Ini tak lepas dari kebijakan ekonomi kita yang
neoliberalistis. Lebih mementingkan pemilik uang
ketimbang mayoritas rakyat.

Negara bisa memilih:

1. Mensubsidi para pemilik uang sebesar lebih dari rp
60 trilyun per tahun lewat bunga SBI dan Obligasi
Negara untuk "menstabilkan" rupiah, atau mematok
rupiah seperti yang dulu kita lakukan atau pemerintah
Cina lakukan sekarang sehingga dana subsidi itu bisa
diberikan untuk orang yang lebih berhak/orang miskin.

2. Memprivatisasi BUMN yang profit sehingga bisa go
public dan dimainkan para spekulan saham dan
keuntungannya lari ke pemilik saham atau
mempertahankannya sehingga keuntungannya bisa masuk ke
kas negara untuk memakmurkan rakyat?

3. Memberi pengelolaan minyak dan gas ke perusahaan
asing seperti Exxon sehingga mereka bisa menikmati
keuntungannya atau mengelola sendiri atau minimal
ditenderkan dan negara memiliki saham mayoritas
sehingga keuntungan bisa dinikmati sebesar2nya oleh
negara. Bukan oleh perusahaan asing yang sampai tidak
menyisakan apa2 untuk negara (contoh: Blok Natuna
negara tidak dapat bagian apa2).

4. Memberikan lahan pertambangan emas ke Freeport atau
menyerahkan lahan tambang tersebut ke rakyat?

Ada pilihan dan negara kita mau memilih yang mana?
Semoga 2,3 juta Balita yang mengalami gizi buruk bisa
mengetuk hati nurani kita.

--- Sulistiono Kertawacana <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:

>       beberapa waktu lalu barusan Menkeu dapet
> penghargaans ebagai menkeu terbaik, ini berita yg
> mengejutkan...apa para,meter keberhasilan
> pemerintah? bukankah dianggap berhasil jika rakyat
> tambah sejahtera (jumlah orang miskin berkurang/tak
> ada) dan kesehatan meningkat??
> 
>      
>
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0609/27/utama/2983369.htm
> 
> 
>       Rabu, 27 September 2006  
>      
>      
>      
> 
>       Kesehatan
>       Balita Gizi Buruk Naik Jadi 2,3 Juta 
> 
> 
>       Depok, Kompas - Jumlah anak di bawah usia lima
> tahun atau balita yang bergizi buruk di Indonesia,
> menurut laporan UNICEF tahun 2006, menjadi 2,3 juta
> jiwa. Ini berarti naik sekitar 500.000 jiwa
> dibandingkan dengan data tahun 2004/ 2005 sejumlah
> 1,8 juta jiwa. 
> 
>       Dokter Tb Rachmat Sentika SpA MARS dari Satuan
> Tugas Perlindungan Anak dan Pengurus Pusat Ikatan
> Dokter Anak Indonesia (IDAI), Selasa (26/9),
> menyatakan, peningkatan jumlah anak balita gizi
> buruk itu sangat mengkhawatirkan karena hal itu
> dapat menyebabkan hilangnya satu generasi (lost
> generation). 
> 
>       Menurut dia, 2,3 juta anak balita gizi buruk
> ini dikhawatirkan mengalami kerusakan otak yang
> tidak mungkin lagi diperbaiki. Akibat kerusakan otak
> itu, anak akan bodoh sekali permanen. 
> 
>       Rachmat berharap Kabinet Indonesia Bersatu
> lebih fokus pada pelayanan kesehatan masyarakat
> dengan memperbaiki gizi anak balita, menyehatkan
> lingkungan, menggalakkan promosi kesehatan,
> meningkatkan kesehatan ibu dan anak dengan segera
> mendayagunakan dokter umum yang mencari kerja serta
> bidan dan perawat yang menunggu penempatan sebagai
> tenaga kesehatan di puskesmas. "Segera bentuk tim
> pemantau otonomi daerah di bidang kesehatan," kata
> Rachmat yang juga kandidat doktor ilmu pemerintahan
> di bidang kesehatan anak di Universitas Padjadjaran,
> Bandung. 
> 
>       Bertambahnya jumlah anak balita gizi buruk
> ini, kata Rachmat, yang juga anggota Dewan Pakar PB
> IDI dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia,
> disebabkan menurunnya daya beli masyarakat oleh
> berbagai sebab dan belum dilaksanakannya
> desentralisasi di bidang kesehatan oleh pemerintah
> kabupaten dan kota. 
> 
>       Dari hasil pemantauan Satuan Tugas IDAI,
> banyak kabupaten dan kota yang tidak mencetak kartu
> menuju sehat, tidak menyediakan anggaran yang cukup
> untuk gizi buruk, dan tidak merevitalisasi posyandu.
> Selain itu, bidan desa hanya ada di 37 persen desa,
> juga puskesmas banyak yang tak ada dokternya akibat
> kebijakan dihentikannya wajib kerja sarjana bagi
> tenaga medis dan paramedis tiga tahun terakhir ini. 
> 
>       Rendahnya kepemimpinan 
> 
>       Rachmat, konseptor posyandu pada tahun 1982
> dan Dokter Puskesmas Teladan 1985, menilai kondisi
> ini disebabkan berkurangnya kepemimpinan yang peduli
> anak serta tidak dilaksanakannya program nasional
> bagi anak tahun 2015. Selain itu, Komnas
> Perlindungan Anak belum bekerja optimal dan Depkes
> tidak memantau secara cermat pelaksanaan otonomi
> daerah. 
> 
>       Sementara itu, Sri Palupi, Sekretaris Jaringan
> Solidaritas Penanggulangan Busung Lapar,
> mengemukakan bahwa akar persoalan gizi buruk dan
> busung lapar adalah kemiskinan yang tak teratasi.
> "Kemiskinan bukan diatasi, tetapi disembunyikan.
> Jumlah orang miskin sebenarnya lebih besar daripada
> yang diungkapkan dalam data," katanya. 
> 
>       Ia mengatakan, sejauh ini tidak ada indikasi
> yang mengarah kepada adanya pengentasan rakyat dari
> kemiskinan, kecuali program bantuan langsung tunai
> (BLT). Itu pun tidak signifikan untuk mengatasi
> kemiskinan. 
> 
>       Sejumlah daerah yang rawan gizi buruk antara
> lain Gorontalo, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara
> Barat, Nusa Tenggara Timur, Nanggroe Aceh
> Darussalam, Kalimantan Selatan, dan sejumlah
> kabupaten di Banten (Pandeglang dan Lebak).
> (KSP/LAM) 
>      
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been
> removed]
> 
> 


===
Ingin belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits?
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
http://www.media-islam.or.id

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke