seram soal bahaya Danau Toba.

Apa pun, analisis Prof. Cas itu cukup mengagetkan. ''Waktu membaca kondisi itu 
di koran, wah, saya khawatir juga. Beberapa teman dari sana juga 
bertanya-tanya," kata Dr. Djamester Simarmata, 60 tahun. Dosen Fakultas Ekonomi 
Universitas Indonesia ini memang kelahiran Desa Sihusapi, Samosir. "Baru saja 
sebulan lalu ziarah di sana," katanya.

Djamester lalu mengontak koleganya, Dr. Franck Lavigne, seorang pakar geologi 
di Universitas Sorbonne, Paris. Lavigne membenarkan bahwa runtutan gempa itu 
bisa saja membuat kandungan magma di perut bumi terdesak dan bergolak. "Saya 
tak puas dengan jawabannya," kata Djamester. Namun, setelah membaca beberapa 
referensi, Djamester paham bahwa kabar itu ada benarnya --setidaknya kalau 
mengacu pada erupsi letusan luar biasa di Toba, puluhan ribu tahun silam.

Danau Toba nan indah itu menyimpan sejarah vulkanik yang panjang. Ia tercipta 
dari letusan mahadahsyat "Gunung Toba" purba, sekitar 73.000 tahun lalu. 
Kaldera yang terbentuk dari letusan itu lantas membentuk Danau Toba, yang kini 
luasnya 3.000 kilometer persegi. Bagi para ahli bumi, Gunung Toba purba 
merupakan salah satu dari segelintir gunung berapi yang ledakannya mampu 
menyentak seluruh isi bumi. Bencana yang ditimbulkan disebut-sebut ikut memberi 
pengaruh pada proses seleksi alam yang menghasilkan makhluk hidup yang ada saat 
ini. Toba termasuk golongan supervolcano yang juga bisa terusik oleh gempa bumi.

Nah, ketika perut bumi kembali berguncang, Cas menganggap sudah waktunya untuk 
khawatir sang gunung api super itu kembali menyalak. Buktinya, sejumlah gunung 
api terbatuk-batuk menyusul gempa tsunami Aceh, 26 Desember lalu. Mulut Gunung 
Talang (2.572 meter) di Kabupaten Solok, 40 kilometer arah timur kota Padang, 
hingga pekan lalu masih berasap. Sebelumnya petugas melihat mulut Gabuo Gadang, 
nama kepundan bagian utara, menyemburkan api dan asap tebal ke udara setinggi 
1.000 meter. Bahkan lava yang berguguran sempat menimbulkan kebakaran kecil di 
hutan.

Kepala Bidang Seismologi Teknik dan Tsunami, Badan Meteorologi dan Geofisika 
(BMG), Dr. Fauzi, juga melihat, gempa 26 Desember lalu membuat Gunung Leuser di 
Aceh terpicu aktif. "Gempa itu dalam tingkat tertentu membuat letusan kecil di 
Gunung Leuser," katanya tentang gunung di Aceh bagian timur itu.

Menurut Fauzi, letupan Gunung Talang juga terkait dengan aktivitas seismik di 
lepas pantai Sumatera. "Dari segi tektonis, memang ada kaitan antara aktivitas 
tektonik di Lautan Hindia dan aktivitas vulkanis di Sumatera," ujarnya.

Gempa beruntun itu tidak lain akibat pergerakan dan baku impit kerak bumi, yang 
rata-rata melaju sekitar 70 milimeter (7 cm) per tahun. Gerakannya bisa naik, 
ke bawah, atau sejajar. Lempeng Indo-Australia, misalnya, terus menghunjam ke 
bawah (subduksi) terhadap lempeng Euroasia tempat pulau-pulau Indonesia duduk. 
Meski cuma maju sepanjang jari kelingking, energi yang terlibat sangat besar, 
karena yang bertumbuk dan bergesek adalah massa lempengan bumi yang amat besar.

Hunjaman pada kedalaman 100-150 kilometer itu menghasilkan panas yang tinggi, 
hingga melelehkan sedimen yang ada. Terbentuklah magma. "Kedalaman itu 
merupakan sumber magma yang mencair," kata Fauzi. Semakin banyak sedimen yang 
masuk, makin banyak sumber magmanya. "Itu yang jadi ukuran gunung nantinya," 
ujar Fauzi. Karena lempeng terus mendesak, muncul tekanan magma yang luar 
biasa, yang kemudian mencari jalan keluar lewat mulut gunung berapi.

Selain lewat proses subduksi, menurut Fauzi, gunung berapi juga dihasilkan 
lewat proses yang disebut hotspot. ''Gelembung panas dari inti bumi naik, dan 
itu menjadi hotspot," katanya. "Seperti dijahit, gelembung itu memberikan jejak 
pergerakan lempeng tektonik," ia menambahkan. Magma itu pun kini sedang 
bergolak di sepanjang garis subduksi di sebelah selatan Indonesia.

Hasilnya, selain Leuser dan Talang, geliat gunung api lain juga terlihat selama 
dua pekan terakhir ini. Direktorat Vulkanologi melaporkan peningkatan frekuensi 
gempa vulkanik sejak 12 April lalu. Bahkan, sehari kemudian, status Anak 
Krakatau meningkat dari aktif normal menjadi waspada. Sebaliknya, Direktorat 
Vulkanologi melaporkan, status Gunung Tangkuban Parahu menurun menjadi waspada 
setelah "siaga III" selama hampir dua pekan.

Apakah rentetan gempa tadi juga bisa membuat Gunung Toba purba yang sudah tidur 
lelap puluhan ribu tahun bangkit kembali? Fauzi pun percaya, rentetan gempa itu 
sedikit banyak mempengaruhi kandungan magma di perut Toba. Tapi tak cukup kuat.

"Kami memang menemukan aktivitas vulkanik di sana. Kecil saja. Magmanya memang 
masih ada," tuturnya. Toba akan meletus? "Tidak. Jangan salah. Letusan mungkin 
bisa terjadi, tapi ratusan atau ribuan tahun lagi,'' kata Fauzi, yang mengambil 
Toba sebagai tesis doktoralnya.

Tentang kekhawatiran Cas, Fauzi menampiknya. ''Butuh himpunan magma besar untuk 
menjadi letusan," katanya. Bahkan, seperti juga Surono, ia menyoal kredibilitas 
Prof. Cas sebagai ilmuwan. "Siapa sih Prof. Ray Cas itu? Saya tak pernah dengar 
dalam pertemuan internasional," kata Surono.

Surono mengaku sudah membongkar catatan arsip BMG terhadap kawasan Danau Toba. 
"Selama ini, tak ada tanda-tanda aktivitas vulkanik di sana," katanya. 
Direktorat Vulkanologi bahkan merasa perlu melansir siaran pers, 5 April lalu, 
untuk menanggapi komentar Cas.

Pernyataan yang diteken Direktur Ir. Yousana O.P. Siagian itu menekankan bahwa 
tidak ada aktivitas vulkanik di Toba. "Hanya ada sedikit retakan vulkanik di 
bagian ujung selatan Pulau Samosir." Tak ada tanda-tanda bakal terjadi ledakan 
atau letusan gunung berapi dalam waktu dekat ini.

Bahkan, menurut Fauzi, air Danau Toba bisa berfungsi mengurangi aktivitas Sesar 
Sumatera atau Sesar Semangko yang terletak jauh di dalam tanah, 10 kilometer 
sebelah barat danau. "Air danau membuat Sesar Sumatera aseismik, tak bergetar," 
katanya. Air danau sedikit banyak membuat tanah di kawasan itu menjadi plastis, 
tidak kaku. "Maka, lapisan di sekitar Toba tidak akan mudah patah," tutur Fauzi.

Belakangan, kepada Gatra, Prof. Cas meluruskan pernyataannya. Ia mengaku hanya 
menjawab pertanyaan wartawan The Australian, tanpa maksud spekulasi. Apakah 
gempa bumi beruntun yang terjadi itu dapat menyebabkan ledakan di Danau Toba? 
"Saya jawab, akan terjadi bila volcano siap untuk meledak. Saat ini, memang tak 
ada tanda-tanda meledak. Tapi beberapa media menyebutkan, saya memprediksi akan 
terjadi ledakan dalam waktu dekat," katanya.

Lepas dari apakah Gunung Toba akan meledak atau tidak, para pakar sepakat bahwa 
Gunung Toba purba adalah supervolcano dahsyat yang pernah ada di bumi. Kekuatan 
letusan Gunung Toba dikalkulasi bisa mencapai VEI (Volcanic Explosivity Index) 
8. Bobot ini diberikan bagi supervolcano yang mampu memuntahkan lahar panas dan 
bahan vulkanik lainnya di atas 1.000 kilometer kubik.

Erupsi sebesar itu sanggup memusnahkan segala bentuk kehidupan di 
sekelilingnya. Kalaupun tidak terkena lahar, selimut abunya dapat menutup satu 
benua, setelah sebelumnya mengeruhkan atmosfer dalam waktu cukup panjang. 
Letusan VEI 8 umumnya selalu menciptakan kaldera yang kelak menjadi danau. 
Kaldera terluas yang ada di muka bumi hingga kini apa lagi kalau bukan Danau 
Toba.

Kajian ilmiah tertua tentang Gunung Toba dilakukan geolog Belanda, Van Bemmelen 
(1939). Ia melaporkan bahwa Toba dikelilingi beberapa lapisan debu dan batuan 
vulkanik. Penelitian lebih lengkap dikemukakan Bill Rose dan Craig Chesner dari 
Michigan Technological University (1991). Mereka mengatakan, Gunung Toba tak 
cuma sekali meletus. "Setidaknya meletus tiga kali, yakni sekitar 800.000 tahun 
lalu, 500.000 tahun lalu, dan terakhir 73.000 tahun lalu," tulis Chesner dalam 
laporannya. Endapan vulkaniknya menyebar luas (lihat gambar). Kedua letusan 
pertama berkekuatan hingga VEI 6. Letusan terakhirlah yang paling dahsyat, 
mencapai VEI 8.

Ledakan Gunung Toba ketika itu, menurut penelitian ahli geologi Acharyya S.A. 
dan Basu P.K. (1993), menyebarkan abu vulkanik sampai Malaysia dengan ketebalan 
mencapai 9 meter. Bahkan abu Toba itu dijumpai di India, yang berjarak 3.000 
kilometer jauhnya, dengan ketebalan mencapai 3-6 meter!

Berdasarkan data-data vulkanik yang ada, Chesner mengalkulasi, setidaknya 
jumlah massa muntahan Toba mencapai 2.800 kilometer kubik. "Sekitar 800 
kilometer kubik lainnya berupa lontaran batu pijar yang menghancurkan apa saja 
yang ada di depannya," tulis Chesner.

Jika dibandingkan dengan letusan Krakatau pada 1883 yang melegenda, Toba jelas 
menampakkan keperkasaannya. Menurut kalkulasi Chesner dkk, letusan Krakatau 
hanya melontarkan material 21 kilometer kubik. Padahal, letusan Krakatau telah 
menyapu kehidupan di pesisir Jawa Barat dan mempengaruhi cuaca dunia.

Material padat yang disemburkan Toba, menurut Chesner, menggenangi daerah 
seluas 20.000 kilometer persegi. Bayangkan bagaimana teror lahar panas yang 
disebar Toba. Lahar panasnya mencapai Medan setelah terlebih dulu menyapu 
bersih Pematangsiantar, dan hampir melahap Padangsidempuan di selatan.

Letusan seperti itu, menurut Rose, bertahan hingga dua pekan lamanya. Namun 
akibat yang ditimbulkannya tentu lebih dahsyat. "Sangat sedikit flora, fauna, 
dan manusia di kawasan Indonesia yang bertahan hidup," tulis Chesner.

Demikian besarnya letusan Toba, sejumlah ilmuwan geologi dan paleontologi 
yakin, ledakan itu turut mempengaruhi alur evolusi manusia. Betapa tidak. 
Akibat luas dan tebalnya abu letusan, ujung-ujungnya mengakibatkan suhu dunia 
turun sebesar 3 hingga 3,5 derajat celsius beberapa tahun lamanya. Beberapa 
ilmuwan melihat kemungkinan Toba memicu kejadian zaman es di bumi.

Akibatnya, sangat sedikit makhluk hidup yang bertahan. Itu termasuk berbagai 
puak manusia purba yang tersebar di Afrika, Cina, dan Asia Tenggara. Dalam 
proses seleksi alam inilah, menurut antropolog Stanley H. Ambrose dari 
University of Illinois, terjadi pengaruh pada alur evolusi manusia. Itulah yang 
dikenal sebagai teori Katastropi Toba.

Danau Toba yang permai memang menyimpan misteri yang dahsyat.

Nur Hidayat, Alexander Wibisono, Fachrul Rasyid HF (Padang), Sulhan Safi'i 
(Bandung), dan Ida Palaloi (Sydney)
[Laporan Utama, Gatra Nomor 24 Beredar Senin, 25 April 2005] 


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke