http://www.suaramerdeka.com/harian/0505/09/nas04.htm



Analisis ekonomi
Inpres BUMN
 
Didik J Rachbini

Pada awal Mei 2005 telah terbit Inpres Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pengangkatan 
Direksi dan Komisaris BUMN. Instruksi Presiden (Inpres) itu menegaskan, untuk 
pengangkatan calon direksi BUMN, sebelum dibawa dalam RUPS, para calon sudah 
melewati satu penilaian akhir dari Tim Penilai Akhir (TPA) yang terdiri atas 
Presiden, Wakil Presiden, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Menneg BUMN, 
Sekretaris Kabinet, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), serta menteri 
teknis yang lingkup tugasnya meliputi bidang kegiatan dari usaha BUMN itu.

Secara normatif, Inpres tersebut menugaskan Menneg BUMN untuk melakukan 
tugasnya secara profesional selaku wakil pemerintah dan pemegang saham. Menteri 
yang membawahkan bidang ini diminta melakukan penyaringan pada acuan formal 
peraturan, akuntabilitas, dan transparansi saat melakukan penilaian kemampuan 
dalam pengangkatan direksi BUMN.

Sentralisasi
Regulasi formal secara normatif cukup baik, tetapi kekuasaan Presiden secara 
langsung melalui Inpres tersebut menjadi indikasi adanya sentralisasi baru. 
Inpres sebenarnya bermakna membatalkan delegasi wewenang Presiden kepada 
menterinya, sekaligus menghilangkan fungsi dan kewenangan utama Menneg BUMN. 
Pihak DPR dan publik akan kesulitan melakukan kontrol dan pengawasan terhadap 
pengelolaan BUMN. Peran Presiden secara langsung dalam penentuan direksi dan 
komisaris BUMN terlalu jauh dan sangat bersifat teknis. Padahal, tugas Presiden 
lebih bersifat "policy", yang bertanggung jawab pada dimensi lebih luas, bukan 
BUMN satu per satu. Kewenangan tersebut mestinya cukup berada di tangan 
menteri. Presiden bisa secara khusus memberi perhatian pada beberapa BUMN besar 
dan strategis sifatnya, seperti Bank Mandiri dan Bank BUMN lain, Telkom, serta 
PLN. Tetapi BUMN seperti PTP, BUMN percetakan, dan BUMN kecil lainnya cukup 
didelegasikan kepada kementerian yang membawahinya. 

Kewenangan Presiden langsung ke dalam organisasi BUMN mulai ditengarai ada 
indikasi kekuatan informal bawah tanah di sekitar Presiden di luar kewenangan 
formal kementerian BUMN. Indikasi tersebut kemungkinan besar terjadi karena 
tidak mungkin presiden bisa terlibat langsung secara detail dan teknis. 
Kesempatan ini kemudian diambil oleh kalangan terbatas di lingkaran Presiden. 

Jika indikasi ini kemudian benar, maka BUMN akan lagi posisinya sebagai target 
perburuan rente ("rent seeking"). Kementerian BUMN yang formal dan perlu 
diawasi oleh DPR serta publik tidak berfungsi normal, sementara kekuatan 
informal dengan kepentingan di bawah tanah bekerja efektif melakukan perburuan 
rente ekonomi.

Sentralisasi seperti ini mirip dengan pengalaman yang pernah dilakukan oleh 
mantan Presiden Soeharto ketika mengambil alih proyek-proyek departemen di atas 
Rp 500 juta. Sentralisasi tersebut kemudian berada di tangan Sekretariat Negara 
dan dikendalikan secara terpusat. Ini kemudian memberi peluang kepada lingkaran 
terbatas di sekitar Presiden, yang kemudian menimbulkan KKN secara meluas. 
Karena itu, harus dipahami bahwa BUMN tersebut bukan barang politik, yang bisa 
digiring terlalu jauh ke dalam kekuasaan politik. Badan usaha baik dan sudah 
masuk ke dalam sistem pasar yang sehat tidak perlu masuk ke dalam genggaman 
kekuasaan. Pasar tidak memerlukan campur tangan langsung kekuasaan baik 
Presiden, DPR atau menteri. Peranan lembaga negara seperti itu cukup pada level 
regulasi, bukan pemain bisnis secara langsung. 

Karena itu, BUMN harus masuk dalam mekanisme pasar yang sehat dan sebagian 
masuk ke dalam proses-proses pengambilan keputusan ekonomi, terutama dalam 
aspek regulasi. Tugas Presiden justru harus mendorong badan usaha masuk ke 
dalam domain sistem pasar. Jangan sebaliknya, justru mendorong BUMN masuk ke 
dalam domain kekuasaan dan politik. Inpres tersebut bertentangan dengan logika 
rasional dan prinsip-prinsip ekonomi yang modern.

Yang Ideal
Bagaimana seharusnya pengelolaan BUMN yang ideal dalam hubungannya dengan 
negara? Presiden semestinya tidak perlu mengeluarkan Inpres seperti itu. Tugas 
sebagai pemilik diserahkan kepada Menneg BUMN dan Presiden tinggal meminta 
tanggung jawab Menneg BUMN sesuai dengan standar kinerja yang layak. Artinya, 
tugas Presiden hanya terfokus pada pengawasan politik dan kebijakan BUMN, bukan 
menjadi stakeholders, yang mengurusi satu per satu BUMN yang ada. 

Dalam hal ini, Menneg BUMN diperintahkan untuk bekerja dan bertanggung jawab 
berdasarkan kontrak manajemen. Kalau kinerjanya tidak baik diberi peringatan 
untuk memperbaiki dan jika tidak profesional diganti saja. Menneg BUMN juga 
melakukan kontrak manajemen ke bawah dengan direksi dan komisaris BUMN untuk 
memantau satu per satu kinerja badan usaha tersebut.

Inpres tersebut seperti mengambil alih tugas menteri BUMN. Ini kemudian akan 
menimbulkan persoalan dan implikasi baru. Presiden lalu akan mempunyai dua 
bawahan, yakni Menneg BUMN yang formal dan orang-orang di sekitarnya, yang 
memberikan masukan-masukan secara informal. Penerbitan Inpres tersebut 
menunjukkan adanya masalah dengan mekanisme dan proses-proses dalam pengambilan 
keputusan di sekitar Presiden. 

Presiden semestinya memusatkan perhatian pada masalah besar, seperti kebijakan 
investasi yang mandek, kebijakan ekspor yang tidak optimal, kebijakan anggaran 
dan pajak. Semua kebijakan besar tersebut terbengkelai dan sangat memerlukan 
kepemimpinan langsung dari Presiden.

Jadi, yang semestinya dikerjakan ditinggalkan dan yang sebenarnya tidak perlu 
justru dilakukan sehingga peran negara dalam hal ini potensial mengganggu.(41v)
Didik J Rachbini, ekonom dan anggota DPR RI. 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Ever feel sad or cry for no reason at all?
Depression. Narrated by Kate Hudson.
http://us.click.yahoo.com/LLQ_sC/esnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke