http://www.kompas.com/kompas-cetak/0510/07/utama/2108382.htm

 
Misteri Sang Perekam Peledak Bom 
Ayu Sulistyowati dan Hermas E Prabowo



Sehari setelah bom meledak di R.AJAs Bar and Restaurant, Kuta, Bali, 1 Oktober 
lalu, polisi menerima gambar rekaman handycam dari salah seorang korban bom 
yang kebetulan merekam peristiwa itu.

Si pengambil gambar yang warga negara Australia itu tidak menyangka bahwa 
gambarnya akan sangat berjasa, menjadi salah satu petunjuk bagi polisi 
mengungkap jati diri peledak bom.

Di sisi lain, ternyata niat baik menyerahkan rekaman itu memicu kontroversi, 
baik di kalangan wartawan, warga, maupun pemerhati, dan pakar teknologi 
informasi. Sampai-sampai muncul ide menyeminarkan gambar yang dipersepsikan 
tidak natural alias direkayasa itu.

Kontroversi itu muncul karena posisi pria berkulit sawo matang bertinggi badan 
160-165 sentimeter dengan usia sekitar 20-25 tahun itu selalu ada di 
�fokus�. Sementara, seorang wanita bule, jika itu memang keluarga perekam, 
mengapa justru tidak melambaikan tangan. Juga, kaki si perekam tidak tampak 
pontang-panting setelah terjadi ledakan? Muncul perkiraan bahwa perekam adalah 
anggota kelompok teroris.

Wakil Kepala Divisi Humas Kepolisian Negara RI Brigadir Jenderal (Pol) Soenarko 
D Ardhanto menegaskan, rekaman gambar itu benar-benar asli.

Kami berterima kasih pada pihak keluarga yang menyerahkan itu. Kalau Anda tidak 
percaya, silakan percaya saja pada opini. Anda menyangsikan rekaman tersebut 
berarti Anda menyangsikan polisi, kata Soenarko, Kamis (6/10).

Semua berawal pada 1 Oktober 2005 malam, ketika Siska bukan nama sebenarnya 
tanpa sengaja melintas di ruang tunggu unit gawat darurat di sebuah rumah sakit 
di Kuta, Bali, pascaterjadinya tiga ledakan di R.AJAs, serta Nyoman Cafe dan 
Menega Cafe (Jimbaran), Kabupaten Badung, Bali.

Dia bertemu seseorang yang sedang menunggui saudara ayahnya yang terkena gotri 
di leher dan pinggangnya. Katanya, ayahnya sempat merekam dengan handycam tepat 
saat bom meledak di R.AJAS. Spontan saya menanyakan, apakah boleh melihatnya. 
Dia bilang, boleh, tetapi jangan sekarang, tutur Siska. Minggu paginya, dia 
bersama Dody dan Tedy juga bukan nama sebenarnya pergi ke keluarga perekam. 
Awalnya mereka tidak menyadari keberadaan seseorang berpakaian hitam dan 
bercelana jins biru dengan tas ransel hitam yang berjalan di dalam restoran 
dalam rekaman itu.

Mereka hanya ingin menunjukkan rekaman gambar ledakan. Mereka sama sekali tak 
menyangka dan tidak percaya telah merekam gerak-gerik seseorang yang akan 
diduga pelaku bom bunuh diri, ungkap Dody.

Sang ayah ketika merekam berdiri di trotoar karena sebagian meja R.AJAs memang 
di trotoar. Mereka saat itu bersembilan dan tengah berlibur ke Bali. Ketika itu 
mereka melintas di trotoar R.AJAs, mencari tempat makan seusai jalan-jalan di 
pantai.

Menurut penjelasan sang ayah, ia hanya ingin merekam suasana banyak wisatawan 
asing di dalam sedang makan. Ia ingin memperlihatkan kepada rekan- rekan di 
negaranya nanti, wisatawan asing pun banyak yang makan di restoran tersebut. 
Itu saja niatnya, tidak ada yang lain. Pengakuan si ayah, dia mengambil gambar 
sambil bercanda, tutur Siska. Si perekam hanya luka pada lengan kiri, terkena 
lesatan gotri.

Dody mengungkapkan, saat melihat rekaman itu dia tiba-tiba merasakan adanya 
kejanggalan dalam gambar tersebut setelah berkali-kali memutarnya. Kejanggalan 
tertuju pada seorang yang tiba-tiba muncul dari arah kiri perekam. Coba lihat. 
Mari kita ulang rekamannya. Sepertinya ada orang yang mencurigakan di sana, 
ungkapnya sambil memeragakan suasana Minggu pagi itu.

Keluarga perekam tersebut tidak percaya pada pikiran kami, ujar Dody. Tedy, 
yang bersama Siska dan Dody, yang ditemui kemarin, turut mengangguk. Mereka, 
keluarga perekam, kata Siska, mulai percaya bahwa lelaki misterius dalam gambar 
itu adalah pembawa bom bunuh diri setelah petugas Kepolisian Daerah (Polda) 
Bali bersama Australia Federal Police (AFP) meneliti hasil rekaman itu.

Menurut perekam, seperti dituturkan Siska, rekaman yang terkesan mengikuti 
lelaki dengan ransel itu terjadi secara kebetulan. Ketika itu perekam tengah 
berbincang-bincang dengan keluarganya, sementara kamera tetap diarahkan ke 
depan. Pada saat kejadian, perekam membawa dua handycam. Yang lainnya tidak 
mengarah ke obyek yang terkait dengan ledakan.

Melapor polisi

Inisiatif melapor ke polisi, lanjut Tedy, datang dari Siska. Keluarga itu tidak 
keberatan menyerahkan rekaman tersebut untuk penyelidikan polisi.

Mereka sangat rela dan ikhlas menyerahkan kaset rekaman itu lengkap dengan 
handycam milik mereka sebagai barang bukti polisi. Saya juga tidak menyangka 
polisi langsung memublikasikan rekaman tersebut kepada publik Minggu malam 
itu,� ungkap Siska.

Selama pertemuan Minggu itu keluarga tersebut masih trauma dan sedih. Mereka 
menangis setelah rekaman diputar beberapa kali. Mereka sedih dan sakit hati.

Namun, mereka berjanji akan datang lagi ke Indonesia. Keluarga perekam baru 
pertama kali ke Bali, sementara saudaranya sudah dua kali setelah setahun lalu. 
Mereka tiba di Bali empat hari sebelum hari naas tersebut.

Sudah sepantasnya kita berterima kasih kepada pria yang merekam gambar tersebut 
dan bukannya curiga kepada sebuah niat baik. Apalagi, pria itu pun terluka, 
menjadi korban ledakan uga keluarganya yang lain.

Kita sementara ini telah menjelma menjadi sebuah bangsa yang penuh curiga. 
Tidak saja kepada orang asing, tetapi bahkan kepada kebaikan sekalipun. Sikap 
seperti itu sering kita dengar, bahkan mungkin sering kita lakukan. Lalu kapan 
kita akan menjadi bangsa yang dewasa?


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a difference. Find and fund world-changing projects at GlobalGiving.
http://us.click.yahoo.com/j2WM0C/PbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke