http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/5/7/o1.htm
Sabtu Wage, 7 Mei 2005 
 Artikel


Persoalan kesehatan masyarakat miskin bukan hanya tanggung jawab RS, puskesmas, 
Dinas Kesehatan dan pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama seluruh komponen 
bangsa. Kunci sukses membantu masyarakat miskin dalam bidang kesehatan adalah 
membangun sistem kesetiakawanan sosial dan sistem pembiayaan kesehatan 
masyarakat yang dibangun dengan gotong royong secara pra-upaya dan sesuai 
dengan prinsip-prinsip asuransi.


Solusi Pelayanan si Miskin di Rumah Sakit
Oleh Ketut Sanjana  


KEMISKINAN menjadi lebih banyak diperdebatkan ketika angka kemiskinan di 
Indonesia yang dikeluarkan BPS berjumlah 49,5 juta atau 24,2%, sebaliknya BKKBN 
mengeluarkan angka 48% yang terdiri atas keluarga pra-sejahtera dan keluarga 
sejahtera I. Perbedaan yang cukup besar dari angka kemiskinan BPS (makro) dan 
BKKBN (mikro) ini berkepanjangan, dan pemerintah-pemerintah daerah berbeda-beda 
sikapnya terhadap perbedaan ini. Perbedaan angka dan kriteria kemiskinan 
tersebut berdampak pada banyaknya keluhan terhadap program-program pengentasan 
kemiskinan yang diluncurkan oleh pemerintah seperti program beras miskin 
(raskin), beasiswa dan asuransi kesehatan gakin terutama di RS.



Sistem Pelayanan 
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) membagi pelayanan kesehatan menjadi dua; 
pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan perorangan. Pelayanan 
kesehatan masyarakat untuk penanggulangan masalah kesehatan masyarakat umum, 
sifatnya massal, yang apabila tidak dilaksanakan akan mengakibatkan banyak 
orang akan menderita. Misalnya, pelayanan pemberantasan penyakit menular 
seperti pemberantasan sarang nyamuk, kebersihan lingkungan, imunisasi dan 
lain-lain. Penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat adalah Dinas Kesehatan 
dan puskesmas. Pelayanan kesehatan publik ini harus sepenuhnya dibiayai 
pemerintah.

Pelayanan kesehatan perorangan ditujukan langsung kepada individu yang 
menderita suatu kelainan tertentu yang apabila tidak dilaksanakan hanya akan 
menyerang individu itu sendiri. Contohnya, pelayanan penyakit-penyakit 
degeneratif seperti penyakit jantung, diabetes, kanker, cuci darah dan 
lain-lain. Penyelenggara pelayanan kesehatan individu adalah rumah sakit dan 
klinik puskesmas. Pelayanan kesehatan individu ini seharusnya dibiayai oleh 
individu bersangkutan kecuali untuk masyarakat miskin, yang harus dibiayai oleh 
negara dan menjadi tanggungan negara sebagaimana diamanatkan oleh pasal 34 UUD 
45.

Pelayanan kesehatan perorangan terus berkembang terutama di RS sejalan dengan 
kemajuan ilmu kedokteran modern. Berkembangnya penemuan obat baru, alat baru, 
prosedur pengobatan yang baru, mengakibatkan biaya pelayanan kesehatan 
perorangan menjadi makin mahal. Tingginya biaya RS juga dirasakan oleh 
negara-negara lain tidak hanya Indonesia. Namun, negara-negara lain sudah 
mengembangkan suatu sistem pembiayaan kesehatan warganya dengan sangat baik 
dengan prinsip-prinsip asuransi.

Australia membiayai kesehatan masyarakatnya dengan cara mengembangkan asuransi 
kesehatan nasional (medicare) dan asuransi kesehatan swasta (medisave). Seluruh 
penduduk Australia wajib memiliki medicare dengan premi tertentu, sedangkan 
masyarakat yang tidak mampu preminya dibayar oleh pemerintah.

Di Singapura sistem pembiayaan kesehatannya terstruktur dengan sangat jelas. 
Pasien kelas III-nya disubsidi pemerintah sebesar 80%, dan pasien kelas II 
disubsidi 50%. Namun, pasien kelas I dan VIP tidak diberi subsidi bahkan harus 
membayar mahal.

Di Jepang, pemerintah mensubsidi biaya kesehatan masyarakat yang mendapatkan 
pelayanan standar minimal sebesar 70%, sedangkan 30% dibayar sendiri oleh 
masyarakat. Jika masyarakat tidak juga mampu membayar yang 30%, maka masyarakat 
datang ke Dinas Sosial untuk dicarikan donatur atau kaum dermawan yang menolong 
membayarkan biaya di RS, bukan sebaliknya memaksa RS menggratiskan biaya 
pelayanannya. Mereka sadar RS harus tetap mampu memberikan pelayanan dengan 
mutu yang baik dan prima.


Dilema di RS

Isu ''gratis all-risk'' untuk seluruh pasien kelas III di RS membuat 
kalang-kabut banyak pihak, terutama pengelola RS pemerintah. Pertanyaannya, 
apakah pemerintah sanggup menyediakan anggaran untuk itu? Jika seluruh pasien 
kelas III dibebaskan berarti Indonesia sudah lebih hebat dari Jepang. Jepang 
saja masih mewajibkan warganya membayar 30% unit cost RS di kelas III.

Isu selanjutnya adalah pasien miskin di kelas III di RS dan puskesmas mendapat 
asuransi kesehatan yang dikelola oleh PT Askes dan mendapat pelayanan gratis 
all-risk. Sistem dan paket pelayanan askes gakin dibuat sama dengan askes wajib 
PNS, bahkan melebihi. Dilemanya, PT Askes memiliki paket pelayanan yang ada 
batasnya. Pelayanan di luar paket, pasti tidak akan dibayar oleh PT Askes. 
Lalu, siapa yang harus menanggung beban pelayanan di luar paket? 

Banyak pihak menganggap RS mampu memberikan pelayanan kesehatan gratis all-risk 
kepada masyarakat miskin dengan prinsip subsidi silang. Program subsidi silang 
dari masyarakat mampu kepada masyarakat miskin di RS belum berjalan karena 
tidak seimbangnya jumlah fasilitas yang menguntungkan di kelas I dan VIP 
dibanding dengan fasilitas merugi di kelas II dan kelas III. Dibutuhkan dana 
investasi yang cukup besar untuk mampu melakukan subsidi silang di RS, 
sementara itu saat ini banyak RS sudah tidak mendapat bantuan biaya 
operasional, biaya pemeliharaan dan biaya investasi dari pemerintah karena 
kemampuan pemerintah kita yang sangat terbatas.

Sangat berbahaya menjanjikan pelayanan gratis all-risk di RS apabila sumber 
daya kita masih sangat terbatas. Jika dipaksakan, ibarat menjanjikan makan nasi 
gratis di sebuah warung, namun setelah sampai di warung tidak ada nasi yang 
bisa dimakan karena pemilik warung tidak cukup uang buat biaya menyiapkan nasi.


Pelayanan Bermutu
Masalah kesehatan adalah masalah hidup dan mati. Persoalan kesehatan masyarakat 
miskin bukan hanya tanggung jawab RS, puskesmas, Dinas Kesehatan dan 
pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama seluruh komponen bangsa. Kunci sukses 
membantu masyarakat miskin dalam bidang kesehatan adalah membangun sistem 
kesetiakawanan sosial dan sistem pembiayaan kesehatan masyarakat yang dibangun 
dengan gotong royong secara pra-upaya dan sesuai dengan prinsip-prinsip 
asuransi. Jangan terjebak pada euforia dan retorika sesaat, jangan terjebak 
pada solusi yang sifatnya mendadak dan jangka pendek, namun mari kita ciptakan 
solusi dan sistem yang kuat untuk masa depan. Masyarakat yang maju mempunyai 
ciri bagaimana merancang masa depan, masyarakat terkebelakang mempunyai ciri 
sekadar melewati hari ini.

Untuk kelompok keluarga sangat miskin (gaskin) biaya kesehatannya harus dibantu 
pemerintah pusat dan daerah dengan cara membelikan asuransi kesehatan, atau 
menyiapkan biaya untuk membayar pelayanan kesehatan orang miskin di RS dan 
puskesmas secara layak berdasarkan unit cost. Akan lebih bijaksana jika dipakai 
prinsip-prinsip asuransi, sehingga akan tercipta suatu sistem membagi risiko 
(risk sharing) antara semua sektor dan tidak terjadi moral hazard oleh 
penyelenggara pelayanan maupun peserta.

Untuk kelompok keluarga dengan penghasilan pas-pasan yang hanya cukup untuk 
hidup normal, tetapi tidak mampu membayar biaya berobat, atau masyarakat yang 
bila sakit jadi miskin,  biaya kesehatannya harus ditanggung oleh mereka 
sendiri dengan jalan membeli premi asuransi kesehatan sukarela yang murah 
sebesar Rp 5.000 per orang per bulan. Jangan dibiasakan dengan budaya gratis. 
Berdayakan mereka agar menjadi masyarakat yang berbudaya pejuang, tahu hak dan 
kewajiban, serta masyarakat yang memikirkan dan menciptakan masa depannya.

Pertanyaannya, bagaimana cara pembayaran preminya? Siapa yang memungut, di 
mana, kapan? Bagaimana jika masih ada yang tidak mampu membayar Rp 5.000 per 
bulan? Jawabannya adalah, sistem banjar. Sistem banjar yang ada di Bali sangat 
ampuh untuk menjalankan program ini karena telah terbukti berhasil menyukseskan 
program KB maupun Posyandu. Tiap bulan ada pertemuan rutin di banjar yang 
sangat ditaati warganya dan dapat dijadikan media untuk memungut premi dan 
memecahkan masalah. Dengan sistem banjar kita mengetahui siapa yang benar-benar 
miskin yang patut dibantu dan bantuan bisa datang dari warga banjar yang mampu 
karena rasa kesetiakawanan sosial antarwarga banjar yang kuat.

Penulis, Wakil Ketua Arsada Wilayah Bali, Direktur BRSU Tabanan, konsultan 
manajemen RS, dosen Pascasarjana Manajemen Rumah Sakit FK-UGM Yogyakarta 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Ever feel sad or cry for no reason at all?
Depression. Narrated by Kate Hudson.
http://us.click.yahoo.com/LLQ_sC/esnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke