Suara Karya
Dampak Sukses KB bagi Masa Depan Oleh Haryono Suyono Sabtu, 7 Mei 2005 Minggu lalu, Prof Dr Sri Moertiningsih Setyo Adioetomo dari Universitas Indonesia membacakan orasinya sebagai pertanda pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam bidang Ekonomi Kependudukan dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia di Jakarta. Dalam pidato yang memikat itu, Sri Adioetomo, dengan mengacu pada data dan proyeksi PBB, menjelaskan munculnya bonus demografi sebagai the window of opportunity bagi bangsa Indonesia pada sekitar tahun 2020-2030. Kesempatan berharga berupa bonus demografi itu terjadi karena proses transisi demografi yang berkembang sejak beberapa tahun lalu dipercepat oleh keberhasilan rakyat Indonesia menurunkan tingkat fertilitas, mortalitas dan pertumbuhan penduduk berkat keberhasilan program KB, kesehatan dan pembangunan lainnya. Keberhasilan program-program tersebut selama tigapuluh tahun telah mampu menggeser anak-anak dan remaja, berusia di bawah 15 tahun, yang biasanya besar dan berat di bagian bawah dari piramida penduduk Indonesia, ke bagian piramida dengan usia yang lebih tinggi, yaitu usia diatas 15 tahun, atau pada usia 15-64 tahun. Pergeseran bagian dasar dari piramida dengan jumlah penduduk yang besar itu, dan masih tetap diikuti kesetiaan pasangan usia subur pada program KB, menyebabkan angka fertilitas tetap rendah. Angka fertilitas yang rendah menyebabkan jumlah dan persentase anak-anak dan remaja di bawah usia 15 tahun juga tetap rendah. Struktur penduduk seperti ini menyebabkan beban ketergantungan, atau dukungan ekonomi yang harus diberikan oleh penduduk usia produktif kepada penduduk usia anak-anak dan tua, menjadi lebih ringan. Kenyataan ini juga berbeda dan sekaligus menepis anggapan beberapa orang yang mengkritik seakan program KB di masa lalu dipaksa dan tidak akan tahan lama. Fertilitas yang rendah karena kesetiaan ber-KB dan masih bertahan sekaligus membuktikan bahwa pasangan usia subur itu ber-KB bukan karena dipaksa, tetapi kesadaran sendiri. Berkat keberhasilan program KB, Indonesia sebenarnya telah mampu menambah penduduk usia kerja dengan jumlah yang sangat menakjubkan. Sayangnya, kualitas penduduk usia kerja itu masih rendah, rata-rata hanya mempunyai tingkat pendidikan SD atau kurang. Bahkan sampai tahun 2003 untuk kelompok usia di atas usia 15 tahun rata-rata hanya bersekolah selama 7,1 tahun dan mempunyai tingkat buta huruf di atas 10 persen. Bahkan yang menamatkan pendidikan SMP untuk kemudian meneruskan ke jenjang SMA tergolong sedikit. Lebih sedikit lagi, yang mampu menamatkan pendidikan perguruan tinggi atau menamatkan sekolah-sekolah dengan keterampilan yang sangat dibutuhkan bangsa ini. Lebih-lebih lagi, bonus itu akan menjadi lebih signifikan kalau remaja dan penduduk perempuan usia 15-64 tahun ikut memberikan kontribusi terhadap kemampuan ekonomi keluarga, atau ikut berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi keluarga, atau penduduk perempuan itu bekerja dalam bidang ekonomi yang produktif. Kontribusi penduduk perempuan menjadi unsur yang sangat positif sebagai bonus demografi kalau disertai keikutsertaan yang lestari dan makin mantap dalam bidang KB. Kemantapan itu akan mencegah membengkaknya jumlah penduduk di bawah usia 15 tahun yang bisa memperbesar kembali beban ketergantungan pada usia anak-anak. Bonus demografi itu juga mempunyai makna pada waktu ini karena penduduk usia tua, yaitu di atas usia 60 atau 65 tahun, biarpun menurut Sensus Penduduk tahun 2000 meningkat sampai 3-4 kali lipat dibandingkan dengan penduduk yang sama pada tahun 1970-an, tetapi jumlah dan bebannya belum terlalu berat. Penduduk yang mampu mencapai usia di atas 60 tahun dewasa ini umumnya merupakan penduduk yang tingkat pendapatannya cukup memadai dibandingkan dengan penduduk pada umumnya. Penduduk tua tersebut, yang belum meninggal, termasuk penduduk pilihan dan saringan dalam keadaan transisi, sehingga sesungguhnya mempunyai ciri-ciri sosial yang relatif masih menguntungkan. Bonus awal yang mulai kelihatan setelah Sensus Penduduk tahun 2000 akan berlanjut dan akan bertambah menguntungkan kalau perhatian kita terhadap masalah kependudukan dengan program KB dan program kesehatan tetap tinggi. Dengan program KB yang baik maka bisa dijamin bahwa penduduk di bawah usia 15 tahun akan tetap kecil jumlah dan persentasenya. Jumlah yang kecil itu akan menjamin angka ketergantungan (dependency ratio untuk usia anak-anak) tetap kecil. Sebaliknya penduduk usia kerja, atau usia dewasa, yang menua, atau makin tuanya penduduk di bawah usia 15 tahun yang semula besar, akan menjadi penduduk usia kerja yang produktif. Bonus yang menguntungkan itu bisa terganggu oleh penduduk usia tua di atas 60-65 tahun, apabila keadaan ekonomi penduduk usia tua tersebut rendah, pendapatannya di masa usia kerja rendah, dan tidak mempunyai tabungan. Penduduk usia tua tersebut akan menimbulkan beban ketergantungan secara ekonomi yang berat. Keadaan ini akan mempersempit keuntungan yang bisa diperoleh dari bonus, atau membengkaknya jumlah penduduk yang makin dewasa pada usia kerja dan menghasilkan. Dari perhitungan jumlah penduduk paling ideal, penduduk dengan usia ketergantungan anak-anak dan penduduk dengan usia ketergantungan tua, menurut Sri Adioetomo, diperkirakan bakal terjadi pada tahun 2020-2030. Pada saat itu beban ketergantungan penduduk usia anak-anak dan beban ketergantungan penduduk usia tua berada pada posisi paling optimal. Setelah tahun 2030 beban ketergantungan penduduk usia tua akan meningkat sehingga beban ketergantungan total akan naik kembali. Diperkirakan bonus yang dapat disumbangkan oleh penduduk usia kerja akan menjadi makin kecil karena harus menanggung beban ketergantungan penduduk usia tua yang jumlahnya makin membengkak. Bonus demografis yang sesungguhnya mulai tampak pada awal abad ke-21 ini, praktiknya belum memberi makna yang berarti. Kualitas penduduk Indonesia sangat rendah. Dari latar belakang pendidikan, terdapat adanya disparitas antarkabupaten yang sangat menyolok. Penduduk Kota Jakarta Timur mempunyai melek huruf 99 persen dengan rata-rata lama sekolah 10,9 tahun dan merupakan kota dengan nilai HDI tertinggi di Indonesia. Tetapi Mataram dengan melek huruf 95 persen dan rata-rata lama sekolah 7,4 tahun berada pada urutan HDI nomor 198 dari lebih 400 kabupaten kota di Indonesia. Penduduk Jayawijaya hanya mempunyai melek huruf 32 persen dan rata-rata pendidikan 2,2 tahun berada jauh pada urutan HDI ke-341 dari seluruh kabupaten dan kota yang ada di Indonesia. Kualitas rata-rata lamanya penduduk bersekolah, yang merupakan komponen penting dalam ukuran HDI itu tidak saja terjadi antarprovinsi, tetapi juga dalam satu provinsi yang sama. Provinsi Jawa Timur, yang terkenal dengan upayanya yang sungguh-sungguh dalam bidang pendidikan, mempunyai disparitas yang belum dapat diatasi. Kota Malang mempunyai rata-rata pendidikan lebih dari 10 tahun, tetapi Kabupaten Sampang, hanya mempunyai rata-rata pendidikan tidak lebih dari 3 tahun. Lebih lanjut BPS memperkirakan bahwa pada 2020-2030 sekitar 44-45 persen penduduk Indonesia akan tetap bekerja dalam bidang pertanian di pedesaan. Sekitar 43-45 persen penduduk bekerja dalam usaha sendiri atau usaha yang dibantu oleh anggota keluarganya. Sementara lebih dari 50-60 persen akan tinggal di daerah urban dengan dominan di bidang pertanian. Dari uraian itu, secara demografis dapat diproyeksikan bahwa apabila perhatian terhadap masalah kependudukan, program KB, kesehatan dan pembangunan penduduk pedesaan mendapat perhatian, ada kemungkinan Indonesia akan memperoleh bonus demografi yang bermakna. Sebaliknya kalau masalah-masalah itu terabaikan, bonus itu tidak akan pernah muncul. Bahkan bonus yang muncul akan tetap menjadi kendala pembangunan ekonomi karena beban ketergantungan bukan pada usia anak-anak dan usia tua, tetapi juga pada usia dewasa yang sesungguhnya sangat potensial menghasilkan produk secara ekonomis. Bonus demografi, atau juga the window of opportunity, hanya akan bermanfaat kalau mutu penduduk mendapat pemberdayaan yang memadai dan penyediaan lapangan kerja yang mencukupi. Perhatian terhadap masyarakat pedesaan dengan dukungan pada upaya bidang pertanian tetap merupakan pilihan sampai tahun 2020-2040 atau tahun-tahun sesudah itu. Bonus demografi yang akan menghasilkan perubahan ekonomi secara drastis dalam bidang industri besar dan luar biasa tampaknya belum akan sanggup memberikan kesempatan kerja menyusul ledakan penduduk dewasa berupa angkatan kerja bermutu rendah di masa depan. Bonus demografi bahkan akan menjadi malapetaka mengerikan kalau ledakan penduduk usia dewasa itu diikuti dengan ledakan penduduk usia tua. Akibat transisi demografi yang cepat dan tidak bisa dibendung, dampaknya bisa berubah menjadi kesengsaraan yang berkepanjangan. *** (b>Prof Dr Haryono Suyono, pengamat sosial kemasyarakatan, dosen Unair Surabaya). [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Has someone you know been affected by illness or disease? Network for Good is THE place to support health awareness efforts! http://us.click.yahoo.com/OCfFmA/UOnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/