http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1005/28/0102.htm
30% Warga Jabar Alami Gangguan Jiwa
BANDUNG, (PR).-
Jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Barat diperkirakan lebih dari 30% dari 
jumlah penduduk dewasa. Jumlah tersebut bakal semakin bertambah dengan 
kesulitan ekonomi yang disebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). 
Bahkan di Cirebon, kenaikan penderita gangguan kejiwaan setelah kenaikan harga 
BBM, mencapai 250 hingga 350 persen.
Menurut Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bandung, dr. Machmud, Sp.K.J. dampak 
nyata dari kenaikan harga BBM terhadap penambahan jumlah warga yang mengalami 
gangguan jiwa, baru akan bisa dilihat pada tiga bulan atau enam bulan ke depan. 
"Sejauh ini, belum ada peningkatan signifikan antara kesulitan ekonomi yang 
disebabkan kenaikan harga BBM dengan jumlah pasien Rumah Sakit Jiwa (RSJ) 
Bandung, baik yang rawat jalan maupun rawat inap," ujarnya.
Angka prediksi tersebut, didasarkan beberapa kali survei yang dilakukan RSJ 
Bandung yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Jabar. 
Pada tahun 2002, RSJ melalukan survei yang dilakukan di 120 puskesmas (pusat 
kesehatan masyarakat) di 24 kota dan kabupaten di Jawa Barat. Hasilnya, 
memperlihatkan sebanyak 37,5 % pasien yang berobat di puskesmas, ternyata 
mengalami gangguan jiwa yang berdampak kepada gangguan fisik. 
"Karena gejala klinisnya berupa pusing, mual, atau tidak bisa tidur, dokter 
puskesmas mendiagnosisnya sebagai penyakit fisik. Sehingga, gangguan jiwa yang 
dialami sebagian pasien puskesmas tidak terdeteksi oleh dokter," katanya.
Kemudian survei tahun 2003 yang dilakukan di klinik Kesehatan Ibu dan Anak 
(KIA) puskesmas di 24 kota, dan kabupaten di Jabar didapati hasil sebanyak 27% 
ibu hamil dan menyusui, mengalami gangguan jiwa. 
Selain merujuk kepada beberapa kali survei, perkiraan angka 30% juga melihat 
perilaku sebagian masyarakat sekarang yang cenderung brutal, anti sosial, dan 
tanpa merasa bersalah mengambil hak orang lain.
"Kita bisa menyaksikan baik melalui media maupun melihat sendiri saat 
masyarakat antre bantuan tunai langsung. Bagaimana perilaku masyarakat yang 
mulai brutal dan tanpa merasa bersalah mengambil hak orang lain," katanya.
Di antara begitu banyak warga yang mengalami gangguan jiwa, katanya, masih 
sedikit yang sadar untuk meminta bantuan psikiater. Hal itu bisa dilihat dari 
jumlah pasien yang rawat inap atau rawat jalan di RSJ Bandung, satu dari tiga 
RSJ di Jabar selain Bogor dan Cimahi.
Menurut Machmud, sampai dengan bulan September 2005, jumlah pasien gangguan 
jiwa yang dirawat di RSJ Bandung sudah lebih dari 12.000 orang, tahun 2004 lalu 
sebanyak 13.000. Di antara pasien yang rawat inap di RSJ Bandung bahkan ada 
yang masih anak-anak yakni berusia 13 tahun.
Metode terapi yang dilakukan dari mulai pemberian obat-obatan yang diminum atau 
disuntikkan sampai ke electro convulsan therapy (ECT) atau electro shock 
therapy (EST) dan psikoterapi serta rehabilitasi. "Idealnya, Rumah Sakit Jiwa 
Bandung ini memiliki 14 psikiater karena kami memiliki 14 satuan kerja 
fungsional," katanya. 
Naik drastis
Di Cirebon, berdasarkan catatan di RS Gunung Djati (RSGD) Kota Cirebon, sejak 
terjadi kenaikan harga BBM yang berdampak pada kenaikan harga lainnya, jumlah 
pasien yang berobat ke psikiater meningkat lebih dari 250 sampai 350 persen.
Sebelum terjadi kenaikan harga BBM, jumlah pasien di poliklinik psikiatri per 
hari rata-rata 5 - 10 orang. Setelah kenaikan harga BBM, dalam sepekan terakhir 
jumlah pasien menjadi 25 sampai 35 orang/hari. Jumlah ini, kemungkinan akan 
terus meningkat seiring dengan terus merosotnya kualitas hidup rata-rata 
masyarakat.
"Bisa jadi akan terus bertambah. Sebab kualitas hidup rata-rata masyarakat 
sekarang turun dan akan terus menurun. Pasca-Lebaran, baru tergambar secara 
riil kondisi ekonomi masyarakat yang berpengaruh kuat terhadap faktor 
psikologis," tutur dr Abdul Wahid, satu-satunya dokter psikiatri di RSGD.
Dari catatan terapinya, menurutnya, masyarakat yang datang ke polikliniknya 
tidak hanya karena mengalami gangguan psikologis ringan dan sedang. Bahkan, ada 
beberapa pasien yang masuk kategori berat dan sangat berat.
"Saya tidak perlu menyebutkan siapa orangnya. Tapi beberapa hari lalu, pasien 
saya ada yang nekat mencoba bunuh diri. Tekanan psikologi yang dialami memang 
sangat berat. Latar belakangnya, faktor ekonomi sangat dominan," ujar dia.
Wahid juga menyebutkan jenis-jenis penyakit psikologi yang dialami pasiennya. 
Yang ringan dan sedang seperti stres, cemas, gangguan susah tidur (insomnia), 
dan sejenisnya.
Sedangkan yang berat, di antaranya skizofrenia, depresi sampai pada penyakit 
psikologi dengan dorongan bunuh diri sangat besar. Salah satu pasiennya yang 
mencoba bunuh diri dengan menenggak racun serangga, sempat diselamatkan dan 
sekarang diawasi secara ketat.
Keluarga muda
Wahid mengemukakan, fenomena lain dari tren penyakit jiwa. Pasien yang berobat 
ke poliklinik maupun tempat praktik pribadinya, didominasi oleh keluarga muda. 
"Laki-laki merupakan jumlah terbesar. Yang mengejutkan, depresi dan stres itu 
dialami keluarga muda seperti kepala rumah tangga yang berada dalam usia puncak 
produktif antara 30 sampai 40 tahun," tuturnya.
Fakta lain, dari usia produktif yang terkena stres serta depresi, tidak hanya 
berasal dari kalangan menengah ke atas. Tidak sedikit pasiennya malah berasal 
dari keluarga rendahan yang berprofesi sebagai buruh, petani serta pekerja 
sektor informal lainnya.
"Kalau dulu, penyakit psikologi identik dengan keluarga menengah dan atas, 
misalnya pejabat atau kalangan eksekutif lain. Sekarang sudah merata. Baik dari 
strata sosial maupun kelompok usia. Dominasi terjadi pada usia 30 sampai 40 
tahun," ujar dia.
Wahid menambahkan, dari jumlah pasiennya, persentase terbesar, penyakit itu 
akibat berlatar belakang ekonomi. Kenaikan harga BBM diidentifikasikan menjadi 
penyebab meledaknya jumlah pasien penyakit kejiwaan itu.
Keluarga miskin
Lebih dari 60 persen pasien RSJ Cimahi, berasal dari keluarga miskin (gakin). 
Bahkan, 42 persen di antaranya berpendidikan terakhir sekolah dasar (SD). 
Demikian disampaikan Direktur RSJ Cimahi, drg. Dadang Sukandar, M.A.R.S., Kamis 
(27/10).
Menurut Dadang, sejak Januari-September 2005, jumlah pasien yang ditangani RSJ 
Cimahi mencapai 6.074 orang. Sebanyak 60 persen di antaranya merupakan gakin. 
Mereka berasal dari kota/kabupaten di Jawa Barat. Dengan bekal asuransi gakin 
dari askes atau surat keterangan tidak mampu dari pemerintah daerah setempat, 
mereka akan mendapat perawatan sebagaimana mestinya.
Untuk pasien rawat jalan, katanya, sebagian besar di antaranya berasal dari 
Kota Cimahi (1.503 pasien). Sementara, sebagian lainnya, berasal dari Subang 
(148), Garut (114), Karawang (81), Purwakarta (67), Ciamis (51), dan 
Tasikmalaya (48).
Sementara, kata Dadang, jumlah pasien rawat inap di RSJ Cimahi yang paling 
banyak berasal dari Kota/Kab. Bandung (888), disusul Cimahi (128), Subang (88), 
Sumedang (76), Garut (74), Cirebon (72), dan Cianjur (68).
Menurutnya, penyebab stres atau gangguan jiwa yang diderita pasien terjadi 
karena frustrasi, napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya), 
masalah keluarga, pekerjaan, organik, dan ekonomi. Namun, jika dilihat dari 
persentase, penyebab tertinggi sakitnya pasien yaitu karena frustrasi. Hanya, 
ia belum mendapat data yang pasti penyebab awal munculnya frustrasi itu.
Ketika ditanya tentang dampak kenaikan harga BBM terhadap jumlah pasien jiwa, 
menurut Dadang, pascakenaikan harga BBM per 1 Oktober 2005, belum terlihat 
adanya lonjakan jumlah pasien di RSJ Cimahi. Hingga 25 Oktober 2005, setidaknya 
tercatat sebanyak 545 orang pasien.
Namun katanya, kenaikan jumlah pasien mulai terlihat sejak Maret 2005 lalu, 
yaitu pascakenaikan harga BBM tahap pertama tahun 2005. Buktinya, pada Februari 
2005, jumlah pasien di Poli Psikiatri tercatat 627 orang, tapi pada Maret 2005 
mencapai 685 orang. Kenaikan pun terjadi lagi pada Agustus 2005 yaitu mencapai 
755 orang.
Menurut Dadang, pasien yang ditangani tim medis RSJ Cimahi, sebagian besar di 
antaranya berpendidikan terakhir SD yaitu mencapai 42 persen. Sementara 
sisanya, tidak tamat SD (2%), tidak sekolah (4%), SLTP (20%), SLTA (27%), D3 
(27%), dan S1 (2%).
Sementara, jika dilihat dari usianya, lebih dari 50 persen dari 6.074 orang 
pasien jiwa merupakan usia produktif yaitu 25-44 tahun. Kedua tertinggi, berada 
pada usia 15-24 tahun serta 45-64 tahun. (A-92/A-93/A-136) ***

 
===
Ingin belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits?
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
http://www.media-islam.or.id




***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke