Kalau BUMN tidak bagus, pemerintah bisa mengganti Direksi BUMN tersebut. Bukan menjualnya ke swasta terutama swasta asing. Apalagi BUMN yang mengelola kekayaan alam Indonesia karena hasil kekayaan alam Indonesia justru pihak asing yang menikmatinya.
Kalau pemerintah tidak bisa mencari direksi yang bagus, ya rakyatlah yang mengganti pemerintah dengan pemerintah yang bersih dan tidak KKN. Namun sayangnya kesadaran ini belum dimiliki mayoritas rakyat Indonesia. Banyak BUMN yang bagus dan berhasil mensejahterakan rakyatnya seperti BUMN migas negara2 Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Venezuela, Iran, dsb. Begitu pula Temasek, BUMN Singapura yang pernah membeli saham Indosat dan Telkom lewat anak perusahaannya. Sebaliknya, banyak perusahaan swasta yang bangkrut/merugi seperti Lehman Brothers, Enron, Citigroup, AIG, Chrysler, dsb. Jadi stop pemikiran Privatisasi yang berasal dari kaum Neoliberalis. Apalagi selama ini BUMN yang diprivatisasi justru BUMN yang profit macam Telkom dan Indosat. Sementara BUMN/BUMD yang rugi seperti PPD justru tidak laku2... Kaum muslimin berserikat (memiliki bersama) dalam tiga hal, yaitu air, rerumputan (di padang rumput yang tidak bertuan), dan api (migas/energi). (HR. Ahmad dan Abu Dawud) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat UUD 45 Pasal 33 ayat 3 http://www.detiknews.com/read/2009/06/22/222923/1152294/727/sarat-kepentingan-penguasa-pengelolaan-bumn-tak-efisien Sarat Kepentingan Penguasa, Pengelolaan BUMN Tak Efisien Adv - detikNews Jakarta - Pernyataan Cawapres Budiono yang akan meneruskan privatisasi BUMN ke pihak asing - lantaran pengelolaannya selama ini tidak efisien dan tidak transparan - menetaskan reaksi keras dari Direktur Eksekutif Econit Advisory Group, Dr. Hendri Saparini. Menurutnya, buruknya pengelolaan aset negara tersebut sejatinya lebih dikarenakan saratnya kepentingan pihak penguasa. Selain itu, menurut Hendri, pemerintah sendiri tidak memiliki ukuran yang jelas dalam menentukan jajaran direksi dan komisasris di BUMN. Banyak orang yang tidak memiliki kapasitas – atau tidak sesuai kapasitas - dipaksakan untuk duduk dalam jajaran direksi atau komisaris, karena alasan balas budi. "Nah, hal-hal itulah yang telah melemahkan kinerja BUMN. Yang membuat BUMN menjadi sarang korupsi, tidak efisien dan tidak transparan," kata Hendri kepada pers di Jakarta, Senin (22/6). Karena itulah, Hendri merasa heran dengan alasan yang disampaikan Budiono terkait sikapnya untuk meneruskan privatisasi BUMN. "Kalau BUMN tidak efisien dan tidak transparan itu salah siapa? Kan pengelolaan dan pengawasan BUMN itu di bawah pemerintah sendiri. Jadi alasannya (melakukan privatisasi) itu sangat lucu," tandas Direktur Eksekutif Econit tersebut. Hendri menduga sikap untuk meneruskan kebijakan privatisasi BUMN tersebut tak lepas dari pemikiran neo-liberal. Korupsi dan inefisiensi, katanya, dijadikan alasan untuk menjual aset-aset negara. Sebab, privatisasi merupakan agenda penting yang harus dilakukan pemerintah sekarang untuk mengatasi defisit keuangan negara sekaligus meliberalisasi investasi. "Dugaan saya, itu alasan saja. Karena, jika pengelolaan BUMN sekarang tidak efisien dan transparan, semestinya diperbaiki. Bukan lantas dijual ke pihak asing. Ini tak lepas dari pemikiran neo liberal," tandas doktor lulusan Jepang tersebut. Sebagaimana ditulis Jakarta Globe, di depan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Jumat (19/6), Budiono menegaskan bahwa dirinya akan meneruskan kebijakan privatisasi aset-aset negara ke pihak asing. Alasannya, karena birokrasi kita tidak mampu mengelola aset negara secara efisien dan transparan. Agar lebih efisien, kata Budiono, maka diperlukan pihak luar yang dapat mengelola secara efisien melalui strategi kemitraan atau privatisasi. Pihak luar dinilai akan lebih transparan dan akuntabel Bukan Karena Kapasitas Sementara itu, seperti ditulis sejumlah media, Pengamat Hukum Tata Negara, Saldi Isra, menyebut, sejumlah orang yang kini menjadi komisaris BUMN direkrut bukan karena kapasitas, tapi balas jasa. Yakni, karena mereka pada tahun 2004 silam menjadi tim Sukses SBY. "Mereka duduk sebagai komisaris bukan karena kapasitas. Mereka menjadi komisaris BUMN karena menjadi tim sukses SBY-JK. Kini mereka terlibat lagi dalam tim sukses Capres. Sepertinya mereka ingin menduduki komisaris hingga lima tahun mendatang," katanya. Harus diakui, sejumlah nama yang menjadi tim sukses SBY tahun 2004 memang menduduki jabatan komisaris BUMN. Sebut saja, Samsoeddin (Sekjen Tim Kampanye) menjadi Komisaris Jasa Marga, Umar Said (Ketua Seksi Kampanye) menjadi Komisaris Pertamina, serta Robik Mukav (Ketua Sie Pengumpulan Data) yang menjadi menjadi Dewan Pengawas TVRI. Selain itu, ada juga Aam Sapulete (Tim Khusus) menjadi Komisaris PTP Lampung, Andi Arif (Tim Khusus) menjabat Komisaris PT Pos, Heri Sebayang (Tim Khusus) menjadi Komisaris PTPN Sumut, dan Yahya Ombara (Sekretaris Seksi PPPM) menjadi Komisaris PT KAI. (adv/adv) === Ayo Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits http://media-islam.or.id "Coba Yahoo! Mail baru yang LEBIH CEPAT. Rasakan bedanya sekarang! http://id.mail.yahoo.com"