http://www.gatra.com/artikel.php?id=134794
PDI Perjuangan Mega Lagi, Puan (Mungkin) Belakangan Langkah Guruh Soekarnoputra untuk bertarung dengan Megawati Soekarnoputri di bursa kandidat Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan sepertinya terseok-seok atau bahkan bisa kandas. Belum apa-apa, deklarasinya sebagai calon ketua umum partai "banteng moncong putih" itu dalam Kongres III, April mendatang, disambut dingin sejumlah loyalis Megawati. Maruarar Sirait, misalnya, menyatakan bahwa posisi Megawati sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan belum bisa tergantikan. "Silakan saja (Guruh mencalonkan diri). Calon terkuat tetap Ibu Mega. Jika Ibu Mega tak mau jadi ketua umum, pusing kita," kata salah satu Ketua DPP PDI Perjuangan itu, Senin pekan lalu, atau dua hari setelah Guruh mendeklarasikan pencalonannya. Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDI Perjuangan, Taufiq Kiemas, bahkan menegaskan bahwa sebenarnya Kongres PDI Perjuangan sudah selesai dan tinggal ketok palu. "Semua anak cabang sudah memilih satu nama (Megawati)," kata Taufiq. "Boleh-boleh saja Mas Guruh mencalonkan. Saya tidak tahu juga, apa untuk meramaikan atau tidak," suami Megawati itu menambahkan. Taufiq yang kini menjadi Ketua MPR pun mempertanyakan keseriusan Guruh. Ia mengingatkan, jika adik iparnya itu betul-betul ingin ikut meramaikan Kongres PDI Perjuangan, ya, datangi pengurus anak cabang (PAC) di desa dan kecamatan jauh-jauh hari sebelumnya, bukan dengan cuap-cuap di koran. "Itu bukan gaya PDI-P. Ramaikanlah di desa dan kecamatan," ucap Taufiq sambil tersenyum. Dari segi dukungan moral saja, Guruh sudah keteteran. Guruh pun bisa terganjal oleh mekanisme pencalonan, menyusul dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) DPP PDI Perjuangan Nomor 435/KPTS/DPP/XI/2009, 30 November 2009, tentang Pedoman Pencalonan Ketua Umum melalui Pelaksanaan Rapat PAC, Konferensi Cabang, Konferensi Daerah, dan Kongres III PDI Perjuangan. Dalam SK itu, antara lain, diatur bahwa rapat PAC berwenang mengusulkan satu nama calon ketua umum partai yang memenuhi persyaratan dan kriteria yang ditetapkan partai. PAC juga berwenang mengusulkan satu nama untuk calon ketua dewan pimpinan daerah (DPD) dan ketua dewan pimpinan cabang (DPC). Taufiq Kiemas mengatakan, mekanisme itu, yang prosesnya sedang berjalan, merupakan upaya partai untuk membangun demokrasi dari bawah, mulai level PAC yang jumlahnya 7.000 di seluruh Indonesia. Namun Guruh menilai, itu hanyalah akal-akalan dengan bungkus demokrasi untuk memuluskan Megawati sebagai calon tunggal dalam kongres mendatang. Pasalnya, masih menurut Guruh, suara PAC menyangkut nama calon ketua umum selain Megawati mudah dipotong dari bawah. "Saya mendapat laporan, banyak PAC ditekan dengan ancaman dan uang agar memilih Megawati. Cuma namanya partai demokrasi, tapi kelakuannya tidak demokratis," kata Guruh kepada Gandhi Achmad dari Gatra. Guruh Soekarnoputra resmi mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, 16 Januari lalu. Sejauh ini, Guruh merupakan satu-satunya calon ketua umum di luar Megawati. Guruh mengaku telah mendapat restu dari Megawati, kakaknya. Namun hal ini dibantah Tjahjo Kumolo, salah satu Ketua DPP PDI Perjuangan. Deklarasi Guruh berlangsung meriah di kediaman seniman serba-bisa itu di Jalan Sriwijaya Raya Nomor 26, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Siang itu, di hadapan sekitar 500 kader dari PAC PDI Perjuangan di Jakarta yang mendaulatnya untuk maju sebagai calon ketua umum, Guruh lantang menyatakan kesediaannya. Tak lupa, ia membawa-bawa nama bapaknya, Soekarno. "Saya menyatakan siap dan bersedia menjadi Ketua Umum PDI-P karena merupakan panggilan jiwa dan tugas mulia dalam memimpin PDI-P lima tahun mendatang, guna mewujudkan cita-cita proklamasi yang dicetuskan presiden pertama RI, Soekarno," ucap Guruh, yang juga salah satu Ketua DPP PDI Perjuangan. Massa pendukungnya pun menyambut dengan riuh rendah. Tapi keriuhan dan semangat yang meledak-ledak itu rupanya hanya berlangsung siang itu. Malamnya langsung melempem. Soalnya, seperti dibisikkan seorang pendukung Guruh, para kader dari PAC yang mendukung Guruh itu diangkuti kader pro-Mega dan "diamankan" ke sejumlah hotel di Jakarta. Malah ada yang dijemput saat dini hari. "Mereka diancam dan dimingi uang untuk memilih Mbak Mega," ujar sumber itu kepada Gatra. Hasilnya memang tokcer. Dalam rapat PAC besok harinya, Ahad 17 Januari, dukungan terhadap Guruh langsung gembos. Praktis, nama Guruh tereliminasi dan tak dibawa dalam konfercab. Yang naik adalah nama Megawati. Laporan inilah yang diterima Guruh dengan masygul. Tudingan main ancam dan iming-iming uang itu dibantah kubu pro-Mega. Budiman Sujatmiko, salah satu Ketua DPP PDI Perjuangan, menegaskan bahwa partai ini sangat demokratis dan menjauhi hal-hal yang berbau intimidasi atau suap. Ia juga menyambut baik pencalonan Guruh atau mungkin juga nama lainnya selain Megawati. "Kader PDI-P, siapa pun, bisa maju (menjadi ketua umum)," kata Budiman. Terlepas dari isu intimidasi dan suap tadi, nama Megawati sebagai calon ketua umum makin tak tergoyahkan. Hampir seluruh daerah menyatakan mendukung Megawati. DPD Jawa Barat, misalnya. Menurut Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat, Rusdi Harsa Tanaya, konfercab di seluruh Jawa Barat hampir tuntas. "Dan itu semua mendukung Mbak Mega," kata Rusdi kepada Gatra. Hal senada dikemukakan Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Sirmadji Tjondro Pragolo. "Seluruh suara DPC di Jawa Timur mendukung Bu Mega. Semua masih yakin, Bu Mega mampu membawa kembali kejayaan partai, selain tidak ada figur lain yang mampu menyaingi karisma dan kepemimpinannya," kata Sirmadji kepada wartawan di Blitar, Jawa Timur, Ahad pekan lalu. Apa boleh buat, perjuangan Guruh kali ini betul-betul berat. Jauh lebih berat ketimbang saat ia mencoba bertarung dalam Kongres II PDI Perjuangan pada 2005. Ketika itu, pencalonan Guruh disokong elite partai yang tergabung dalam Gerakan Pembaruan PDI Perjuangan. Kelompok ini, antara lain, dimotori Arifin Panigoro, Sukowaluyo Montohardjo, Laksamana Sukardi, dan Roy B.B. Janis. Kelompok itu menghendaki Mega hanya menjabat sebagai ketua dewan pengarah, tak usah lagi menjadi ketua umum. Awalnya, Gerakan Pembaruan sempat memunculkan sejumlah nama yang digadang-gadang menjadi ketua umum. Misalnya Sophan Sophiaan, Kwik Kian Gie, Roy B.B. Janis, dan Arifin Panigoro. Belakangan mengerucut menjadi satu nama, Guruh Soekarnoputra. Memang, seperti diketahui, dalam Kongres II PDI Perjuangan itu, posisi Mega tak tergoyahkan. Mega terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum. Kongres yang sempat memunculkan gugatan dari kubu Gerakan Pembaruan itu berujung ditendangnya Laksamana Sukardi dan kawan-kawan, yang kemudian mendirikan Partai Demokrasi Pembaruan. Mungkin, berkaca pada pengalaman masa lalu, kali ini petinggi PDI Perjuangan betul-betul memperjuangkan agar Megawati terpilih kembali sebagai ketua umum dengan mulus, tanpa rival alias calon tunggal. Ini sekaligus ingin menunjukkan bahwa PDI Perjuangan masih sangat solid di bawah Megawati selama lima tahun ke depan. Di internal PDI Perjuangan, sosok Megawati sepertinya belum bisa tergantikan. Semua sepakat menyatakan Mega sebagai figur pemersatu dan perekat di tubuh partai. Apalagi, "ancaman" dari luar terhadap partai ini masih terus membayang, dan hanya Mega yang dianggap sanggup membentengi partai dari ancaman itu. "Lima tahun ini, intervensi pihak luar dan godaan kekuasaan masih sangat besar," kata Ganjar Pranowo, salah satu pentolan PDI Perjuangan. Intervensi dan godaan kekuasaan yang dimaksud Ganjar tak lain adalah niat penguasa merangkul PDI Perjuangan. Niat ini bahkan terasa sebelum pemilihan presiden lalu. Pada waktu itu, Partai Demokrat yang mendukung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencoba mengajak PDI Perjuangan berkoalisi, dengan imbalan sejumlah kursi menteri bagi kader PDI Perjuangan. Ajakan ini ditampik. Ketika SBY terpilih menjadi presiden, kubu PDI Perjuangan kembali diajak berkoalisi, lagi-lagi dengan imbalan kursi menteri. Tapi, lagi-lagi pula, Megawati menampik dan menginstruksikan kadernya di DPR untuk tetap menjadi "oposisi". SBY hanya berhasil merangkul Taufiq Kiemas dengan menyokongnya menjadi Ketua MPR. Megawati dikabarkan kecewa berat. Toh, dia masih mampu meredam riak-riak di tubuh partai sehingga tidak terjadi gejolak. Tak mengherankan jika Tjahjo Kumolo berulang kali menegaskan, "Partai masih butuh Ibu Mega." Pertanyaannya: sampai kapan PDI Perjuangan mengandalkan Megawati? Agak mengherankan, kok susah sekali melakukan regenerasi pucuk pimpinan di PDI Perjuangan. Bandingkanlah, misalnya, dengan Partai Amanat Nasional, yang tiga kali mengalami pergantian pemimpinnya. Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Cecep Effendi, menilai PDI Perjuangan harus memikirkan serius persoalan regenerasi kepemimpinan partai. Dan momennya adalah Kongres III, April mendatang. "Sudah saatnya Megawati turun panggung dan mendorong kelompok muda untuk lebih berperan," kata Cecep kepada Yusha Ashardian dari Gatra. Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menimpali, "Oligarki PDI-P harus ditutup, beri kesempatan kepada kader lain," katanya. Burhanuddin dan Cecep menilai, popularitas Megawati sudah menurun, terbukti dengan dua kali kekalahannya dalam pemilihan presiden (2004 dan 2009). Perolehan suara pada pemilu legislatif juga terus melorot --kini berada di urutan ketiga setelah Partai Demokrat dan Partai Golkar. Pada Pemilu 1999, PDI Perjuangan menjadi partai pemenang pemilu dengan 33% suara. Di tengah nama Megawati yang dijagokan lagi memimpin PDI Perjuangan periode 2010-2015, ada sejumlah nama yang digadang-gadang untuk pemimpin "partai banteng bulat" itu di masa mendatang. Dua nama yang mencuat adalah Puan Maharani, putri Megawati, dan Puti Guntur Soekarno Putri, putri Guntur Soekarnoputra. Keduanya cucu Soekarno. Namun, bagi petinggi PDI Perjuangan, soal trah Soekarno bukanlah masalah, malah menjadi semacam keharusan. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Pramono Anung, mengakui bahwa akan partai ini adalah semangat dan ajaran Bung Karno. Trah Soekarno merupakan unsur perekat, pemersatu, dan penghubung sejarah partai. Dan, yang penting, bagaimana mempersiapkan trah Soekarno itu menjadi penerus partai. Puan, yang menjadi salah satu Ketua DPP PDI Perjuangan, tampaknya merupakan kandidat yang dipersiapkan secara serius. Perempuan kelahiran 6 September 1973 ini pun selalu diajak dalam setiap acara penting partai. Megawati sendiri pernah menyebut putrinya itu sebagai kandidat pengganti dirinya. Pada pemilu lalu, Puan terpilih menjadi anggota legislatif dari daerah pemilihan Jawa Tengah V. Puan bertugas di Komisi VI. Lebih dari itu, para senior partai, seperti Panda Nababan, Effendi Simbolon, Tjahjo Kumolo, Trimedya Pandjaitan, dan Ganjar Pranowo --kabarnya, belakangan Ganjar menarik diri-- dikerahkan untuk menggembleng kemampuan politik dan kepemimpinan Puan. Tapi hasilnya belum tampak benar. Lihat saja, sampai saat ini, penampilan Puan masih kurang hangat, adem-ayem. Puan pun terkesan jauh dari media, hal yang kontraproduktif. Adapun nama Puti baru mulai terdengar pada saat pemilu legislatif lalu. Perempuan bernama lengkap Puti Pratathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Soekarno Putri ini melenggang ke Senayan, mewakili daerah pemilihan X Jawa Barat. Lulusan Universitas Indonesia ini sebelumnya banyak berkutat di beberapa yayasan, seperti Yayasan Fatmawati. Kini ia lebih fokus ke dunia pendidikan di Komisi X DPR. Dukungan untuk Puti tidaklah sedikit. Kabarnya, Ganjar berada di belakang perempuan kelahiran 26 Juni 1971 itu. Para sesepuh partai juga dikabarkan lebih sreg pada Puti ketimbang Puan. "Hubungan para sesepuh dengan Mas Guntur sangat kuat ikatannya. Itulah sebabnya, mereka mendukung Puti," ujar sebuah sumber Gatra di lingkungan PDI Perjuangan. Perihal kabar bahwa Puti mulai digadang-gadang sebagai kandidat pemimpin PDI Perjuangan di masa depan ditanggapi Puti dengan senyum. Ia menampik isu itu. "Saya masih harus banyak belajar dan konsentrasi di DPR," katanya kepada Rukmi Hapsari dari Gatra. Di luar Puan dan Puti, ada satu lagi nama yang juga diam-diam digadang-gadang: Prananda Prabowo, kerap dipanggil Nanan. Ia putra Megawati dari suami pertama. Memang selama ini Nanan tidak pernah muncul di media karena tidak mau diekspose. Di markas PDI Perjuangan, tak banyak yang tahu bahwa lelaki yang kerap menjadi sopir sang ketua umum --biasanya mengemudikan Toyota Alphard-- itu adalah putra Megawati. Nanan lebih banyak bermain di balik layar. Ia punya website www.gentasuararevolusi.com, yang isinya koleksi lengkap mengenai Bung Karno. Kedekatan Mega dengan Nanan tak bisa dimungkiri. Nanan-lah yang menemani ketika sang ibu memutuskan menyepi di Cipanas, Jawa Barat, pada saat sedang panas-panasnya tarik-ulur untuk berkoalisi atau beroposisi dengan SBY. Nah, kepada siapa kelak Mega menjatuhkan pilihan sebagai penerusnya memimpin PDI Perjuangan? Mega belum bersikap. Tapi, dari sinyal-sinyal yang tampak, sepertinya kesempatan untuk menjajal medan diberikan kepada Puan. Lihat saja, Puan didaulat menjadi Ketua Penyelenggara Kongres III PDI Perjuangan. Puan pun kabarnya disiapkan untuk menjadi ketua harian, posisi baru dalam kepengurusan PDI Perjuangan. Artinya, Megawati sebagai ketua umum kelak tidak lagi sepenuhnya mengurusi tetek-bengek partai. "Akan ada pembagian wewenang," kata sumber Gatra. Nah, bukan tidak mungkin, posisi ketua harian --meski kabarnya posisi ini akan banyak ditentang dalam kongres nanti oleh kelompok penentang Puan-- adalah kawah candradimuka bagi Puan untuk kelak dinobatkan sebagai ketua umum. Kita lihat saja. Taufik Alwie, Bernadetta Febriana, dan Wisnu Wage Pamungkas [Kolom, Gatra Nomor 13 Beredar Kamis, 4 Februari 2010] [Non-text portions of this message have been removed]