http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=124355

 Rabu, 24 Maret 2010 ] 

Azan Subuh di Indonesia Terlalu Pagi 
Dibahas dalam Munas Muhammadiyah 


SURABAYA - Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah bakal membahas 
kekhawatiran atas banyaknya muslim di Indonesia yang malas salat subuh dalam 
Musyawarah Nasional (Munas) XXVII di Malang, 1-4 April mendatang. Ada dugaan, 
penyebab malas salat subuh itu adalah waktu panggilan azan dianggap terlalu 
dini alias kepagian.

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar membeberkan, jika 
dibanding negara lain, azan subuh di Indonesia dianggap terlalu pagi. 
Parameternya, azan dimulai ketika matahari berada 20 derajat di bawah ufuk atau 
titik matahari mulai terlihat.

Dia lantas membandingkan waktu azan subuh di Maroko dan Mesir. Dua negara di 
benua Afrika yang mayoritas berwarga muslim itu menetapkan waktu subuh saat 
matahari berada di titik masing-masing 18 dan 19,5 derajat di bawah ufuk. 

Sesuai hukum Islam, menurut Syamsul, waktu subuh adalah di antara 20 derajat 
sebelum ufuk hingga 0 derajat ufuk. ''Kalau waktu subuh lebih siang, mungkin 
akan lebih banyak yang salat,'' ujarnya setelah menemui Gubernur Jatim Soekarwo 
di ruang kerja kemarin (23/3).

Dia berharap temuannya tersebut bisa dibahas sekaligus dicarikan jalan 
keluarnya dalam munas yang akan berlangsung di Universitas Muhammadiyah (Unmuh) 
Malang, 1-4 April mendatang.

Sementara itu, pro-kontra fatwa haram rokok yang dilontarkan majelis tarjih dan 
tajdid, tampaknya, bakal tidak berujung. Majelis itu urung mengusung pembahasan 
fatwa tersebut dalam munas mendatang. Padahal, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din 
Syamsuddin menegaskan fatwa haram ditetapkan atau malah dibatalkan dalam forum 
tersebut.

Syamsul mengakui, fatwa haram menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Meski 
meresahkan sejumlah pihak, pimpinan majelis tarjih sepakat tidak membahasnya. 
''Masih banyak masalah umat yang perlu dibicarakan daripada membahas rokok,'' 
ungkapnya.

Dia menjelaskan, setumpuk agenda penting yang akan dibahas, antara lain, nikah 
siri, prinsip agama tentang motivasi pelayanan masyarakat, fikih tata kelola, 
fikih perempuan, tuntunan seni dan budaya, hingga pedoman waktu salat subuh.

Di Muhammadiyah, putusan majelis tarjih merupakan forum tertinggi dan wajib 
ditaati warganya. Sementara itu, ada dua level di bawah putusan. Yakni, fatwa 
dan rencana yang lebih fleksibel.

Tentang rokok yang diharamkan, menurut Syamsul, majelisnya sebatas fatwa. Dia 
menilai, jika pihaknya memasukkan dalam pembahasan dan keputusan tarjih, itu 
merupakan langkah mundur. Implementasinya pun bakal makin sulit. ''Posisi fatwa 
rokok haram saat ini masuk dalam sosialisasi,'' ungkapnya.

Ketua Bidang Tarjih Yunahar Ilyas kompak. Dia menuturkan, tidak ada 
tawar-menawar keputusan munas lagi seperti fatwa. Jika fatwa haram rokok sampai 
menjadi keputusan munas, kondisinya semakin sulit bagi masyarakat. ''Tahun 
pertama kami sosialisasikan. Kalau ada respons positif, keputusan dalam munas 
bisa ditempuh,'' terang Yunahar.

Kini, pihaknya masih mengkaji masalah yang diamanatkan dalam Muktamar 
Ke-45/2005 Muhammadiyah di Malang. Dia menambahkan, kalau memang ada keputusan 
baru, fatwa tersebut bisa dibahas dalam muktamar 2010 di Jogjakarta pada 3-8 
Juli mendatang. (sep/c5/agm)


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke